Cerita Kru Kapal Selam yang Salat Idul Fitri dari Kedalaman 30 Meter

Ketika bertugas, kru kapal selam tak bisa kontak keluarga

Jakarta, IDN Times - Bertugas menjadi kru kapal selam sering kali terpaksa harus melewatkan momen hari raya, termasuk Idul Fitri. Bahkan, sering kali kru kapal selam menunaikan ibadah di bawah laut. Itu merupakan pengalaman yang dilalui Asisten Perencanaan dan Anggaran Kepala Staf Angkatan Laut (Asrena KSAL), Laksamana Muda TNI Muhammad Ali.

Dalam wawancara khusus bersama IDN Times, Ali mengaku sering melalui hari besar keagamaan saat sedang bertugas di bawah laut. Ali pernah menjadi komandan KRI Nanggala-402 pada 2004 lalu. Kini, kapal selam buatan Jerman itu tenggelam dan berada di kedalaman 838 meter di utara perairan Bali. 

"Kalau (kami) sedang berada di bawah laut dan ruangannya sempit, maka kami akan tetap carikan ruangan untuk bisa salat. Biasanya yang agak longgar berada di PIT (Pusat Informasi Tempur)," ungkap Ali ketika berbicara di program "Ngobrol Seru" yang tayang di YouTube IDN Times pada Jumat (14/5/2021). 

Ibadah pun, kata Ali, harus dilakukan secara bergantian lantaran ruangan di dalam lambung Nanggala 402 yang tidak terlalu besar. "Kecuali kalau kami sedang lego jangkar, kami bisa salat berjemaah (di atas badan kapal selam). Tapi, kalau sedang salat di atas pun tetap harus waspada. Artinya, pintu baterai harus ditutup," kata pria yang juga pernah bertugas di kapal selam KRI Pasopati sebagai perwira torpedo. 

Bila salat bisa dilakukan secara berjemaah di atas badan kapal, maka kapal selam akan berhenti sejenak. Lalu, badan kapal akan diarahkan sesuai dengan arah kiblat. 

Pengalaman unik lainnya yang dilalui Ali yaitu ia harus salat Idul Fitri ketika Nanggala 402 tengah menyelam di kedalaman 30 meter. Bagaimana ceritanya?

Baca Juga: Panglima TNI: Insiden KRI Nanggala-402 jadi Pelajaran Berharga

1. Laksamana Ali pernah salat Idul Fitri di kedalaman 30 meter menuju wilayah Sabang

Cerita Kru Kapal Selam yang Salat Idul Fitri dari Kedalaman 30 MeterMantan Komandan Kapal Selam Nanggala 402, Kolonel Laut (P) Iwa Kartiwa (pojok kiri) membantah sakit karena terpapar radiasi serbuk besi saat bertugas di kapal selam. (Dokumentasi TNI AL)

Dalam perbincangan itu, Ali juga mengisahkan pernah terpaksa harus merayakan Idul Fitri ketika tengah bertugas. Alhasil, ia dan kru Nanggala-402 terpaksa harus Salat Idul Fitri di dalam kapal selam. 

"Pada saat itu kami sedang berlayar menuju ke Sabang dari Jakarta. Kami salat (secara bergantian) ketika sedang melewati pantai barat Sumatera. Jadi, kami menyelam 30 meter kemudian haluannya diarahkan ke 290 (arah kiblat), lalu berjejer di lorong untuk salat Ied," kata Ali. 

Tak seperti layaknya suasana Idul Fitri di darat, di dalam kapal selam tidak ada suara gema takbir. "Ya, suara takbir itu dari kami sendiri yang menggemakan," tutur dia. 

Meski begitu, tidak semua kru bisa menunaikan salat Ied. Dalam misi tertentu, KRI Nanggala-402 biasa mengangkut sekitar 50 pegawai. Sebagian kru yang sedang bertugas tetap harus memastikan kapal selam beroperasi secara prima. 

Pria yang juga sempat menjabat Gubernur Akademi Angkatan Laut (AAL) itu mengatakan saat Ramadan, kru kapal selam menggunakan jam yang mereka bawa sebagai penanda imsak atau maghrib. Sebab, selama menyelam, kru kapal selam tak bisa melihat matahari. 

Baca Juga: Connie Bakrie Siap Ungkap Identitas Mafia Alutsista ke Menhan Prabowo

2. Meski rindu keluarga, kru kapal selam tak bisa menghubungi di hari raya

Cerita Kru Kapal Selam yang Salat Idul Fitri dari Kedalaman 30 MeterKapal selam KRI Nanggala-402 (Antara Foto)

Hal lain yang menjadikan tugas sebagai kru kapal selam berat yaitu saat tengah bertugas, mereka tak dapat menghubungi keluarga yang ada di daratan. Alat komunikasi berupa radio memang tersedia. "Tapi, alat itu hanya dapat digunakan bila terkait dinas dan pekerjaan," ungkap Ali. 

Ia mengatakan saat bertugas, komunikasi ke dunia luar sangat dibatasi. Ia menjelaskan tak bisa sembarangan menggunakan ponsel meski dibolehkan membawanya. "Boleh saja membawa ponsel, tapi kan tidak bisa digunakan saat menyelam, karena tidak ada sinyal," tutur dia. 

Selain itu, komunikasi dengan menggunakan ponsel juga harus hati-hati dilakukan agar tidak menunjukkan posisi mereka. "Kecuali kalau dalam pelayaran yang bukan merupakan misi khusus, biasanya mendekati pangkalan perjalanan pulang, baru kami dibolehkan menggunakan ponsel," tutur dia. 

3. Salat berjemaah bisa dilakukan ketika tak sedang menjalani misi khusus

Cerita Kru Kapal Selam yang Salat Idul Fitri dari Kedalaman 30 MeterKru kapal selam KRI Ardadedali-403 sedang menunaikan salat di atas badan kapal selam (www.instagram.com/@submarines.id)

Sementara, salat berjemaah bisa dilakukan oleh kru kapal selam, kata Ali, bila tidak sedang mengikuti misi khusus atau pelayaran biasa. Saat itu, kru kapal selam akan berhenti dan lego jangkar. 

"Kami sesuaikan arah kapal dengan arah kiblat baru kemudian kami bisa salat berjemaah," ujar Ali. 

Ia mengakui tidak mudah untuk menjadi kru kapal selam. Sebab, selain harus mampu bertugas di ruang sempit dalam jangka waktu yang lama, mereka juga harus dapat menahan untuk jauh dari keluarga. 

"Tapi, kami sudah memberikan pengertian kepada keluarga, istri, dan anak-anak, bahwa tugasnya seperti itu. Mungkin awalnya agak canggung, tapi lama-lama sudah terbiasa," tutur dia lagi. 

https://www.youtube.com/embed/iKJQYgllorc

Baca Juga: Pakar ITS: RI Tak Punya Alat untuk Evakuasi ABK KRI Nanggala-402

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya