Bak Lintah Darat Versi Daring, Pinjol Ilegal Harus Ditangani dari Hulu

Pemerintah moratorium izin pinjol baru

Jakarta, IDN Times - Makin banyaknya warga yang menjadi korban peer to peer lending ilegal alias pinjaman online, membuat Presiden Joko "Jokowi" Widodo gusar. Alhasil, melalui Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, pemerintah bakal memberlakukan moratorium penerbitan izin fintech atas pinjol legal yang baru.

Namun, menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sukamta, moratorium pinjol saja tidak akan menyelesaikan pangkal permasalahannya. Anggota DPR dari Komisi I itu menilai penegakan hukum di tingkat hilir saja dengan menggerebek beberapa kantor pinjol ilegal belum cukup.

Meski begitu, Sukamta mengapresiasi pemerintah yang ingin memberantas pinjol ilegal tersebut. 

"Masyarakat menggunakan fasilitas pinjol karena adanya kebutuhan. Kebutuhan di sini ada yang memang benar-benar kebutuhan dan kepepet karena terdampak pandemik, namun ada juga yang butuh demi keperluan konsumtif. Mereka sempat ditolak pengajuannya oleh pinjol legal atau bank resmi karena memiliki persyaratan yang ketat," ungkap Sukamta melalui keterangan tertulis, Sabtu, 16 Oktober 2021. 

Lalu, masyarakat yang ditolak pinjol legal tergiur fasilitas pinjol ilegal yang menawarkan lebih banyak kemudahan dalam mengajukan pinjaman. Tetapi, kata Sukamta, nilai bunganya sangat mencekik. 

"Ini kan tidak ada bedanya dengan lintah darat versi online," kata dia. 

Makanya, Sukamta mendorong pemerintah agar menggalakan literasi keuangan bagi masyarakat. Ia pun meminta kepada publik agar mengerem konsumsi yang tidak perlu. Bila akhirnya sudah terlanjur menggunakan fasilitas pinjol ilegal, maka pengeluarannya harus diatur. 

"Lebih baik menghindari riba karena (pinjol) membuat sengsara. Bila Anda memang benar-benar butuh, ya tentunya perlu pengelolaan kebutuhan yang disesuaikan dengan kemampuan menyicil pinjol," tutur dia. 

Di sisi lain, Sukamta juga mengusulkan agar pemerintah memblokir akses perusahaan pinjol ke fitur kamera, mikrofon, dan lokasi di ponsel nasabah. Mengapa demikian?

1. Sukamta mendorong masyarakat kenali fitur teknologi pinjol dan ketentuan yang diberlakukan

Bak Lintah Darat Versi Daring, Pinjol Ilegal Harus Ditangani dari HuluIlustrasi gawai/ponsel. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Menurut Sukamta, perusahaan pinjol bisa memiliki data-data pribadi nasabah karena nasabah memberikan persetujuan agar mereka dapat mengakses aplikasi pinjol. Ia mendorong agar Kemenkominfo terus menggalakan edukasi mengenai aplikasi pinjol. 

"Jadi, masyarakat harus memahami teknologi seperti apa yang digunakan oleh pinjol, kesepakatan dan izin akses apa saja yang diisyaratkan oleh pinjol terhadap nasabahnya. Masyarakat harus pintar dan berhati-hati dalam memilih aplikasi pinjol," kata pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi PKS di DPR. 

Sukamta mengatakan, selama ini perusahaan pinjol melakukan verifikasi data melalui kamera, mikrofon, dan lokasi (CAMILAN). Perusahaan pinjol ini juga memverifikasi melalui data yang dimiliki Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Bila dianggap memenuhi syarat, maka perusahaan pinjol akan mengucurkan dana segar ke rekening nasabah. 

"Bila akses data oleh pinjol hanya dilakukan melalui CAMILAN, itu sangat berisiko. Pada faktanya, ada satu ponsel yang digunakan untuk mengajukan pinjaman ke beberapa pinjol. Caranya dengan mengganti SIM card," tutur dia. 

Maka, Sukamta mengusulkan agar akses ke CAMILAN ponsel nasabah diblokir. Begitu juga dengan aturan yang pernah dibuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yakni perusahaan pinjol dapat melakukan verifikasi melalui IMEI ponsel nasabah. 

Baca Juga: Pemerintah Setop Sementara Penerbitan Izin Pinjol Baru

2. Akses ke IMEI ponsel malah disalah gunakan pinjol untuk akses data pribadi nasabah

Bak Lintah Darat Versi Daring, Pinjol Ilegal Harus Ditangani dari HuluIDN Times/Helmi Shemi

Sementara, akses ke IMEI ponsel nasabah sering kali juga disalahgunakan perusahaan pinjol. Mereka sering kali mengakses data-data pribadi nasabah seperti dokumen video, foto, riwayat chat, nama, hingga nomor kontak. 

"Hal itu yang kemudian dijadikan alat bagi pinjol untuk mengancam nasabah yang telat atau gagal bayar cicilan. Ada nasabah yang diancam pinjol dengan penyebaran konten-konten pribadinya ke kontak-kontak yang dimiliki," ujar Sukamta. 

Maka, ia melanjutkan, kebijakan OJK yang memberikan akses ke IMEI ponsel nasabah sebaiknya dihapus. Proses verifikasi data sebaiknya melalui Disdukcapil dan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik OJK.

"Itu saja seharusnya sudah cukup," tutur dia. 

Disdukcapil tidak memberikan data kepada perusahaan pinjol. Mereka hanya memberi jawaban benar atau salah terhadap data yang diajukan perusahaan pinjol.

Sementara, SLIK bisa menunjukkan riwayat dan performa kredit nasabah. Diharapkan dengan begini, maka perusahaan pinjol bisa menyeleksi siapa yang layak diberi kucuran dana.

3. PKS dorong RUU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) segera disahkan DPR

Bak Lintah Darat Versi Daring, Pinjol Ilegal Harus Ditangani dari HuluIlustrasi Gedung DPR di Senayan, Jakarta Pusat (IDN Times/Kevin Handoko)

Dalam keterangan tertulisnya itu, Sukamta juga mengusulkan agar kasus kejahatan pinjol itu dihukum dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), seperti untuk kasus ancaman dan menakut-nakuti serta penyebaran konten asusila. UU ITE juga dilengkapi Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2019, tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). 

"Artinya, melalui aturan itu pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan pemutusan akses atau pemblokiran terhadap konten-konten yang melanggar peraturan-perundang-undangan. Tapi, aturan itu perlu disempurnakan dalam aspek pelindungan data pribadi. Maka, kami terus mendorong RUU Pelindungan Data Pribadi segera disahkan," kata dia. 

Sejauh ini, RUU PDP masih mengalami deadlock meski dijanjikan DPR akan disahkan dalam prolegnas 2021.

Baca Juga: Motif Pria Bunuh Diri di Tulungagung Karena Terlilit Pinjol

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya