Budi Gunadi Jadi Menkes, Epidemiolog: Tak Harus Seorang Dokter

Budi Gunadi Sadikin dinilai punya manajemen kesehatan publik

Jakarta, IDN Times - Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Dr. Pandu Riono, menyebut kursi menteri kesehatan tidak selalu harus diduduki oleh individu yang punya latar belakang sebagai dokter.

Sebab, kata Pandu, yang dibutuhkan adalah seorang manajer yang baik dalam kesehatan publik. Hal itu ia lihat dimiliki oleh Budi Gunadi Sadikin, yang baru saja diumumkan oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo menjadi Menteri Kesehatan menggantikan Terawan Agus Putranto, Selasa (22/12/2020). 

Pandu mengaku sempat dikontak oleh Budi pada November lalu dan diajak berdiskusi mengenai penanganan pandemik COVID-19. Namun, ia mengaku tidak tahu apakah ketika itu Jokowi telah menawari kursi Menkes kepada pria yang akrab disapa BGS tersebut. 

"Pak Budi mengundang saya untuk berdiskusi mengenai penanganan pandemik head to head, jadi secara langsung. Ketika itu Beliau baru pulang dari Jenewa," ungkap Pandu ketika dihubungi IDN Times melalui telepon pada hari ini. 

Dalam diskusi itu, Pandu melihat mantan Direktur Bank Mandiri tersebut punya visi untuk bisa mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity dengan cara vaksinasi.

"Tapi, dia percaya sebelum vaksinasi itu terjadi maka harus dilakukan 3M (mengenakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak). Dia ngerti soal itu," tutur Pandu lagi. 

Pandu pun mengaku terkejut meski Budi memiliki latar belakang pendidikan ilmu fisika nuklir, tetapi justru paham terkait penanganan pandemik.

"Jadi, saya sempat presentasi (di hadapan Beliau) dan Beliau sempat mendebat beberapa pemaparan saya," katanya. 

Lalu, mengapa tidak sebaiknya menkes dijabat oleh seseorang yang memiliki latar belakang sebagai dokter?

1. Epidemiolog menilai dokter bukan manajer yang baik

Budi Gunadi Jadi Menkes, Epidemiolog: Tak Harus Seorang DokterEpidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono dalam diskusi daring bertajuk Proyeksi Kasus COVID-19 dan Evaluasi PSBB Jumat (23/10/2020) (Tangkapan layar/YouTube KGM Bappenas)

Pandu menjelaskan bahwa biasanya ketika Kementerian Kesehatan dipimpin oleh individu dengan latar belakang dokter justru tidak beres. Sebab, dokter bukanlah manajer yang baik. 

"Apalagi sebagian besar dokter itu kan klinikus. Dia gak ngerti public health. Padahal, tugas dan tanggung jawab Kementerian Kesehatan ada di kesehatan publik, bukan urusin obat. Dia harus mengurus kebijakan yang berdampak pada kesehatan publik," kata Pandu. 

Untuk itu, Pandu melanjutkan, dibutuhkan individu yang menguasai isu manajemen. Sementara di lapangan, dokter sering kali bekerja sebagai single fighter

Pandu mengaku sempat berjumpa tatap muka sekali dengan Budi. Tetapi, diskusi sering dilakukan melalui pesan pendek.

"(Diskusinya) tidak intens, tetapi setiap kali ada usulan atau pertanyaan, kami pasti berbicara lewat WhatsApp," ujarnya. 

Baca Juga: [BREAKING] Budi Gunadi Sadikin Jadi Menkes, Gantikan Terawan

2. Budi Gunadi sempat curhat dalam posisi yang sulit untuk memulihkan ekonomi tapi pandemik tidak terkendali

Budi Gunadi Jadi Menkes, Epidemiolog: Tak Harus Seorang DokterBudi Gunadi Sadikin (Instagram.com/budigsadikin)

Ketika berdiskusi dengan Pandu, Budi sempat mengeluh meski posisinya sebagai ketua pemulihan ekonomi nasional, tetapi perekonomian tidak akan berjalan normal bila pandemik COVID-19 tidak selesai.

"Dia mengatakan yang mengurusin pandemik malah gak beres-beres," kata Pandu menirukan kalimat Budi ketika itu. 

Oleh sebab itu, Budi sempat menuturkan seandainya ia terpilih menjadi Menkes, maka jalannya untuk memulihkan perekonomian akan lebih mudah bila pandemiknya sudah selesai.

"Artinya, kalau ekonomi mau berjalan, pandemiknya harus diatasi dulu," tutur dia lagi. 

3. Epidemiolog sempat menanyakan ke Budi Gunadi mengapa RI membeli vaksin Sinovac

Budi Gunadi Jadi Menkes, Epidemiolog: Tak Harus Seorang DokterIlustrasi Vaksin (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam diskusinya dengan Budi Gunadi Sadikin, Pandu sempat bertanya mengapa Indonesia malah memilih membeli vaksin CoronaVac buatan Sinovac Biotech. Sebab, hingga kini efikasi vaksinnya belum dirilis oleh Sinovac. 

"Dia mengatakan karena sudah ada kesepakatan B to B antara Biofarma dan Sinovac. Tapi, kalau kesepakatan B to B kan tidak bisa menjamin (vaksin) akan dibeli oleh pemerintah, makanya ketika itu timbul opsi vaksin akan berbayar. Sebab, kalau harus dibeli oleh pemerintah maka membutuhkan kewenangan presiden," kata Pandu. 

Di situlah, Pandu sempat memberikan masukan agar vaksin digratiskan. Ia menjabarkan ada beberapa alasan mengapa vaksin harus gratis untuk semua warga Indonesia.

"Pertama, hal itu tidak sesuai dengan konstitusi, kedua akan mengurangi akses vaksin (bagi warga lain), ketiga, tujuan mengatasi pandemik akan gagal karena herd immunity akan sulit tercapai," tutur dia. 

Menurut Pandu, kekebalan kelompok harus dicapai dalam kurun waktu dua tahun. Bila memungkinkan, bisa dalam waktu satu tahun. 

Baca Juga: Profil Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan Pengganti Terawan

Topik:

  • Sunariyah
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya