Capim dari Polri Buat KPK Lebih Buruk, Sekedar Prasangka Atau Fakta?

Polri klaim berhasil tuntaskan 60 persen kasus korupsi

Jakarta, IDN Times - Di tengah proses seleksi calon pimpinan KPK, selalu muncul narasi sebaiknya capim dari unsur aparat penegak hukum lainnya seperti polisi dan jaksa tak ikut mendaftar. Hal itu lantaran bisa memunculkan loyalitas ganda dari institusi asal para penegak hukum tersebut. Apalagi kasus korupsi yang ditangani oleh institusi rasuah mayoritas memiliki kerugian keuangan negara yang besar dan bersinggungan dengan banyak kepentingan. 

Oleh sebab itu, capim KPK yang terpilih pada Desember mendatang harus independen dan tidak bisa disetir oleh pihak mana pun. Hal itu disampaikan peneliti organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz ketika berbicara di program Indonesia Lawyers Club (ILC) yang tayang di stasiun tvOne pada Selasa malam (23/7). 

"Menurut saya problem hari ini di penegakan hukum di lembaga konvensional seperti di kepolisian dan kejaksaan adalah banyaknya intervensi secara politik. Penyidik Polri di Ditipidkor Bareskrim kan banyak yang sebelumnya bekerja di KPK merasa secara institusi tidak leluasa menjalankan fungsi-fungsi penegakan hukum," kata Donal semalam. 

Ia pun bertanya kepada para jenderal polisi dan jaksa yang aktif lalu ikut mendaftar proses seleksi capim KPK, apakah mereka tidak terbelenggu dengan intervensi politik tersebut? Sebab, berdasarkan cerita yang ia dengar langsung dari personel kepolisian, gangguan dan intervensi itu kerap muncul apabila Polri tengah menangani kasus besar. 

Wah, apa betul ya begitu? Apa tanggapan Mabes Polri soal adanya tudingan loyalitas ganda apabila capim KPK berasal dari unsur kepolisian? 

1. Donal memberikan contoh kasus ajudan eks petinggi Mahkamah Agung dari kepolisian tak hadir apabila dipanggil KPK

Capim dari Polri Buat KPK Lebih Buruk, Sekedar Prasangka Atau Fakta?mahkamahagung.go.id

Sebenarnya ada keuntungan yang bisa diperoleh apabila capim KPK berasal dari unsur kepolisian, yakni mempermudah koordinasi antara institusi antirasuah dengan Polri. Khususnya apabila ada kasus yang tengah ditangani KPK dan melibatkan personel kepolisian. Namun, sering kali faktanya tidak demikian. 

Peneliti ICW, Donal Fariz mencontohkan sebuah kasus korupsi yang diduga melibatkan eks para petinggi di Mahkamah Agung. Penyidik institusi antirasuah kemudian membutuhkan kesaksian dari para ajudan eks petinggi di MA tersebut yang notabene adalah polisi. 

"KPK sudah bolak-balik memanggil ajudan tersebut. Bahkan, berkoordinasi dengan Polri, tapi sampai sekarang tidak pernah ada keterbukaan untuk menghadirkan yang bersangkutan untuk diperiksa sebagai saksi. Ini baru diperiksa sebagai saksi," kata Donal. 

Lantaran hal itu, maka Donal tidak bisa membayangkan yang nanti duduk sebagai pimpinan KPK adalah jenderal polisi aktif, maka tak menutup kemungkinan intervensi tersebut masih ada. 

"Nanti bisa-bisa (ketika yang duduk sebagai pimpinan jenderal) bintang dua maka yang menelepon (jenderal) bintang tiga. (Jenderal) bintang tiga (yang duduk sebagai pimpinan KPK), maka yang menelepon bintang empat. Jadi, memang ada gangguan soal independensi tadi," tutur dia.

Baca Juga: Ini Daftar Nama 104 Capim KPK yang Lolos ke Tahap 3 

2. Aktivis HAM Haris Azhar mendesak pansel melakukan penelusuran rekam jejak yang menyeluruh terhadap para capim KPK dari unsur penegak hukum

Capim dari Polri Buat KPK Lebih Buruk, Sekedar Prasangka Atau Fakta?ANTARA FOTO/Reno Esnir

Di program yang sama, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Haris Azhar turut menyampaikan pandangannya. Haris membuka narasi dengan menyatakan kekecewaan terhadap pansel periode 2019-2023. Lantaran sejak awal tak memiliki visi dan misi yang jelas soal program pemberantasan korupsi ke depan. 

"Pansel ini agendanya apa. Setelah saya cek, pansel ini gak pernah mengecek KTP orang-orang ini kok (para pelamar pimpinan KPK). Sudah asistensinya. Padahal, seharusnya pansel bisa lebih detail melakukan proses seleksi," kata Haris semalam di program ILC. 

Hal lain yang menarik disarankan oleh Haris yakni agar pansel melakukan uji publik dan penelusuran terhadap semua produk atau hasil kinerja para capim yang berasal dari institusi kepolisian, kejaksaan, hakim dan pengacara. 

"Anda sudah membaca belum putusan-putusan para hakim yang melamar masuk ke KPK? Anda sudah mengecek belum dakwaan yang dibuat oleh para jaksa? Begitu juga karya-karya dari personel kepolisian? Itu semua harus dibaca," kata dia lagi. 

Mengapa hal itu penting? Agar ketika nanti mereka yang terpilih, institusi KPK tidak tersandera karena tiba-tiba belakangan mereka tersandung masalah hukum. 

Haris kemudian mencontohkan eks Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto yang pernah ditangkap oleh polisi karena dituding pernah menghadirkan saksi palsu saat sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi. Pria yang akrab disapa BW, ketika itu masih bekerja sebagai pengacara. 

"Pertanyaan kita pasti lha dulu itu pansel kerjanya ngapain? Kok pansel gak memeriksa kasusnya. Kok tiba-tiba polisi manggil dan KPK malah ikut tersandera gara-gara kasus tersebut?," tanya Haris. 

3. Staf Ahli Kapolri meminta agar publik tak melihat citra kepolisian ketika masih di zaman sebelum reformasi

Capim dari Polri Buat KPK Lebih Buruk, Sekedar Prasangka Atau Fakta?IDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Salah satu jenderal aktif di kepolisian yang ikut mendaftar seleksi capim KPK adalah staf ahli Kapolri, Irjen (Pol) Ike Edwin. Sebelum duduk di posisinya yang sekarang, Ike pernah menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Korupsi di Bareskrim Mabes Polri pada 2009 lalu. 

"Ketika itu saya termasuk yang lebih awal menyelesaikan Inpres nomor 9 mengenai tipikor dengan 120 persen dan selesai. Artinya, saya memenuhi target yang diberikan," kata Ike di program yang sama. 

Ia menjelaskan seharusnya publik tak lagi terpaku pada citra dan kinerja korps Bhayangkara sebelum era reformasi. Kinerja Polri, katanya, dari tahun ke tahun justru semakin membaik. Khususnya di bawah kepemimpinan Jenderal (Pol) Tito Karnavian. 

"Dulu tingkat kepercayaan publik sebelum di era reformasi hanya 35 persen. Tapi, sekarang tingkat kepercayaan ke Polri sudah 77 persen. Bahkan, berdasarkan lembaga survei, Polri masuk ke dalam 4 lembaga besar terpercaya," tutur dia. 

Ike kemudian mengutip data lain yang menyebut Polri merupakan institusi penegak hukum terbaik ke-9 di dunia apabila dibandingkan dengan negara-negara lain. 

"Jadi, dari sekian ratus negara, Polri ini masuk 10 besar," katanya. 

Oleh sebab itu, Ike mengajak agar publik tidak memiliki prasangka buruk dulu ke Polri. 

"Jangan melihat Polri yang dulu-dulu saja. Pasti dari hari ke hari Polri semakin baik," kata dia lagi. 

Lalu, apa alasan Ike ingin ikut seleksi capim KPK? Menurutnya, ia ingin mengabdi. Selagi usia masih ada dan fisik memungkinkan, Ike menilai tak ada salahnya ia ikut seleksi capim KPK. Ia pun menegaskan tidak disuruh oleh Tito untuk ikut mendaftar. 

"Memang harus minta izin dulu untuk ikut mendaftar, tapi mendaftarnya ya per individu. Jadi, tidak ada instruksi apa pun," ujarnya. 

4. Mabes Polri meminta agar siapa pun yang terpilih menjadi pimpinan KPK termasuk polisi diberi kesempatan untuk bekerja

Capim dari Polri Buat KPK Lebih Buruk, Sekedar Prasangka Atau Fakta?(Daftar latar belakang capim KPK yang lolos ke tahap ketiga) IDN Times/Rahmat Arief

Sementara, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengajak publik untuk memberikan kesempatan kepada siapa pun yang terpilih jadi pimpinan KPK, bekerja dulu. Nanti, apabila ditemukan ketidak beresan baru diprotes. 

"Siapa pun nanti yang terpilih untuk menjadi pimpinan KPK, pasti akan menjaga marwahnya itu. Jadi, tidak boleh su'uzon dulu," kata Dedi di program yang sama. 

Ia pun yakin 10 nama yang nantinya dipilih oleh pansel, adalah individu terbaik untuk memimpin KPK. Hal lain yang digaris bawahi oleh Dedi yakni 11 jenderal aktif yang direkomendasikan untuk ikut daftar memiliki integritas yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan yang dicari oleh pansel. 

Baca Juga: Pansel: 104 Capim KPK Lolos ke Tahap 3, Termasuk 9 Polisi Aktif 

Topik:

Berita Terkini Lainnya