Setelah 2 Tahun Jadi Tersangka, Emirsyah Satar Segera Disidang

Emir ditetapkan jadi tersangka untuk kasus korupsi dan TPPU

Jakarta, IDN Times - Setelah sempat terkatung-katung, akhirnya kasus dugaan korupsi pembelian mesin Rolls Royce untuk Garuda Indonesia segera masuk ke pengadilan. Itu artinya, dua tersangka mantan direktur utama, Emirsyah Satar dan bos Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo segera duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa. 

Konfirmasi adanya kemajuan yang signifikan dalam kasus tersebut disampaikan oleh juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah melalui keterangan tertulis pada Rabu (4/12).

"Penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls Royce P.L.C ke PT Garuda (Persero) dan tindak pidana pencucian uang telah selesai," ujar Febri. 

Penyidik akhirnya melimpahkan berkas dan dua tersangka ke penuntut umum. Persidangan, kata mantan aktivis antikorupsi itu, akan dilakukan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. 

Lalu, apa yang sesungguhnya menjadi penghambat sehingga komisi antirasuah membutuhkan waktu hingga dua tahun dan 11 bulan lamanya untuk merampungkan kasus tersebut?

1. Untuk mengungkap kasus tersebut, KPK harus menggandeng kerja sama dengan lima negara

Setelah 2 Tahun Jadi Tersangka, Emirsyah Satar Segera DisidangIDN Times/Holy Kartika

Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah salah satu tantangan untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi pembelian mesin Rolls Royce yakni pencarian barang buktinya harus menggandeng otoritas setidaknya dari lima negara yakni Inggris, Hong Kong, Singapura, Australia, dan Prancis. Salah satu contohnya, Emir diketahui memiliki aset berupa properti yang ia beli di Negeri Kanguru dari hasil fee pembelian mesin pesawat di Garuda. 

Selama proses penyidikan, kata Febri, tim penyidik mengidentifikasi kontrak bernilai miliaran USD yang diteken oleh Garuda Indonesia. 

"Pertama, ada kontrak pembelian dan perawatan mesin (total care program) trent seri 700 dengan perusahaan Rolls Royce. Kedua, pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S. Ketiga, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR). Keempat, kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft," ujar Febri malam ini. 

Baca Juga: Sudah 2 Tahun Ada Tersangka Korupsi, Gimana Kelanjutan Kasus Garuda?

2. KPK turut mengungkap adanya praktik pencucian uang dari korupsi pembelian mesin Rolls Royce

Setelah 2 Tahun Jadi Tersangka, Emirsyah Satar Segera Disidang(Juru bicara KPK, Febri Diansyah) IDN Times/Santi Dewi

Namun, dalam perjalanannya, tim penyidik komisi antirasuah rupanya menemukan bukti adanya tindak pidana pencucian uang di kasus tersebut. Alhasil, penyidik menetapkan Emir dan Soetikno sebagai tersangka untuk perbuatan itu. 

Febri mengklaim institusi tempatnya bekerja berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan proses yang lebih efisien dalam mengungkap kasusnya. Caranya, dengan menggabungkan penanganan korupsi dan pencucian uang dalam perkara tersebut. 

"KPK turut mengucapkan terima kasih kepada otoritas di berbagai negara yang membantu proses pengumpulan bukti serta kerjasama investigasi di negara masing-masing," kata Febri. 

3. KPK menemukan aliran dana yang lebih besar dan diterima oleh beberapa pejabat di Garuda Indonesia

Setelah 2 Tahun Jadi Tersangka, Emirsyah Satar Segera DisidangIlustrasi KPK. (ANTARA FOTO/Muhammad Aditya)

Lebih jauh, Febri menyebut penyidik KPK menemukan aliran dana yang lebih besar dari fee pembelian mesin Rolls Royce tersebut dari semula Rp20 miliar kemudian berkembang menjadi Rp100 miliar. 

"Dana itu turut mengalir bagi sejumlah pejabat di Garuda Indonesia," kata dia lagi. 

Selain Emir dan Soetikno, KPK juga sudah menetapkan satu orang tersangka lainnya yakni Hadinoto Soedigno. Ia menjabat sebagai Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia pada periode 2002-2012. 

"SS (Soetikno Soedardjo) diduga memberi US$2,3 juta dan EUR 47 ribu yang dikirim ke rekening HDS (Hadinoto) di Singapura," kata Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif ketika memberikan keterangan pers pada (7/8) lalu. 

Hadinoto diduga telah melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb

Baca Juga: Perjalanan Karir Emirsyah Satar, Bankir, Dirut Garuda, hingga Jadi Tersangka

Topik:

Berita Terkini Lainnya