Baru Sujud Syukur Bebas, Eks Bupati Bogor Jadi Tersangka Korupsi Lagi

KPK menetapkan Rachmat Yasin tersangka untuk dua kasus

Jakarta, IDN Times - Rasanya baru bulan lalu eks Bupati Bogor, Rachmat Yasin sujud syukur di depan pintu Lapas Sukamiskin, Bandung. Sebab, ia merasa bahagia lantaran bisa menghirup udara bebas usai mendekam di sana sekitar 5 tahun. 

Mantan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu memang belum sepenuhnya bebas. Ia masih menjalani cuti menjelang bebas pada (7/5) lalu. Menurut Kepala Lapas Sukamiskin, Tejo Harwanto, Rachmat baru merasakan bebas murni pada Agustus mendatang. 

Tapi, baru nyaris dua bulan berada di luar lapas, Rachmat malah dihantui akan kembali ke Sukamiskin lagi. Pada Selasa (25/6), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lagi Rachmat sebagai tersangka kasus rasuah. Bahkan, kali ini Rachmat jadi tersangka untuk dua kasus rasuah sekaligus, yakni pungli dan menerima gratifikasi. 

"Dalam proses penyidikan ini, KPK menetapkan RY (Rachmat Yasin) Bupati Bogor periode 2008-2014 sebagai tersangka," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah ketika mengumumkan status Rachmat pada Selasa (25/6) di gedung KPK. 

Lalu, kasus apa saja yang menjerat Rachmat? Mengapa KPK baru mengumumkan mantan kepala daerah itu sebagai tersangka ketika ia sudah menghirup udara bebas?

1. Rachmat ditetapkan jadi tersangka dalam kasus pungli terhadap SKPD dan menerima gratifikasi

Baru Sujud Syukur Bebas, Eks Bupati Bogor Jadi Tersangka Korupsi Lagi(Juru bicara KPK Febri Diansyah) ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Juru bicara KPK, Febri Diansyah menjelaskan Rachmat ditetapkan oleh penyidik sebagai tersangka dalam dua kasus yang berbeda. Pertama, ia diduga meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah sebesar Rp8.931.326.223. 

"Uang tersebut diduga digunakan untuk biaya operasional Bupati dan kebutuhan kampanye pemilihan kepala daerah dan pemilihan legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014," ujar Febri pada sore tadi. 

Kedua, Rachmat diduga menerima gratifikasi yang nilainya lebih dari Rp1 miliar. Gratifikasi itu berupa mobil Toyota Velfire senilai Rp825 juta dan tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor. Sayangnya, KPK belum memiliki data mengenai harga tanah yang luasnya mencapai puluhan hektare tersebut. 

Menurut penyidik, kata Febri, gratifikasi itu diterima oleh Rachmat berhubungan dengan jabatannya ketika itu sebagai Bupati Bogor. 

"Hal itu berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja," kata mantan aktivis antikorupsi itu. 

Baca Juga: KPK Sudah Tangkap 100 Kepala Daerah, Ini Daftar Lengkapnya

2. Rachmat meminta secara khusus kepada bawahannya untuk memenuhi dana di luar kebutuhan APBD

Baru Sujud Syukur Bebas, Eks Bupati Bogor Jadi Tersangka Korupsi Lagi(Ilustrasi suap) IDN Times/Sukma Shakti

Febri menjelaskan, perbuatan Rachmat tergolong keji lantaran meminta kepada bawahannya di jajaran Pemkab Bogor dana di luar kebutuhan APBD. Dana tersebut harus ia penuhi yang ketika itu masih menjabat sebagai Bupati. 

"RY (Rachmat) kemudian menggelar pertemuan khusus dan meminta kepada kepala dinas untuk membantu memenuhi kebutuhan itu," ujar Febri. 

Dana di luar kebutuhan APBD yang dimaksud Rachmat yakni dana operasional dan biaya pencalonannya kembali menjadi kepala daerah. Alhasil, setiap SKPD memotong dana di sejumlah sumber dana yang berbeda. 

"Dana yang dipotong berasal dari kegiatan pegawai, dana instentif struktural SKPD, dan insentif dari jasa pelayanan RSUD, upah pungut, pungutan kepada pihak yang mengajukan izin di Pemkab Bogor dan pungutan kepada pihak rekanan yang memenangkan tender," kata dia lagi. 

Maka, total duit yang diterima oleh Rachmat selama ia menjabat sebagai Bupati Bogor tercatat Rp8.931.326.223. 

3. Mobil Toyota Velfire diduga diberikan oleh seorang pengusaha

Baru Sujud Syukur Bebas, Eks Bupati Bogor Jadi Tersangka Korupsi LagiFreepik.com/macrovector

Sementara, berdasarkan fakta yang dimiliki oleh penyidik, mobil Toyota Velfire itu diserahkan oleh seorang pengusaha yang dekat dengan Rachmat. Mobil mewah itu diduga dibeli pada April 2010. 

"Namun uang muka untuk membeli mobil itu senilai Rp250 juta berasal dari RY (Rachmat Yasin)," kata Febri. 

Pengusaha itu kemudian membantu Rachmat untuk membayar cicilan mobil senilai Rp21 juta per bulan sejak periode April 2010-Maret 2013. Pengusaha yang sama rupanya juga pernah menjadi pengurus di tim sukses ketika Rachmat maju dalam pemilihan Bupati Bogor pada 2009 lalu. 

4. KPK menetapkan Rachmat sebagai tersangka usai ia bebas semata-mata karena baru ditemukan bukti yang cukup

Baru Sujud Syukur Bebas, Eks Bupati Bogor Jadi Tersangka Korupsi Lagi(Juru bicara KPK, Febri Diansyah) ANTARA FOTO

Sementara, ketika ditanya mengapa baru sekarang Rachmat ditetapkan lagi sebagai tersangka, jubir KPK menjelaskan hal itu semata-mata karena baru ditemukan bukti yang cukup oleh penyidik. Menurut mantan aktivis antikorupsi itu, dilihat dari Kitab Hukum Acara Pidana (KUHP) tidak ada bedanya apabila penyidikan dilakukan pada Mei 2019 atau pada 2018 lalu. 

"Karena ketika ditemukan bukti-bukti baru dan dibuka perkara baru maka ini akan dihitung di persidangan sampai dengan putusan, merupakan vonis yang berbeda dan harus dijalani," ujar Febri. 

Artinya, nanti, kata dia, akan tetap ditotalkan hukuman yang ia jalani. Untuk tindak kejahatan yang pernah dilakukan oleh Rachmat maksimal dijatuhi vonis 20 tahun. Pun untuk masa kedaluwarsa kasus untuk periode hukuman 20 tahun, maka masa habis berlakunya yakni 18 tahun. 

"Artinya, penuntutan masih bisa dilakukan pada periode itu," kata dia lagi. 

5. Rachmat terancam pidana penjara maksimal 20 tahun

Baru Sujud Syukur Bebas, Eks Bupati Bogor Jadi Tersangka Korupsi LagiIlustrasi narapidana. (IDN Times/Sukma Shakti)

Sementara, untuk dua tindak pidana baru ini, Rachmat dihantui hukuman bui 20 tahun. Penyidik KPK menggunakan dua pasal yakni pasal 12 huruf f dan pasal 12 BUU nomor 31 tahun 1999. Apabila merujuk ke pasal 12 huruf f maka tertulis "penyelenggara negara yang menjalankan tugas dilarang meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada penyelenggara negara yang lain." Untuk pasal ini, maka Rachmat terancam pidana 4-20 tahun penjara dan denda Rp200 juta - Rp1 miliar. 

Sedangkan, untuk pasal 12 B maka tertulis "setiap gratifikasi kepada pegawai negeri dianggap pemberian suap apabila terkait dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya." Apabila dilanggar, maka individu yang bersangkutan akan dihantui pidana penjara 4-20 tahun, lalu denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar. 

Baca Juga: Deretan Kepala Daerah yang Terjaring OTT KPK Sepanjang 2018

Topik:

Berita Terkini Lainnya