Hasil Survei LSI: Jokowi-Ma'ruf Unggul di Debat Perdana 

50,0% responden menyatakan Jokowi-Ma'ruf lebih unggul

Jakarta, IDN Times - Hasil survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pasangan calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin lebih unggul dibandingkan paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. LSI melakukan survei terhadap 1.200 responden pada periode 18-25 Januari 2019. 

Hasilnya, sebanyak 50,0 persen responden menyatakan paslon Jokowi-Ma'ruf lebih unggul dibandingkan pasangan Prabowo-Sandiaga. Hanya 35,4 persen responden yang menyatakan pasangan Prabowo-Sandiaga unggul dari kubu lawannya. 

Lho, kok bisa? Bukankah publik sempat meragukan kemampuan untuk cawapres Ma'ruf Amin di debat perdana karena ia lebih banyak diam dan tidak bisa mengimbangi Jokowi? Menurut peneliti dari LSI, Adjie Alfaraby, hal itu tidak terlalu banyak berpengaruh kepada calon pemilih. Kalau pun ada, kata Adjie, skalanya kecil. 

"Sebab, sejak awal yang menonton program debat sudah memiliki pilihan. Karena sudah memiliki pilihan sejak awal, hal-hal seperti itu (lebih banyak diam saat debat) tidak menjadi penilaian, kecuali memang ada blunder yang fatal," kata Adjie ketika memaparkan hasil survei di kantor LSI di area Rawamangun, Jakarta Timur pada Rabu (30/1). 

Hal lain yang perlu menjadi perhatian yakni jumlah responden yang menonton debat secara utuh lebih sedikit yakni 29,6 persen. Padahal, menurut Adjie, penting bagi publik untuk menyaksikan acara debat pada (17/1) lalu secara utuh. 

"Tujuannya supaya responden bisa mendapatkan pemaparan yang utuh mengenai program, visi dan misi masing-masing capres," tutur dia. 

Namun, uniknya lagi debat capres dan cawapres rupanya tidak terlalu menimbulkan dampak yang signifikan bagi calon pemilih lho. Bahkan, usai menonton debat perdana, hanya 5,8 persen responden yang menyatakan mereka akan mengubah pilihannya. Entah itu mengubah pilihan ke paslon lain, akhirnya menentukan pilihan atau tidak memilih kedua kandidat tersebut.

Apa ya kira-kira yang menjadi penyebabnya? Berikut penjelasan dari LSI: 

1. Sebagian besar dari para penonton debat sudah menentukan pilihan

Hasil Survei LSI: Jokowi-Ma'ruf Unggul di Debat Perdana IDN Times/Ilyas Listianto Mujib

Menurut Adjie, debat yang digelar perdana di Hotel Bidakara pada (17/1) tidak terlalu banyak berpengaruh ke masing-masing capres, karena struktur penontonnya sudah memiliki pilihan. 

"Jadi, ketika mereka ditanya siapa capres yang unggul ya mereka akan menjawab capres yang akan mereka pilih. Tidak peduli apa pun program kerjanya, substansinya. Karena yang menyatakan akan mengubah pilihan kan sebanyak 2,9 persen," ujar Adjie ketika menjawab pertanyaan IDN Times pada hari ini. 

Itu sebabnya, sikap Ma'ruf yang lebih banyak diam selama debat perdana kemarin tidak berpengaruh terhadap calon pemilih. Kendati selama debat berlangsung, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu kerap dikomentari oleh warganet di media sosial. 

Sementara, jumlah calon yang belum menentukan pilihan, dalam analisa Adjie, angkanya tidak terlalu besar. Mereka baru akan menentukan pilihannya usai menonton beberapa debat yang digelar hingga April mendatang. 

Baca Juga: Banyak Diam dalam Debat Perdana, Ma'ruf Amin Tuai Komentar

2. Sebagian besar penonton debat capres tidak menyaksikan hingga program itu selesai

Hasil Survei LSI: Jokowi-Ma'ruf Unggul di Debat Perdana (Ilustrasi soal berapa banyak penonton debat) IDN Times/Sukma Shakti

Temuan penting lainnya dari survei LSI yakni hanya 29,6 persen dari 12 ribu responden yang menonton program debat yang dipandu jurnalis senior Ira Koesno dan Imam Priyono secara utuh. Sebanyak 69,9 persen hanya menonton program debat sebagian. Mereka beralih menonton program atau melakukan aktivitas lainnya. 

