Dipanggil Lagi oleh KPK, 4 Polisi Mantan Ajudan Nurhadi Kembali Absen

Polri mengatakan mereka tengah tugas di Papua

Jakarta, IDN Times - Empat personel polisi yang dulu sempat menjadi ajudan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, kembali mangkir dalam pemanggilan ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (3/12). Ini merupakan kali kedua mereka absen saat keterangannya dibutuhkan untuk mendalami hubungan antara Nurhadi dengan eks petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro. 

"Sampai dengan Senin sore, empat orang mantan ajudan Nurhadi tidak datang untuk memenuhi panggilan. Nanti, saya akan mengecek kembali apa yang akan dilakukan (oleh penyidik) ke depan, karena pemanggilan terhadap empat orang mantan ajudan tersebut tentu karena ada kebutuhan," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah ketika mengonfirmasi absennya empat orang mantan ajudan Nurhadi di gedung lembaga antirasuah pada Senin malam kemarin. 

Lalu, apa alasan dari Polri sehingga empat anggota mereka tidak hadir dalam pemeriksaan kedua pada Senin kemarin? Padahal, untuk kepentingan penyidikan kasus suap yang melibatkan Eddy Sindoro, pihak KPK telah berkoordinasi dengan Kadiv Propam Mabes Polri. 

1. Empat personel polisi eks ajudan Nurhadi absen karena tugas di Papua

Dipanggil Lagi oleh KPK, 4 Polisi Mantan Ajudan Nurhadi Kembali AbsenTingginambut, Papua (Google Maps)

Menurut Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes (Pol) Syahar Diantono, empat personel polisi yang ingin dimintai keterangan kini menjadi Satgas Papua, sehingga mereka kini ditugaskan di pulau paling timur Indonesia itu. 

"Polri pada prinsipnya akan bersikap proaktif untuk membantu memperlancar proses penyidikan yang ada di KPK. Namun, karena empat anggota Polri ini tergabung di dalam Satgas Papua, maka keberadaan mereka sekarang ada di Papua," ujar Syahar di Mabes Polri pada Senin kemarin. 

Ia menegaskan setiap personel polisi akan bersikap kooperatif seandainya keterangan mereka dibutuhkan oleh lembaga antirasuah. Polri, kata Syahar, akan berkoordinasi untuk teknis pemeriksaan keempat personel tersebut lantaran tengah ditugaskan di Papua. 

"Yang jelas, Polri pasti akan membantu. Kami lagi diskusikan teknis pemeriksaannya. Kita tunggu apakah nanti pemeriksaan, apakah bisa nanti penyidik (KPK) yang ke sana, bisa saja turun ke Polda Papua dan nanti kita dampingi. Kita pastikan prosesnya bisa berjalan dengan lancar," tutur dia. 

Intinya, kata Syahar, kebutuhan dua belah pihak bisa terakomodir dengan baik. Personel Polri tidak perlu meninggalkan tempat mereka bertugas dan penyidik KPK tetap bisa mendapatkan keterangan. 

2. Eddy Sindoro diduga juga menyuap Nurhadi agar kasusnya di Mahkamah Agung aman

Dipanggil Lagi oleh KPK, 4 Polisi Mantan Ajudan Nurhadi Kembali AbsenTempo

Dugaan keterlibatan Nurhadi dalam kasus penyuapan yang dilakukan oleh Eddy Sindoro ke panitera Pengadilan Jakarta Pusat, Edy Nasution begitu kuat. Eddy menyuap Edy Nasution senilai Rp150 juta untuk membantu pengurusan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) perkara PT Across Asia Limited.

Padahal, sesuai aturan di dalam Undang-Undang pengajuan PK tersebut sudah melewati batas waktu. Namun, usai menerima suap itu, pengajuan PK nya masih dapat diterima. 

Di dalam putusan kasasi Edy Nasution, Eddy Sindoro diduga kerap berhubungan dengan Nurhadi dalam pengurusan perkara yang terkait Lippo Group. Salah satunya diduga terkait pengurusan permohonan penolakan eksekusi lanjutan terhadap tanah di Tangerang yang dikuasai anak usaha Group Lippo yakni PT Jakarta Baru Cosmopolitan pada tahun 2015 lalu. 

Kalau sudah kerap berkomunikasi terkait pengurusan kasus, maka diduga kuat turut melibatkan dana suap. Pegawai legal Lippo Group Wresti Kristian Hesti yang ditugaskan untuk mengurus kasus itu, sempat melaporkan kepada Eddy Sindoro. Dalam pengurusan kasus itu, Hesti sempat meminta agar diberikan memo kepada Nurhadi sebagai promotor. Tujuannya, agar kasus itu cepat diusut.

Dalam perjalanannya, sesuai dengan arahan Nurhadi kepada Edy Nasution, ia mengatakan pengurusan perkara itu membutuhkan biaya Rp3 miliar. Setelah berdiskusi dengan Hesti, maka disepakati harganya menjadi Rp1,5 miliar. 

Diduga ini bukan kali pertama Nurhadi membantu pengurusan kasus Group Lippo. Keempat personel Polri yang sempat menjadi ajudannya itu, diduga ikut mengetahui adanya praktik pemberian suap tersebut.

Baca Juga: Pernah Diburu KPK, Eddy Sindoro Tidak Ada di Daftar Red Notice

2. Penyidik KPK sempat menggeledah kediaman Nurhadi dan menemukan uang Rp1,7 miliar

Dipanggil Lagi oleh KPK, 4 Polisi Mantan Ajudan Nurhadi Kembali Absentwitter.com/buzzort

Penyidik KPK sesungguhnya pernah mencegah Nurhadi ke luar negeri pada 21 April 2016 lalu. Selain itu, penyidik sempat menggeledah kediamannya yang mewah di area Jalan Hang Lekir, Kebayoran baru di tahun yang sama. Penggeledahan itu terkait kasus dugaan suap pengajuan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Ketika dilakukan penggeledahan, penyidik KPK menemukan uang dengan total Rp1,7 miliar. 

"Uang yang disita dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing," ujar Kepala Plh Kepala Biro Humas Yuyuk Andriati Iskak pada 2016 lalu. 

Saat itu, Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan telah mengatakan ada dugaan keterlibatan Nurhadi dalam pengurusan perkara tersebut. 

"Ada indikasi, tetapi belum bisa dipastikan," kata Basaria ketika itu. 

3. Istri Nurhadi juga sempat diperiksa untuk kasus penyuapan

Dipanggil Lagi oleh KPK, 4 Polisi Mantan Ajudan Nurhadi Kembali AbsenANTARA FOTO

Selain Nurhadi, kasus suap yang dilakukan oleh Eddy Sindoro ikut menyeret sang istri, Tin Zuraida. Hal ini karena Tin yang sempat menjadi pegawai sipil di MA itu diduga mengetahui kasus pengajuan kembali di PN Jakarta Pusat. Ia juga diduga mengetahui soal proses penggeledahan yang terjadi di kediamannya di area Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada 2016 lalu. 

Tin diketahui sempat menyobek kertas yang diduga merupakan dokumen berisi catatan tentang sejumlah perkara hukum beberapa anak usaha di bawah Lippo Group. Bahkan, ia juga sempat membuang uang yang diduga hasil suap suaminya ke toilet ketika terjadi penggeledahan oleh penyidik KPK. 

Tin sempat diperiksa oleh lembaga antirasuah pada 2016 lalu. Setelah itu, ia malah diangkat menjadi staf ahli Menpan RB di bidang poitik dan hukum. 

Kini ketika penyidik KPK membutuhkan lagi keterangannya di tahun 2018, Tin sempat mangkir. Saat pemanggilan pada (2/11) lalu, ia tidak hadir. Itu merupakan kali kedua ia absen. 

Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, Tin absen karena mendapat penugasan dari kantornya ke luar negeri pada 3-7 November. 

"KPK telah menerima surat dari Kemen PAN-RB yang menginformasikan Tin Zuraida sedang melaksanakan tugas perjalanan dinas ke luar negeri pada 3-7 November 2018, sehingga ada permintaan penjadwalan ulang setelah itu," tutur Febri. 

Baca Juga: Ditjen Imigrasi Bantah Pegawainya Bantu Eddy Sindoro Kabur ke Bangkok

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya