Tidak Terima Hukumannya Diperberat, Eks Gubernur Sultra Ajukan Kasasi

Eks Gubernur Sultra divonis 15 tahun penjara

Jakarta, IDN Times - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menambah berat hukuman bagi mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam dari yang semula 12 tahun menjadi 15 tahun. Selain dijatuhi hukuman pidana, majelis hakim juga menjatuhkan denda kepada Nur Alam sebesar Rp 1 miliar. Dengan catatan, apabila dia tidak membayar denda tersebut dalam kurun waktu enam bulan, maka diganti dengan pidana penjara enam bulan. 

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Nur Alam dengan pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar. Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Nur Alam untuk membayar uang pengganti senilai Rp 2,78 miliar dengan memperhitungkan harga 1 bidang tanah dan bangunan yang terletak di Kompleks Premier Estate Jakarta Timur yang disita dalam proses penyidikan," ujar majelis hakim dalam dokumen putusan yang dibaca oleh IDN Times pada hari ini. 

Majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta juga memberikan batas waktu agar uang pengganti itu dibayar dalam waktu satu bulan pasca putusan. Kalau Nur Alam belum bisa melunasi uang tersebut, maka harta bendanya akan dilelang oleh negara. 

Hukuman lainnya yakni hak politik Nur Alam dicabut selama lima tahun pasca ia resmi keluar dari penjara. 

Ini merupakan kemenangan bagi KPK, karena putusan bandingnya dikabulkan oleh majelis hakim. Lalu, apa respons Nur Alam atas putusan tersebut? Apakah ia akan mengajukan kasasi terhadap putusan itu?

1. Eks Gubernur Sultra Nur Alam langsung ajukan kasasi

Tidak Terima Hukumannya Diperberat, Eks Gubernur Sultra Ajukan KasasiANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

Kuasa hukum Nur Alam, Maqdir Ismail mengatakan putusan yang ditetapkan oleh ketua majelis hakim Elang Prakoso Wibowo itu tidak ada dasarnya.

"Sehingga menurut hemat saya, putusan itu harus dikasasi," ujar Maqdir kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Jumat, 20 Juli.

Kendati berniat untuk mengajukan kasasi, tetapi Maqdir belum sempat bertemu dengan kliennya di tahanan. Sehingga pengambilan putusan resmi terkait kasasi belum dilakukan.

Baca juga: Bantu KPK Jadi Saksi Ahli, Dosen IPB Malah Digugat Koruptor ke Pengadilan

2. Nur Alam dianggap telah merugikan negara Rp 4,325 triliun

Tidak Terima Hukumannya Diperberat, Eks Gubernur Sultra Ajukan KasasiANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

Di dalam surat dakwaannya, Nur Alam didakwa telah merugikan negara senilai Rp 4,325 triliun. Perbuatan Nur yang mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi untuk kegiatan penambangan PT AHB di Pulau Kebaena telah merugikan negara. Total nominal kerugiannya ya sekitar Rp 4,3 triliun tadi.

Angka tersebut diperoleh dari keterangan saksi ahli. Salah satunya, akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Basuki Wasis.

Selain itu, Nur Alam juga didakwa menerima gratifikasi sebesar US$ 4,49 juta atau Rp 40,26 miliar.

3. Nur Alam gugat saksi ahli Basuki Wasis ke pengadilan

Tidak Terima Hukumannya Diperberat, Eks Gubernur Sultra Ajukan KasasiANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

Bukannya mengaku bersalah, Nur Alam justru menggugat saksi ahli yang telah memberatkannya yakni Basuki Wasis ke pengadilan. Menurut keterangan beberapa organisasi yang menamakan diri Koalisi Anti Mafia Tambang, ahli lingkungan itu digugat karena memberikan penilaian soal total kerugian negara dengan nominal yang keliru. 

Menurut Basuki, total kerugian negara dari berkurangnya ekologis atau lingkungan pada lokasi tambang di Pulau Kabaena mencapai Rp 2,7 triliun. Ditambah dengan total kerugian negara yang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Rp 1,5 triliun menjadi Rp 4,3 triliun. 

Ini lah yang kemudian dijadikan dasar oleh Nur Alam menggugat Basuki. Apalagi dalam putusannya Ketua Majelis Hakim Diah Siti Basariah justru tidak mempertimbangkan kerugian negara akibat kerusakan lingkungan. 

Sementara, Basuki mengaku terkejut ketika tahu dirinya malah digugat oleh Nur Alam. Kuasa hukum Basuki, Kanti mengaku dapat memahami rasa keterkejutan kliennya.

"Saya rasa ini baru kali pertama terjadi di Indonesia ada ahli persidangan digugat perdata karena keterangannya," ujar Kanti melalui keterangan tertulis kepada IDN Times pada Jumat malam.

Basuki sendiri menanggapi gugatan Nur Alam dengan santai. Bahkan, dalam satu wawancara dengan media, dia sempat tertawa ketika kesaksian ahlinya justru berbuah gugatan.

"Ya, tidak menyangka saja. Kan keterangan kami itu bersifat normatif dan tidak mengikat hakim. Jadi, hakim bisa mengesampingkan pendapat ahli bila dianggap tidak sesuai dengan majelis hakim. Jadi bisa diabaikan," kata Basuki kepada media.

Sidang mediasi sendiri sudah dilalui pada 17 April yang lalu dan berakhir buntu. Menurut Basuki, jalannya sidang berlangsung dengan cepat. Sementara, sidang selanjutnya akan berjalan pada 24 Juli mendatang.

4. KPK puas terhadap putusan majelis hakim di tingkat banding

Tidak Terima Hukumannya Diperberat, Eks Gubernur Sultra Ajukan KasasiANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Sementara, dalam pandangan KPK, putusan majelis hakim dianggap telah memenuhi rasa keadilan sehingga menambah masa hukuman pria berusia 50 tahun itu. Selain itu, keterangan dari saksi ahli Basuki Wasis dijadikan bahan pertimbangan.

"Hal itu kami pandang penting, karena hingga saat ini gugata perdata terhadap terdakwa masih terus berjalan," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah yang ditemui pada Jumat malam kemarin.

Demi memberikan bantuan dan perlindungan bagi Basuski, kata dia, KPK mempertimbangkan secara serius untuk mengajukan diri sebagai pihak ketiga dalam kasus tersebut. Dengan begitu, tidak akan ada lagi saksi yang khawatir atau takut untuk memberikan kesaksian dan membela lembaga anti rasuah.

Baca juga: Ternyata Terpidana Kasus e-KTP Pernah Jadi Tersangka Korupsi di Kejaksaan

Topik:

Berita Terkini Lainnya