DPR Bakal Sahkan RUU TPKS Jadi UU di Rapat Paripurna Hari Ini

PKS jadi satu-satunya fraksi yang tolak RUU TPKS

Jakarta, IDN Times - Setelah berjuang selama enam tahun, akhirnya penantian untuk publik memiliki aturan yang bisa memproses pelaku tindak kejahatan seksual bakal tergenapi pada Selasa (12/4/2022). Pada hari ini, DPR bakal mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang. 

Konfirmasi itu disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad kepada media pada Senin, 11 April 2022 di Senayan. "RUU TPKS akan disahkan menjadi inisiatif DPR pada tanggal 12 April besok, sebelum memasuki masa reses pada 14 April 2022," ungkap Dasco. 

Berdasarkan jadwal yang dirilis oleh tim sekretariat jenderal DPR, pada pagi ini pukul 10:00 bakal diadakan rapat paripurna. Sebelumnya, DPR sudah mengambil keputusan tingkat I terhadap RUU TPKS. Hasilnya, RUU TPKS menjadi inisiatif parlemen. 

Hal itu diputuskan usai sembilan fraksi di DPR menyampaikan pandangan masing-masing dalam rapat paripurna yang digelar pada 18 Januari 2022. “Apakah RUU usul inisiatif Badan Legislasi DPR RI tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat disetujui menjadi RUU usul inisiatif DPR RI?" tanya Ketua DPR, Puan Maharani. 

"Setuju," jawab para peserta rapat yang diikuti ketukan palu sebagai tanda persetujuan. 

Dari sembilan fraksi, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dengan tegas menolak RUU TPKS. Mengapa mereka memilih menolak? Padahal, aturan ini ditujukan memberikan perlindungan bagi korban tindak kejahatan seksual. 

1. Fraksi PKS menolak RUU TPKS karena seks bebas tak dikenai sanksi

DPR Bakal Sahkan RUU TPKS Jadi UU di Rapat Paripurna Hari Iniilustrasi berhubungan seks (pexels.com/cottonbro)

Sementara, Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini menjelaskan, kejahatan seksual itu meliputi kekerasan seksual, seks bebas, dan seks menyimpang yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, norma agama, dan adat ketimuran. 

"Ketiganya merusak tatanan keluarga bahkan peradaban bangsa. Untuk itu, ketiganya harus diatur secara bersamaan dalam sebuah UU yang komprehensif tentang tindak pidana kesusilaan/tindak pidana kejahatan seksual," ungkap Jazuli dalam keterangan tertulis, pada 19 Januari 2022 lalu. 

"Mesti ada pengaturan yang komprehensif dengan tindak pidana kesusilaan lainnya seperti seks bebas dan seks menyimpang agar pencegahan dan perlindungan terhadap korban bisa berlaku efektif dan maksimal," tutur dia.

Meski begitu, anggota komisi I itu tetap menyayangkan RUU TPKS tidak mengakomodir usulan pengaturan yang komprehensif tersebut. Sehingga bukannya memperkuat upaya penghapusan kekerasan seksual dan perlindungan korban tetapi justru menimbulkan bias tafsir karena seks bebas dan menyimpang tidak dikenai sanksi pidana. 

Baca Juga: RUU TPKS Disahkan Jadi Inisiatif DPR, Moeldoko: Bisa Jadi Titik Terang

2. Tindak pemerkosaan dan aborsi tak diatur di dalam RUU TPKS

DPR Bakal Sahkan RUU TPKS Jadi UU di Rapat Paripurna Hari IniIlustrasi pemerkosaan (IDN Times/Mardya Shakti)

Namun, dalam RUU TPKS itu tidak mengatur tindak kejahatan pemerkosaan dan aborsi. Dampak dari kebijakan ini yaitu banyak korban pemerkosaan yang hamil terancam dapat dikriminalisasi. Hal itu terjadi, seandainya korban pemerkosaan memutuskan untuk mengaborsi janin hasil tindak pemerkosaan tersebut. 

Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), Bintang Puspayoga, pemerkosaan dan aborsi tak diatur dalam RUU TPKS karena dinilai sudah ada dalam RKUHP dan Undang-Undang Kesehatan, jadi dinilai tumpang tindih. Meski begitu, ia menjelaskan akan mengawal terus hingga dua isu ini masuk dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Pemerintah akan memperjuangkan pengaturan kedua bentuk kekerasan tersebut, nantinya akan diatur di dalam rancangan revisi KUHP. Ini sudah dipertegas oleh Pak Wamenkumham (Edward Omar Sharif Hiariej)," kata Bintang ketika memberikan keterangan pers secara daring pada 8 April 2022 lalu. 

Bintang mengatakan upaya penanganan hukum dua TPKS tersebut, meski tak dimasukkan dalam RUU TPKS, akan tetap dijamin, baik secara layanan dan hukum. Jadi tak ada korban dari dua TPKS tersebut yang dibedakan perlakuannya.

"Meski secara hukum pidana tidak diatur di dalam RUU TPKS ini, kami tetap mengawalnya. Dalam pembahasan, sudah dikatakan oleh Pak Wamenkumham. Mudah-mudahan benar Juni 2022 nanti, rancangan KUHP ini juga dibahas ke tahap pembicaraan tingkat kedua yang nantinya akan disahkan menjadi Undang-Undang," tutur dia lagi. 

3. Komnas Perempuan khawatir rugikan korban selama masa tunggu hingga RKUHP

DPR Bakal Sahkan RUU TPKS Jadi UU di Rapat Paripurna Hari IniAndy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan, dalam konferensi pers Amnesty International Indonesia secara daring Senin (13/12/2021). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Sementara, Komnas Perempuan sebelumnya mengkritik bagaimana dua isu ini tak masuk dalam RUU TPKS. Padahal, dua kasus tersebut dianggap sebagai isu utama kekerasan seksual.

"Perkosaan dan pemaksaan hubungan seksual lainnya adalah isu mahkota dari tindak kekerasan seksual," kata Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, dikutip dari keterangan tertulisnya, 7 April 2022 lalu. 

Selama masa tunggu RKUHP, Yentriyani khawatir dengan nasib korban. Dia berpendapat materi pembahasan RKUHP sangat banyak dan mungkin membutuhkan masa tunggu yang panjang hingga penetapannya.

"Komnas Perempuan berpendapat, politik hukum ini menghadirkan risiko kerugian bagi perempuan, disabilitas, korban perkosaan, dan pemaksaan hubungan seksual lainnya selama masa tunggu hingga RKUHP ditetapkan," kata dia.

Baca Juga: Pemerkosaan dan Aborsi Tak Masuk RUU TPKS, Gimana Nasib Korban?

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya