COVID-19 Menggila, Puan Desak Pemerintah Segera Terapkan PSBB Terbatas

"Tombol bahaya harus dinyalakan untuk kondisi darurat ini"

Jakarta, IDN Times - Ketua DPR Puan Maharani mendesak pemerintah segera berlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara terbatas. Puan mendorong agar PSBB itu diterapkan di wilayah yang masuk zona merah COVID-19. Sementara, di area yang tak masuk zona merah, pemerintah dapat memperketat kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro.

Cara itu diharapkan oleh Puan bisa mengendalikan kenaikan kasus COVID-19 yang kini semakin menggila di Tanah Air. Berdasarkan data yang dirilis oleh Satuan Tugas Penanganan COVID-19, kasus harian kembali mencatat rekor pada Minggu, 20 Juni 2021, yakni mencapai 13.737. Sehingga, akumulasi kasus COVID-19 mencapai 1.989.909. Meski fakta di lapangan, angka COVID-19 di Tanah Air sudah lebih dari 2 juta. 

"Pemerintah harus segera bertindak untuk mengatasi lonjakan kasus COVID-19 yang makin mengkhawatirkan. Berlakukan PSBB secara terbatas untuk daerah-daerah di zona merah atau pengetatan di PPKM mikro," ujar Puan ketika memberikan keterangannya pada Senin (21/6/2021). 

Bila kebijakan tegas tak segera diambil, kata Puan, dikhawatirkan kondisi pandemik di Indonesia semakin memburuk. Angka positivity rate pada Minggu kemarin telah mencapai 42,7 persen. Artinya, tingkat penularan COVID-19 sudah sangat tinggi. 

Puan pun sempat menyinggung agar diberlakukan karantina wilayah alias lockdown. Tapi, apakah pemerintah masih memiliki dana bila dilakukan lockdown?

1. Puan dorong agar tombol Alarm bahaya segera dinyalakan

COVID-19 Menggila, Puan Desak Pemerintah Segera Terapkan PSBB TerbatasRumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat (IDN Times/Besse Fadhilah)

Menurut Puan, sesuai dengan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan Nomor 6 Tahun 2018, pemerintah memiliki kewenangan melakukan pembatasan sosial atau lockdown untuk mengatasi pandemik COVID-19. Namun, belum diketahui apakah pemerintah masih memiliki dana untuk menanggung biaya hidup warga bila karantina wilayah dijadikan opsi. 

Di dalam Pasal 8 UU No 6 tersebut tertulis bahwa kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

"Tombol bahaya harus dinyalakan untuk kondisi darurat ini dan meningkatkan kesadaran akan bahaya lonjakan kasus COVID-19," kata perempuan pertama yang jadi Ketua DPR tersebut. 

Baca Juga: 1,5 Tahun Pandemik, Indonesia Belum Lewati Gelombang Pertama COVID-19

2. Lockdown regional membutuhkan dana ratusan triliun rupiah

COVID-19 Menggila, Puan Desak Pemerintah Segera Terapkan PSBB TerbatasIlustrasi lockdown (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, dalam hitung-hitungan ekonom senior Faisal Basri, bila opsi lockdown nasional diambil pemerintah, maka akan membutuhkan anggaran yang sangat besar. Oleh sebab itu, ia ragu opsi tersebut akan ditempuh oleh pemerintah. 

Faisal pun mengusulkan agar lockdown dimulai dari pulau-pulau terbesar di Tanah Air, misal Jawa. Bila opsi lockdown dilakukan di Pulau Jawa maka butuh anggaran ratusan triliun. Ia belum memiliki nominal pasti karena perlu dihitung ulang dari perkiraan angka tahun 2020. 

"Dulu kalau Jakarta saja yang di-lockdown selama 2 minggu, maka perkiraan biayanya waktu itu mencapai Rp100 triliun. Sekarang, sudah pasti jauh lebih besar," kata Faisal menjawab pertanyaanIDN Times dalam diskusi virtual yang digelar pada Minggu, 20 Juni 2021. 

Ia pun mengusulkan agar realokasi anggaran dari sejumlah kementerian tetap dilakukan. Selain itu, sejumlah proyek seperti infrastruktur atau pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur ditunda untuk sementara waktu. 

"Biaya perjalanan dinas juga untuk sementara waktu bisa dialihkan. Sehingga, menurut saya dananya (untuk biaya lockdown) masih bisa dicarikan asal political will-nya ada dengan menunda sejumlah agenda ekonomi," tutur dia. 

3. Ribuan orang teken petisi agar Jokowi segera berlakukan kebijakan lockdown

COVID-19 Menggila, Puan Desak Pemerintah Segera Terapkan PSBB TerbatasANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Sementara, desakan agar Presiden Joko "Jokowi" Widodo melakukan lockdown diserukan oleh ribuan orang melalui petisi dan surat terbuka. Mereka menilai kondisi saat ini masuk kategori darurat. 

Surat yang diinisiasi oleh komunitas Lapor COVID-19 itu menggambarkan kekhawatiran warga terhadap situasi pandemik yang terus memburuk. Data dari Satgas Penanganan COVID-19 selama tiga hari berturut-turut menggambarkan kasus harian sudah menembus angka 12 ribu. Bahkan, kasus aktif yang menunjukkan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit per 19 Juni 2021 mencapai 135.738. 

Kekhawatiran terhadap lonjakan kasus COVID-19 dalam sepekan terakhir salah satunya dipicu karena varian baru Delta yang semula ditemukan di India sudah masuk ke Indonesia.

"Hari-hari terakhir ini kita menyaksikan suatu peristiwa krisis kesehatan publik yang kondisinya lebih buruk dari apa yang sudah pernah kita alami beberapa bulan yang lalu. Bahkan, situasi yang kita hadapi saat ini akan terus memburuk di hari-hari ke depan," demikian bunyi surat terbuka yang diunggah oleh Lapor COVID-19 di akun media sosialnya sejak Jumat, 18 Juni 2021 lalu. 

Hingga hari ini, petisi dan surat yang ditujukan kepada Jokowi itu sudah diteken oleh 2.358 orang. "Bapak Jokowi yang bijak, dalam situasi darurat kesehatan publik seperti sekarang, bukan waktunya memikirkan ekonomi. Cukup berhenti sementara memikirkan hal-hal tersebut dalam kurun waktu tiga bulan ke depan dan konsentrasi penuh menyelesaikan masalah pandemi," kata mereka lagi. 

Publik menilai semakin lambat tindakan tegas diambil maka semakin besar dampak yang harus ditanggung. Maka mereka berharap melalui surat terbuka itu, Jokowi bersedia mengeluarkan keputusan untuk karantina wilayah dan mempertegas pembatasan pergerakan fisik. 

Baca Juga: Ribuan Orang Teken Petisi Minta Jokowi Segera Lockdown Atasi COVID-19

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya