Dukung Kelanjutan Vaksin Nusantara, Komisi VII Siap Patungan Rp10 Juta

Komisi VII juga siap patungan untuk riset vaksin lainnya

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Kesehatan dr Terawan Agus Putranto tak menyerah meski uji klinis Vaksin Nusantara terhalang restu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kini, ia meminta dukungan kepada Komisi VII DPR agar pengembangan Vaksin Nusantara bisa lanjut ke tahap uji klinis ketiga. Hal itu terlihat dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR pada Rabu, 16 Juni 2021. 

Itu pula salah satu hasil kesimpulan rapat yang disampaikan Wakil Ketua Komisi VII, Eddy Soeparno. Ia bahkan mendorong agar Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19, Ismunandar, memasukan riset Vaksin Nusantara ke dalam Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19. Padahal, ketika Ketua Konsorsium masih dijabat Bambang Brodjonegoro, Terawan malah tak mendaftarkan pengembangan Vaksin Nusantara ke konsorsium.

"Komisi VII DPR RI juga mendukung penuh pengembangan Vaksin Imun Nusantara oleh dr Terawan Agus Putranto, dan mendesak kelanjutan uji klinis fase III tersebut yang sesuai kaidah uji klinis sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah," ujar Eddy ketika memimpin rapat kerja dua hari lalu dan dikutip dari tayangan YouTube pada Jumat (18/6/2021).

Saat ini, pengembangan vaksin berbasis sel dendritik yang dilakukan di RSPAD Gatot Subroto itu, bersifat pelayanan medis. Artinya, pengembangan vaksin tidak boleh ditujukan untuk kepentingan komersial. Hal itu sesuai dengan nota kesepahaman (MoU) yang diteken antara Menteri Kesehatan Budi Gunadi, Kepala BPOM Penny K Lukito dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa pada 19 April 2021. 

Bila Vaksin Nusantara dimasukan ke dalam konsorsium vaksin nasional, maka vaksin yang diinisiasi Terawan itu pada akhirnya akan diproduksi massal dan dikonsumsi publik. Mengapa Komisi VII mendukung vaksin yang diinisiasi Terawan, padahal BPOM vaksin tersebut dianggap tak memenuhi kaidah ilmiah?

1. Terawan diundang dalam rapat Komisi VII karena kembangkan vaksin yang diklaim buatan dalam negeri

Dukung Kelanjutan Vaksin Nusantara, Komisi VII Siap Patungan Rp10 JutaIDN Times/Irfan Fathurohman

Eddy menjelaskan alasan Komisi VII mengundang Terawan lantaran ia tengah mengembangkan riset vaksin yang digadang-gadang bisa ikut mengatasi pandemik COVID-19. Bahkan, Terawan juga mengklaim secara sepihak, vaksin sel dendritik itu mampu mengatasi mutasi baru virus corona seperti varian Delta yang muncul di India. 

"Kami ingin mengetahui sejauh mana progress dari pada penelitian vaksin-vaksin dalam negeri. Karena masalah riset berada di bawah Komisi VII. Intinya kami ingin mengetahui bagaimana perkembangan dari riset yang dibuat oleh anak bangsa," tutur Eddy saat dihubungi IDN Times pada Kamis, 17 Juni 2021. 

Ia pun membantah Terawan sudah menyatakan keinginan untuk bergabung dengan konsorsium vaksin nasional. Sebab, selama ini pengembangan Vaksin Nusantara menggunakan dana secara swadaya dan bukan anggaran negara. Dalam rapat dengan Komisi VII, Terawan mengklaim menggunakan dana pribadi mencapai Rp2 miliar. 

"Vaksin Nusantara itu dananya secara swadaya, Beliau juga bisa bekerja sendiri. Yang ingin disampaikan kepada kami adalah kemajuan penelitiannya sejauh mana dan kendala apa yang dihadapi," kata Eddy. 

Politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga sempat menyaksikan sendiri bagaimana proses demo pembuatan vaksin berbasis sel dendritik. Sebab, Terawan ikut membawa peralatan medis ke ruang rapat. 

"Tetapi, tidak ada penolakan juga yang disampaikan oleh Beliau agar tak masuk dalam konsorsium vaksin nasional. Jadi, ibaratnya tidak ada pembahasan detail ke sana," ujar Eddy. 

Sementara, Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19, Ismunandar, tak menutup pintu kepada siapa saja bisa masuk ke dalam konsorsium tersebut. "Tetapi, harus ada penyampaian niat dulu untuk bergabung. Kemudian, secara internal akan ada pemantauan dan evaluasi," kata Ismunandar. 

Baca Juga: Vaksin Sel Dendritik yang Diteliti di RSPAD Bukan untuk Dikomersialkan

2. Anggota Komisi VII usul agar ada penggalangan dana bantu riset Vaksin Nusantara

Dukung Kelanjutan Vaksin Nusantara, Komisi VII Siap Patungan Rp10 JutaCatatan minus Vaksin Nusantara dari BPOM (IDN Times/Sukma Shakti)

Sementara, di dalam rapat pada Rabu lalu, anggota Komisi VII, Ridwan Hisjam, sempat melempar wacana kepada koleganya agar melakukan penggalangan dana bagi pengembangan riset Vaksin Nusantara. Ia mengusulkan masing-masing per orang menyumbang hingga Rp10 juta. Bahkan, menyumbang Rp500 juta pun, mereka mengklaim siap. 

"Untuk membuktikan bahwa Komisi VII ini peduli terhadap riset, maka kita bisa mengumpulkan dana. Dana kita memang tidak besar. Kalau masing-masing dari kita mengumpulkan Rp10 juta, Rp500 juta, akan kami sumbangkan kepada program nasional, di mana pemerintah tidak memberikan dukungan," ujar politikus dari Partai Golkar tersebut. 

Tetapi, menurut Ridwan, penggalangan dana itu tidak semata-mata digunakan untuk membiayai riset Vaksin Nusantara. Ia mengaku prihatin dengan anggaran dana dan riset pengembangan vaksin COVID-19 yang sangat minim. 

Ia memberi contoh dana pengembangan Vaksin Merah Putih oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman hanya Rp11 miliar. "Gimana riset kita mau maju?" tanya Ridwan yang dulunya merupakan pasien metode cuci otak Terawan. 

3. Keterlibatan BPOM dalam setiap pengembangan vaksin dibutuhkan

Dukung Kelanjutan Vaksin Nusantara, Komisi VII Siap Patungan Rp10 JutaIDN Times/Helmi Shemi

Sementara, epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman, mengatakan dalam setiap pengembangan vaksin, tetap dibutuhkan kehadiran BPOM. Apalagi kini, Terawan tetap berencana memproduksi massal Vaksin Nusantara. Meski, hasil evaluasi uji klinis tahap I yang dilakukan BPOM menunjukkan vaksin tersebut tak memenuhi kaidah ilmiah. 

"Sangat harus melibatkan BPOM. Apa rujukan yang bisa mengeluarkan BPOM karena yang diberi amanat oleh UU ya BPOM. Kalau tidak melibatkan BPOM, berarti (pengembangan vaksinnya) ilegal dan tidak bisa dipertanggung jawabkan hasil produknya baik secara ilmiah maupun secara regulasi," ungkap Dicky melalui pesan suara kepada IDN Times, Kamis, 17 Juni 2021. 

Ia juga menegaskan meski tujuan pengembangan vaksin sel dendritik tidak untuk kepentingan komersial, peran BPOM tetap tak bisa dihilangkan. Eddy mengakui Komisi VII tidak bisa menganjurkan agar BPOM memberikan izin bagi uji klinis ketiga. Itu sebabnya Komisi VII menggagas adanya rapat gabungan antara Komisi I, Komisi VI, Komisi IX dan Komisi XI. 

"Tujuannya agar kita dapat mengurai permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam pengembangan vaksin dalam negeri," kata Eddy. 

Ia juga menepis Komisi VII tak memperhatikan pengembangan Vaksin Merah Putih. Justru, ia mengaku prihatin anggaran pengembangan Vaksin Merah Putih yang kecil, sehingga jadi penghambat dalam realisasi produksi vaksin tersebut. 

Baca Juga: Meski Picu Polemik, TNI AD Tetap Dukung Penelitian Sel Dendritik COVID

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya