Curhat Mega yang Trauma Kadernya Kena OTT KPK Saat Pilkada 2018

"Anak saya diambil (KPK), fair! Tapi, jangan ada pesanan"

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekarnoputri mengaku jengkel salah satu kadernya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) jelang Pilkada 2018 lalu. Kader yang ia maksud adalah Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), Marianus Sae. Dua tahun lalu ia ikut sebagai calon gubernur NTT melawan kader Partai Nasdem, Victor Laiskodat. 

Presiden ke-5 itu terlihat kesal karena beberapa hari jelang Pilkada, Marianus justru ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia ditangkap penyidik dua tahun lalu karena menerima suap senilai Rp5,9 miliar terkait pengadaan proyek di NTT. 

"Coba, bayangkan hanya tinggal beberapa hari, tahu-tahu yang namanya Marianus Sae langsung dinyatakan dak (sebagai tersangka). Sebagai ketua umum saya menyatakan gimana sih ini sudah gak fair," kata Mega ketika memberikan pengarahan kepada para peserta calon kepala daerah Pilkada 2020 di Gedung DPP PDIP Jakarta pada Rabu (19/2). 

Nadanya semakin meninggi dengan menyebut seharusnya Marianus ditangkap saat ini dan bukan ketika akan mengikuti pilkada tahun 2018. 

"Kalau memang mau karena anak saya diambil itu ya sekarang ini. Fair! Tapi, jangan ada pesanan! Itu dicatet tuh sama wartawan," ungkapnya lagi. 

Bahkan, Mega sempat melontarkan ia emosi kepada KPU ketika organisasi itu meminta agar PDIP segera mencari pengganti Marianus. Padahal, pilkada tinggal beberapa hari lagi.

Apa sih pernyataan yang hendak disampaikan oleh Mega ke KPU?

1. Mega nyaris melontarkan kalimat kasar ketika diminta oleh KPU cari pengganti Marianus Sae

Curhat Mega yang Trauma Kadernya Kena OTT KPK Saat Pilkada 2018Dok. IDN Times

Usai Marianus ditangkap KPU, mereka meminta agar PDIP segera mencari penggantinya. Namun, menurut Mega hal itu tidak mudah dilakukan, lantaran pilkada tinggal beberapa hari lagi. 

"KPU bilang ke saya; 'kan masih bisa, Bu, ada penggantinya.' Tahu gak dari mulut saya ini hampir keluar kata-kata kotor, saking jengkelnya saya," tutur Mega. 

Ia menegaskan OTT yang dilakukan oleh komisi antirasuah ketika itu merupakan pesanan. Sebab, akibat operasi senyap itu, Victor selaku lawan politiknya diuntungkan. Kursi gubernur akhirnya direbut Victor. 

Baca Juga: Marianus Sae Calon Gubernur NTT yang Diusung PDIP Kena OTT KPK

2. KPK menegaskan setiap OTT yang dilakukan berdasarkan bukti

Curhat Mega yang Trauma Kadernya Kena OTT KPK Saat Pilkada 2018(Logo KPK di bagian depan gedung sudah tak lagi ditutupi selubung hitam) IDN Times/Irfan Fathurohman

Tuduhan bahwa OTT KPK bisa dipesan sudah lama disampaikan oleh para politikus. Eks Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah pernah menyampaikan komentar serupa tahun 2018 lalu. Namun, pernyataan itu ditepis oleh Febri Diansyah yang ketika itu masih duduk sebagai juru bicara. 

"Menurut kami, itu tidak terlalu penting untuk ditanggapi karena KPK sejak awal mengatakan kami bekerja berdasarkan kekuatan bukti," ungkap Febri di gedung KPK pada 2018 lalu. 

Ia bahkan seolah menyindir Fahri kala itu sebagai individu yang sering berbicara di ruang publik namun hanya berupa tuduhan semata. Tanpa menunjukkan bukti. Menurutnya, orang-orang seperti itu sebaiknya diabaikan saja.

"Sebaiknya tidak perlu saya tanggapi," tuturnya lagi. 

3. Marianus Sae divonis 8 tahun bui dan hak politiknya dicabut selama empat tahun

Curhat Mega yang Trauma Kadernya Kena OTT KPK Saat Pilkada 2018(Eks Bupati Ngada Marianus Sae) ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

Berdasarkan hasil sidang pada September 2018, majelis hakim di Pengadilan Tipikor Surabaya menyatakan Marianus terbukti melakukan korupsi. Ia terbukti menerima suap senilai Rp5,783 miliar dengan gratifikasi Rp875 juta. 

Atas perbuatannya itu, Marianus dijatuhi vonis 8 tahun bui dan didenda Rp300 juta. Hak politiknya juga dicabut selama empat tahun. 

Vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa KPK yang menuntut 10 tahun penjara dan denda Rp400 juta. Sementara, hak politik yang dicabut selama 5 tahun. 

Baca Juga: Tutup Tahun 2018, KPK Pecahkan Rekor OTT Terbanyak Dalam Sejarah

Topik:

Berita Terkini Lainnya