Lalu, apa yang menyebabkan calon pemilih enggan menonton program debat hingga selesai? Dalam pandangan Adjie, salah satunya karena format debat yang terlalu panjang dan membuat penonton menjadi jenuh. 

"Butuh waktu sekitar dua jam untuk menonton program tersebut, sementara bagi pemilih yang punya aktivitas atau minat program yang lain, acara debat dinilai membosankan," kata Adjie. 

Belum lagi ketika program debat ditayangkan, acara favorit penonton seperti sinetron tetap tayang di stasiun televisi lain. Sehingga, mau tidak mau kompetisi untuk meraup penonton tetap terjadi. 

Namun, fenomena tersebut dinilai Adjie wajar. Sebab, di negara maju seperti Amerika Serikat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, yang menonton program debat sangat sedikit. Program debat, tutur dia, bukan menjadi satu-satunya cara bagi calon pemilih untuk mengevaluasi masing-masing calon. 

"Akan ada banyak kegiatan untuk menilai nantinya capres mana yang akan mereka pilih," kata dia. 

3. Calon pemilih yang menonton program debat secara utuh adalah orang yang berpendidikan tinggi dan tinggal di wilayah perkotaan

Hasil Survei LSI: Jokowi-Ma'ruf Unggul di Debat Perdana ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.

Temuan lainnya dari survei LSI yakni latar belakang calon pemilih yang menonton secara utuh program debat adalah orang-orang yang memiliki pendidikan tinggi, minimal pernah menempuh studi di unversitas. Jumlahnya mencapai 39,6 persen. Tetapi, calon pemilih dari latar pendidikan universitas yang menonton sebagian jumlahnya justru lebih banyak yakni mencapai 60,4 persen. 

Mereka yang menonton secara utuh program debat sebagian besar tinggal di wilayah perkotaan. Jumlahnya mencapai 29,7 persen. Namun, angka calon pemilih yang signifikan justru ada di wilayah pedesaan dan mencapai 70 persen. Itu pun mereka menonton program debat hanya sebagian. 

Artinya, bagi warga yang tinggal di wilayah pedesaan, acara debat dianggap kurang menarik. Sementara, dalam pandangan Adjie, untuk mendongkrak elektabilitas masing-masing capres, maka warga yang tinggal di pedesaan itu yang seharusnya menjadi target kampanye mereka. 

"Selama ini, ramainya (pembicaraan mengenai isu dan program) kan di media sosial. Tapi, itu pun jumlahnya hanya mencapai 30 persen dari populasi. Jadi, masing-masing timses harus menjangkau juga calon pemilih yang tinggal di wilayah pedesaan," kata dia. 

4. Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Amin usai debat perdana tetap lebih unggul dari Prabowo-Sandiaga

Hasil Survei LSI: Jokowi-Ma'ruf Unggul di Debat Perdana (Pemenang debat perdana versi LSI) IDN Times/Sukma Shakti

Sementara, data dari LSI menunjukkan usai debat perdana, elektabilitas paslon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf tetap lebih unggul dibandingkan paslon nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga Uno. Apabila pada Desember 2018 lalu sebelum debat capres, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf 54,2 persen. Maka, setelah debat pada Januari 2019, elektabilitas keduanya menjadi 54,8 persen. 

Sedangkan, Prabowo-Sandiaga Uno sebelum debat, elektabilitas di Desember 2018 mencapai 30,6 persen. Tetapi, usai debat perdana, nilai elektabilitasnya mengalami kenaikan yang tipis yaitu 31,0 persen. 

Lalu, apa yang harus dilakukan oleh paslon Prabowo-Sandiaga Uno untuk menaikan elektabilitas mereka? Adjie menyarankan agar masing-masing timses termasuk dari paslon nomor urut 02 untuk fokus menjangkau calon pemilih di wilayah pedesaan. 

"Dan itu tergantung juga dari program-program apa yang mereka tawarkan bagi calon pemilih di area desa tersebut," kata dia. 

Baca Juga: Ditanya Debat Capres, Jokowi Bela Ma'ruf yang Lebih Banyak Diam

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya