Fahri Hamzah Bantah Berikan Duit Suap untuk Dapat Izin Ekspor Benur

Fahri mengaku rugi ratusan juta di awal ekspor benih lobster

Jakarta, IDN Times - Politikus Partai Gelora, Fahri Hamzah tidak membantah termasuk pihak yang memperoleh izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengekspor benih lobster. Yang menarik, perusahaan milik Fahri yang bernama PT Nusa Tenggara Budidaya berdiri pada 2 Mei 2020 atau tepatnya dua hari sebelum Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/Permen-KP/2020 yang disahkan oleh Edhy Prabowo. 

Dalam program Mata Najwa bertajuk "Menteri Terjaring Lobster" yang tayang pada Rabu, 25 November 2020, Fahri tak membantah memang sengaja mendirikan perusahaan lantaran tahu akan ada peraturan yang membolehkan ekspor benih lobster. 

"Diurusnya (pendirian perusahaan) itu sudah lama. Kan kita sudah tahu keputusan itu akan keluar. Kan ini public policy, harus open (terbuka) dia," ungkap Fahri dalam program yang tayang di stasiun Trans 7 itu.

"Kan cara kerja hubungan antara negara dengan pasar begitu. Jadi, pasar melihat apa sikap negara lalu pasar antisipasi," imbuhnya. 

Meski perusahaan di mana Fahri duduk sebagai komisaris itu baru berdiri Mei lalu, namun Juli ia sudah bisa mengekspor benih lobster. Sedangkan, ada perusahaan lain yang ikut dalam proses untuk memperoleh izin, justru kembali dengan tangan hampa. 

Mantan Wakil Ketua DPR itu pun membantah dengan tegas, PT Nusa Tenggara Budidaya bisa mendapat izin ekspor benih lobster karena menyuap pejabat di KKP. "Prosesnya itu transparan, rapatnya (untuk mengurus izin) terbuka menggunakan Zoom dan verifikasinya langsung. Saya kira dari sisi governance dijalankan dengan baik," kata Fahri. 

Ia pun menyebut tidak mudah untuk bisa memperoleh izin ekspor benih lobster. Ada sekitar 30 checklist yang harus dipenuhi baru izin bisa dikantongi. Meski sudah mengantongi izin ekspor benih lobster, namun Fahri mengaku justru merugi hingga Rp200 jutaan. 

1. Izin ekspor benih lobster dinilai oleh tim KKP yang dipimpin staf khusus Menteri Andreau Pribadi Misanta

Fahri Hamzah Bantah Berikan Duit Suap untuk Dapat Izin Ekspor BenurAndreau Pribadi Misanta, staf khusus Menteri KKP yang jadi buronan KPK (www.instagram.com/@andreau_pribadi)

Di dalam program Mata Najwa, juga terungkap proses seleksi pemberian izin bukan dilakukan oleh Edhy Prabowo yang ketika itu masih menjabat sebagai Menteri KP. Melainkan ia membentuk tim khusus yang diketuai oleh staf khususnya, Andreau Pribadi Misanta. 

Pria yang dulunya adalah calon anggota legislatif dari PDI Perjuangan itu kini tengah menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Fahri pun mengaku kenal dengan Andreau namun terbatas pada hubungan profesional. 

"Dia yang memimpin rapat untuk verifikasi. Sebelumnya, saya tidak kenal dan baru kenal karena dia pejabat," ungkap Fahri. 

Di sisi lain, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S. Langkun, menilai janggal bila kuota ekspor benih lobster justru ditentukan oleh staf khusus dan bukan Direktur Jenderal di KKP. "Atau siapapun itu yang ada di struktural. Bukan staf khusus yang dibawa dari luar," kata Tama. 

Saat IDN Times menelusuri akun media sosialnya, terlihat pada September 2020 lalu ia mengaku sempat terpapar COVID-19 dan akhirnya berhasil pulih. 

Baca Juga: Luhut Trending Usai Gantikan Edhy Prabowo, Warganet: Menteri Segalanya

2. Fahri Hamzah mengaku merugi Rp380 jutaan ketika terlibat dalam usaha ekspor benih lobster

Fahri Hamzah Bantah Berikan Duit Suap untuk Dapat Izin Ekspor BenurFahri Hamzah dan Fadli Zon memberikan keterangan pada pers setelah Upacara Penganugerahan Tanda Kehormatan RI di Istana Negara pada Kamis (13/8/2020) (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Meski sudah mengantongi izin ekspor yang sulit didapat, Fahri justru mengaku rugi ketika berusaha di bidang ekspor benih lobster. Ia mengaku merugi hingga Rp200 jutaan. 

"Pengiriman pertama (benih lobster) pada 16 Juli. Hasilnya rugi, saya pantau harga ya lumayanlah untuk pensiunan. Kira-kira (pengiriman) pertama rugi Rp200-an juta," ujar Fahri. 

Namun, ia mengaku lupa berapa banyak benih lobster yang sudah ia ekspor meski ia ingat berapa banyak kerugian yang dialami. Sedangkan, di pengiriman kedua, Fahri lagi-lagi mengaku rugi mencapai sekitar Rp180 juta. Akhirnya, Fahri memilih untuk menghentikan ekspor benih lobster. 

"Akhirnya sejak Juli, Agustus, September, Oktober sampai sekarang November, itu sudah tidak ada lagi operasi. Sebab, bila diteruskan, maka kami juga tidak akan kuat. Uang dari mana untuk menombok," tutur dia. 

Belakangan, Fahri mengaku tidak membeli benih lobster dari nelayan di NTB seharga Rp5 ribu hingga Rp7 ribu melainkan sekitar Rp10 ribu lantaran ada banyak biaya produksi yang harus dikeluarkan. "Cost of production di tubuh pemerintah saja, harus ada karantina, cukai, kargo dan lain-lain, kami hitung-hitung, bila warna (benih lobster) berubah harganya jatuh, ya gak cukup (modal kami), maka saya keputusannya berhenti," katanya. 

3. Komisi IV menilai pembukaan keran ekspor benih lobster tidak mencegah terjadinya penyelundupan

Fahri Hamzah Bantah Berikan Duit Suap untuk Dapat Izin Ekspor BenurWakil Ketua Komisi IV DPR, Dedi Mulyadi (ANTARA FOTO/Istimewa)

Wakil Ketua Komisi IV dari fraksi Partai Golkar, Dedi Mulyadi mengaku tidak terkejut bila Edhy Mulyadi ditangkap oleh komisi antirasuah. Sebab, sejak awal ia sudah tidak setuju dengan rencana pemerintah yang membuka kembali keran ekspor benih lobster. 

Alasan pemerintah untuk mencegah penyelundupan benih lobster tidak masuk akal, lantaran pada kenyataannya aktivitas itu justru semakin tinggi ketika ekspor dibuka kembali. Bahkan, banyak pengusaha yang menyelundupkan ke Vietnam sehingga mengakibatkan ekspor benih lobster ke Tiongkok melonjak tajam. 

"Penyelundupan itu ada dua saya lihat, pertama yang kultural yang biasa terjadi dan kedua, yang penyelundupan formal," ujar Dedi. 

Ia menjelaskan penyelundupan formal dilakukan oleh 14 perusahaan yang memalsukan data mengenai jumlah benih lobster yang hendak diekspor. "Saya melihat sudah ada ruang yang sesuai aturan hukum, kok masih juga main. Artinya, 14 perusahaan ini kebangetan. Maka, kami di komisi IV dengan pemerintah memutuskan untuk mencabut ekspor bagi 14 perusahaan itu," tutur dia.

4. Edhy Prabowo ditahan KPK karena diduga menerima suap dari pengusaha ekspor benih lobster

Fahri Hamzah Bantah Berikan Duit Suap untuk Dapat Izin Ekspor BenurMenteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus suap. Ia pun memohon maaf kepada masyarakat atas tindakannya dan menganggap sebagai sebuah kecelakaan.

"Ini adalah kecelakaan dan saya bertanggung jawab atas ini semua, dan saya akan beberkan apa yang saya lakukan," kata Edhy, Kamis (26/11/2020) dini hari.

"Ini tanggung jawab saya pada dunia dan akhirat," tambahnya.

Edhy ditangkap di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banteng, pada Rabu, 25 November 2020, usai kunjungan kerja ke Hawaii, Amerika Serikat. Ia diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Usai ditetapkan sebagai tersangka Edhy mengundurkan diri dari posisinya sebagai menteri di Kabinet Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Ma'ruf Amin. Selain itu, ia juga akan mundur dari posisi Wakil Ketua Umum Partai Gerindra.

"Saya mohon maaf pada seluruh keluarga besar partai saya," ujarnya.

Sebagai pengisi kekosongan posisi menteri yang ditinggal Edhy, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menunjuk Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan Ad Interim.

Baca Juga: Susi Pudjiastuti Trending di Twitter usai KPK Tangkap Edhy Prabowo

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya