Pengadilan Tinggi Medan Kuatkan Vonis 18 Bulan Penjara Kasus Meliana

Meliana dianggap terbukti menodai agama Islam

Jakarta, IDN Times - Nasib terpidana kasus penodaan agama, Meliana belum begitu mujur. Pada Kamis (25/10), Pengadilan Tinggi (PT) Medan menolak permohonan banding terkait kasusnya. Konfirmasi disampaikan oleh humas PT Medan, Adi Sutrisno kepada media usai sidang digelar. 

"Hari ini telah diputuskan perkara atas nama terdakwa Meliana yang putusan pada tingkat pertama telah diputus oleh PN Medan," ujar Adi kepada media. 

Ia menjelaskan, sidang banding yang dilakukan oleh tiga majelis hakim dan diketuai Daliun Salian itu menyatakan sepakat dengan apa yang diputuskan oleh pengadilan di tingkat pertama atau Pengadilan Negeri Medan. 

"Baik itu mengenai pertimbangan atau amar putusannya," kata Adi lagi. 

Artinya, Meliana tetap divonis selama 18 bulan di penjara. Lalu, apa respons dari pihak kuasa hukum Meliana, Ranto Sibarani? 

1. Kuasa hukum Meliana akan mengajukan kasasi secepatnya

Pengadilan Tinggi Medan Kuatkan Vonis 18 Bulan Penjara Kasus MelianaANTARA FOTO/Irsan Mulyadi

Dikonfirmasi melalui telepon, kuasa hukum Meliana, Ranto Sibarani mengatakan akan berdiskusi dengan kliennya terkait langkah hukum selanjutnya. 

"Kami akan (mengajukan) kasasi secepatnya setelah mendapat persetujuan dari Ibu Meliana. Rencananya, kami akan mengabarkan kepada Ibu Meliana hari ini," ujar Ranto kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Jumat (26/10). 

Ia mengaku kecewa lantaran tidak mendapatkan informasi soal pemeriksaan perkara itu di tingkat banding. 

"Pengadilan Tinggi bahkan tidak merespons permohonan penangguhan penahanan yang kami ajukan," kata dia lagi. 

Baca Juga: Bebas dari KPK, Hakim yang Tangani Kasus Meliana Batal Dapat Promosi

2. Pengadilan negeri dan tinggi Medan dianggap telah melanggar KUHAP

Pengadilan Tinggi Medan Kuatkan Vonis 18 Bulan Penjara Kasus Melianapixabay/Mdesigns

Lebih lanjut menurut Ranto, apa yang telah dilakukan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi bisa dikategorikan telah melanggar pasal 236 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

"Di sana jelas mengatur keterangan bahwa tujuh hari sebelum pengiriman berkas perkara kepada pengadilan tinggi, pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk mempelajari berkas perkara tersebut di pengadilan negeri," ujar Ranto lagi. 

Padahal, kata dia, perlu waktu dua tahun untuk mengadili kliennya. Sementara, untuk menunggu putusan di Pengadilan Negeri Medan butuh waktu satu bulan lebih, karena hakim ketua Wahyu Prasetyo Wibowo sempat terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi. 

"Namun, ketika diperiksa di Pengadilan Tinggi Medan, malah tidak ada pemberitahuan sama sekali ke tim hukum," tutur dia. 

3. Meliana tetap divonis 18 bulan penjara

Pengadilan Tinggi Medan Kuatkan Vonis 18 Bulan Penjara Kasus MelianaMeliana dan pengacaranya (Facebook/Ranto Sibarani)

Akibat putusan banding tersebut, Meliana batal menghirup udara bebas. Padahal, ia sangat berharap majelis hakim membuat keputusan berbeda, lantaran menurutnya, perempuan berusia 44 tahun asal Tanjung Balai itu tidak pernah menodai agama Islam. 

Ranto menjelaskan, peristiwa yang bermula tahun 2016 lalu, hanya dari curhatan kliennya saat berbelanja di warung milik tetangga. Ia sempat mempertanyakan soal pengeras suara masjid di dekat rumahnya, yang akhir-akhir ini volumenya kian bertambah. 

"Saat itu Bu Meliana curhat lah ke tetangganya tersebut. Dia waktu itu bilang: 'sekarang, suara masjid kita agak keras ya. Dulu gak begitu kan?' Udah begitu saja. Itu pun disampaikan dengan suara yang pelan," ujar Ranto kepada IDN Times pada (23/8) lalu. 

Ia menepis pemberitaan di beberapa media soal adanya permintaan dari Meliana agar Kasini menyampaikan kepada sang ayah, yang mengurus masjid, agar mengecilkan suara pengeras azan. 

"Malah pedagang itu yang secara spontan mengatakan akan menyampaikan kalimat itu ke ayahnya. Meliana tidak pernah meminta agar keluhan itu disampaikan ke ayahnya," kata dia. 

Tetapi, alih-alih disampaikan ke ayahnya, tetangga Meliana, Kasini, justru menyampaikan cerita itu ke adiknya, Hermayanti. Kemudian muncul kalimat "si China itu meminta agar suara azan dikecilkan". Meliana diketahui memang keturunan Tionghoa beragama Buddha. 

Dari Hermayanti baru disampaikan ke ayahnya, hingga kemudian tersebar isu Meliana melarang agar azan berkumandang. Gara-gara hal tersebut, Meliana menjadi korban persekusi. Rumahnya didatangi oleh sekelompok warga dan dibakar. 

Ia pun terpaksa pindah ke Medan karena khawatir keselamatannya terancam. Kasus ini sempat menjadi perhatian nasional, lantaran Meliana adalah korban kesekian penggunaan pasal karet 156A yang berisi seseorang yang dengan sengaja menunjukkan perasaan atau melakukan perbuatan di depan umum, yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Baca Juga: Kasus Meliana, Amnesty Internasional Petisi Jokowi untuk Turun Tangan

Topik:

Berita Terkini Lainnya