Bibit Vaksin Merah Putih Diserahkan ke Bio Farma Maret 2021

Vaksin Merah Putih diharapkan bisa diedarkan pada awal 2022

Jakarta, IDN Times - Menteri Riset dan Teknologi, Bambang Brodjonegoro mengatakan vaksin Merah Putih yang diproduksi di dalam negeri mengalami perkembangan cukup signifikan. Bibit vaksin Merah Putih rencananya akan diserahkan ke Bio Farma pada Maret 2021. 

Bibit vaksin yang diberikan ke Bio Farma menggunakan platform protein rekombinan. Bibit vaksin itu sudah lebih dulu diteliti oleh Lembaga Eijkman. 

Ia menjelaskan domain Kemenristek hanya hingga di tahap pengembangan vaksin. Sementara, tahapan selanjutnya hingga produksi menjadi domain Bio Farma dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Vaksin Merah Putih ini diharapkan bisa diedarkan pada 2022 mendatang. 

"Progress dari 6 (platform) ini, Eijkman yang paling cepat. Diperkirakan pada Maret bibit vaksin Merah Putih bisa diberikan ke Bio Farma. Rencananya vaksinasi bisa (dilakukan) pada pertengahan 2022. Kami upayakan (paling cepat) di akhir 2021 atau awal 2022," ungkap Bambang ketika rapat kerja dengan anggota Komisi VII di Gedung DPR Senayan, Jakarta Pusat. 

Begitu bibit vaksin sudah di tangan Bio Farma, maka perusahaan farmasi terbesar di kawasan Asia Tenggara itu akan melakukan beberapa tahapan, mulai dari uji pra klinis lanjutan yang dilakukan ke hewan, proses karakterisasi, lalu validasi untuk memastikan bibit vaksin bersih dari virus lainnya. 

Setelah melewati tahap tersebut, baru kemudian dilakukan rangkaian uji klinis terhadap manusia untuk mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) dari BPOM. Bambang memperkirakan butuh waktu 8 bulan untuk dilakukan uji klinis.

Lalu, kapan perkiraan vaksin Merah Putih mulai menjalani uji klinis?

1. Kepala Lembaga Eijkman memperkirakan uji klinis vaksin Merah Putih bisa dilakukan kuartal ke-3 2021

Bibit Vaksin Merah Putih Diserahkan ke Bio Farma Maret 2021Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Sementara, dalam rapat dengan komisi VII DPR itu, turut hadir Kepala Lembaga Eijkman, Amin Soebandrio. Ia memperkirakan uji klinis vaksin Merah Putih paling cepat bisa direalisasikan pada kuartal ketiga tahun 2021. Ia mengaku optimistis vaksin Merah Putih bisa mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) dari BPOM pada awal 2022. Sehingga, produksi massal juga sudah bisa dilakukan di tahun tersebut. 

"Rencananya uji klinis paling lambat kuartal IV tahun ini. Tapi, mudah-mudahan bisa maju satu kuartal. Kan kalau dilihat vaksin lain, dalam kurun waktu enam bulan sudah dapat EUA. Kami berharap di awal 2022, sudah dapat EUA dan akhirnya kita buat produksi massal," tutur Amin. 

Selain Eijkman, ada pula lima platform lain vaksin Merah Putih yang dikembangkan oleh beberapa institusi yaitu LIPI, Universitas Indonesia, UGM, UNAIR, hingga ITB. 

Baca Juga: Eijkman Luncurkan Bibit Vaksin Merah Putih Buatan RI Januari 2021

2. Kemenristek berharap setelah vaksin impor, pemerintah hanya menggunakan vaksin Merah Putih

Bibit Vaksin Merah Putih Diserahkan ke Bio Farma Maret 2021Jenis vaksin yang digunakan di Indonesia (IDN Times/Sukma Shakti)

Di dalam rapat tersebut, Bambang menegaskan vaksin Merah Putih masuk ke dalam program vaksinasi yang dicanangkan oleh pemerintah. Namun, bukan di tahap awal. Sesuai dengan rencana, penyuntikan vaksin impor diperkirakan akan berlangsung pada Januari 2021 hingga Maret 2022. Tujuannya, agar bisa terbentuk kekebalan kelompok setelah vaksin disuntikan ke 181,5 juta warga Indonesia. 

"Tetapi, kalau bisa setelah itu, vaksin Merah Putih yang dijadikan satu-satunya vaksin yang digunakan untuk penanganan vaksin COVID-19," kata Bambang. 

 Ia juga mengaku ikut mempertimbangkan terjadinya mutasi virus corona. Saat ini sudah ada tiga jenis mutasi virus yang diketahui oleh publik. Oleh sebab itu, Kemenristek turut mengantisipasi bila mutasi virus corona tersebut sudah masuk ke Indonesia. 

Hal lain yang juga menjadi pertimbangan dalam proses vaksinasi yaitu durasi imunitas yang bisa dihasilkan dari vaksin impor. "Sebab, meski herd immunity tercapai tapi daya tahan tubuh kita kurang, suatu saat (pandemik) bisa muncul lagi. Kita masih ingat malaria itu sempat hilang dari berbagai tempat di Indonesia, tapi kemudian muncul lagi karena terkait daya tahan tubuh manusia dan lingkungan," tutur dia. 

3. Vaksin merah putih yang dikembangkan oleh UNAIR dan UI belum bisa dikerjakan oleh Bio Farma

Bibit Vaksin Merah Putih Diserahkan ke Bio Farma Maret 2021Ilustrasi pengujian klinis tahap III vaksin COVID-19. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Selain vaksin merah putih yang dikembangkan oleh Lembaga Eijkman, ada pula vaksin serupa yang dikerjakan oleh kampus. Yang tercepat saat ini tengah dikerjakan oleh Universitas Airlangga dan UI. 

"Masalahnya (vaksin yang dikembangkan) UNAIR dan UI, platform yang dipakai belum bisa dikerjakan oleh Bio Farma. Jadi, kalau tadi ada yang mengatakan bila Indonesia ketinggalan soal vaksin, maka saya harus jawab iya," ujar Bambang blak-blakan. 

Ia menjelaskan Indonesia tertinggal jauh di sisi riset mengenai vaksin dan produksi. "Di sisi riset, kemampuan kita lebih banyak di protein rekombinan, sebab itu adalah platform yang sudah terbukti menghasilkan vaksin-vaksin yang kita kenal sekarang," ungkapnya lagi. 

Sementara, vaksin dengan teknologi mRNA seperti yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi Moderna dan Pfizer adalah sesuatu yang baru. "Jadi, vaksin COVID-19 ini termasuk baru dan belum ada vaksin mRNA untuk COVID-19 yang sudah proven (terbukti ampuh tak menularkan COVID-19)," katanya. 

https://www.youtube.com/embed/4-W-Vig3J1I

Baca Juga: Vaksin Merah Putih vs Vaksin Sinovac, Apa Bedanya?

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya