Indonesia Batal Beli Vaksin COVID-19 dari AstraZeneca, Kenapa?

Indonesia hanya memesan 3 juta vaksin buatan Sinovac

Jakarta, IDN Times - Setelah melalui berbagai pertimbangan, Indonesia akhirnya memutuskan batal membeli 100 juta vaksin COVID-19 buatan perusahaan farmasi asal Inggris, AstraZeneca. Hal itu lantaran AstraZeneca tak bersedia bertanggung jawab bila terjadi kegagalan produksi vaksin corona pada pertengahan 2021. Sementara, Indonesia diminta sudah harus membayar down payment (DP) senilai US$250 juta atau setara Rp3,67 triliun. 

Konfirmasi ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, dr. Achmad Yurianto kepada IDN Times saat dihubungi pada Kamis (22/10/2020). 

"Di dalam kontrak kesepakatan (dengan AstraZeneca) mengatakan ini kan belum ada produksinya, jadi uang muka (yang dibayarkan) akan digunakan untuk membangun produksi di Thailand. Di klausul lainnya bila terjadi kegagalan dalam produksi (vaksin COVID-19) maka mereka tidak boleh disalahkan. Ya, kami tidak jadi pesan," ungkap pria yang akrab disapa Yuri.

Yuri membenarkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi didampingi Menteri BUMN Erick Thohir ikut bernegosiasi mengenai produksi vaksin COVID-19. Tetapi, AstraZeneca, kata Yuri tetap pada keputusan kontrak tersebut. 

Ia menjelaskan keputusan itu sudah tegas diambil oleh pemerintah dengan tidak membayar DP yang jatuh tempo pada Selasa, 20 Oktober 2020 lalu. 

Bila begini kondisinya, vaksin apa saja yang akhirnya dipesan oleh Indonesia?

1. Indonesia juga tidak jadi memesan vaksin dari perusahaan farmasi Sinopharm dan CanSino

Indonesia Batal Beli Vaksin COVID-19 dari AstraZeneca, Kenapa?Ilustrasi vaksin COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Pria yang juga pernah menjadi juru bicara satgas penanggulangan COVID-19 itu mengatakan Indonesia selektif dalam memilih vaksin corona buatan perusahaan asal Tiongkok. Setelah melalui berbagai pertimbangan, pemerintah juga tidak jadi memesan vaksin buatan perusahaan farmasi CanSino dan Sinopharm/G42. 

Yuri menjelaskan CanSino mengaku sanggup menyediakan 100 ribu vaksin COVID-19. Namun, vaksin tersebut baru tersedia pada Desember 2020. 

Tetapi, CanSino meminta setelah vaksinnya dibeli, mereka ingin melakukan uji klinis tahap ketiga di Indonesia. Padahal, sejak Juni 2020 lalu, Pemerintah Tiongkok telah memberikan izin penggunaan darurat bagi vaksin buatan CanSino dan disuntikkan ke personel militer di sana. 

Dikutip dari stasiun berita CNN, vaksin yang diberi nama Ad5-nCoV dikembangkan bersama-sama antara Institut Bioteknologi Beijing--bagian dari Akademi Sains Medis Militer Tiongkok, dengan perusahaan farmasi CanSino. Manajemen perusahaan itu mengatakan kepada Bursa Saham Hong Kong, Komisi Pusat Militer Tiongkok telah memberikan izin khusus penggunaan obat bagi militer pada 25 Juni 2020 lalu. Izin khusus itu hanya berlaku selama satu tahun dan hanya boleh dikonsumsi oleh militer Tiongkok. 

"Lho, kami bingung, kan di Tiongkok sudah uji klinis dan dipakai tapi kok mau uji klinis lagi (di Indonesia)," ungkap Yuri. 

Meski begitu, Indonesia tidak menutup kemungkinan bisa bekerja dengan CanSino salah satunya terkait pembuatan vaksin TBC. "Tapi, ini baru pembicaraan awal," kata dia. 

Ia menegaskan, tawaran CanSino untuk melakukan uji klinis tahap tiga di Indonesia belum langsung diterima. Pemerintah masih mempertimbangkan. Salah satu yang perlu dipertimbangkan adalah kemampuan produksi vaksin COVID-19 yang dimiliki oleh PT Bio Farma. 

Sementara, pemerintah tidak jadi memesan vaksin dari Sinopharm lantaran harganya yang terlalu mahal. Mereka menawarkan per dosis vaksin dengan harga US$22 atau setara Rp323 ribu.

Yuri menilai harga tersebut kelewat mahal. Lantaran Sinovac akan menawarkan harga US$14,22 atau sekitar Rp206 ribu. "Kami coba menawar ke mereka, tapi tidak mau, ya sudah kami tidak jadi beli," ungkap Yuri. 

Baca Juga: Beli 100 Juta Vaksin Astrazeneca, Menlu RI: Dikirim Pertengahan 2021

2. RI hanya berhasil menyediakan 3 juta vaksin COVID-19 yang diimpor langsung dari Sinovac Biotech

Indonesia Batal Beli Vaksin COVID-19 dari AstraZeneca, Kenapa?Ilustrasi vaksin COVID-19 buatan Sinovac (Dokumentasi Sinovac)

Alhasil, menurut Yuri, pemerintah hanya dapat mengamankan 3 juta vaksin COVID-19 buatan Sinovac Biotech. Rencananya, pemerintah akan mengimpor langsung dari Tiongkok. 

Oleh sebab itu, tim Indonesia yang terdiri dari Majelis Ulama Indonesia, PT Bio Farma, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan pada 14 Oktober 2020 lalu terbang ke Tiongkok. Mereka ingin meninjau pabrik Sinovac Biotech dan menganalisa hasil uji klinis tahap ketiga yang sudah disetujui oleh Pemerintah Negeri Tirai Bambu. 

"Yang vaksin jadi dari Sinovac itu yang kami beli putus. Yang 3 juta dosis itu," ujar Yuri. 

Ia mengatakan sebelum akhirnya pemerintah membeli, maka BPOM harus menganalisa data-data terkait uji klinis dan izin darurat yang dimiliki oleh Sinovac Biotech. "Supaya nanti BPOM bisa mengeluarkan izin penggunaan darurat (untuk dipakai di Indonesia)," jelasnya. 

Sedangkan, tugas MUI dan Kementerian Agama adalah mengeluarkan sertifikasi kehalalan. "Ini sangat penting bagi Indonesia," tutur Yuri. 

Namun, semua proses itu baru bisa dilakukan oleh tim usai mereka merampungkan karantina mandiri selama 14 hari di Beijing. Artinya, mereka baru bisa mengunjungi fasilitas di Sinovac pada 29 Oktober 2020 mendatang. 

3. Kemenkes mengikuti anjuran Jokowi yang meminta agar proses vaksin tidak tergesa-gesa

Indonesia Batal Beli Vaksin COVID-19 dari AstraZeneca, Kenapa?Presiden Jokowi pimpin rapat terbatas di Istana Merdeka pada Senin (19/10/2020) (Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Menurut Yuri, Kemenkes tidak langsung memborong semua vaksin yang ada lantaran mengikuti anjuran Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Hal itu disampaikan oleh Jokowi ketika membuka rapat terbatas pada Senin, 19 Oktober 2020 lalu. 

"Saya juga meminta yang berkaitan dengan vaksin, vaksin ini saya minta jangan tergesa-gesa karena sangat kompleks," ungkap mantan Gubernur DKI Jakarta itu di Istana Kepresidenan. 

Ia turut meminta agar jajarannya bisa melakukan komunikasi yang baik ke publik terkait penyediaan vaksin dan pelaksanaannya. Jokowi mengaku tak mau terulang kembali peristiwa seperti pengesahan UU Cipta Kerja yang membuat publik resah. 

"Ini kan menyangkut persepsi di masyarakat, kalau komunikasinya kurang baik, bisa kejadian kayak di UU Cipta Kerja ini," tutur dia.

4. Pemerintah memprioritaskan 3 juta vaksin jadi buatan Sinovac hanya untuk tenaga medis

Indonesia Batal Beli Vaksin COVID-19 dari AstraZeneca, Kenapa?Ilustrasi imunisasi vaksin COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Yuri menjelaskan bila semua data-data diperoleh tim Indonesia yang berada di Beijing sudah lengkap, maka pemerintah baru bersedia mengimpor vaksin jadi buatan Sinovac Biotech. Namun, BPOM harus mengeluarkan dulu izin penggunaan darurat untuk proses imunisasi pada November 2020. 

"Jadi, tiga juta vaksin itu untuk 1,5 juta orang, karena tiap orang akan mendapat dua dosis. Kalau hitung-hitungan dan semua prosesnya lancar, maka paling cepat imunisasi sudah bisa pertengahan November," ungkapnya. 

"Setelah dihitung, kan kebutuhan untuk tenaga kesehatan saja mencapai 3 juta, jadi yang akan disuntik ya yang nakes saja," tuturnya lagi. 

Meski begitu, Yuri memastikan tetap mengikuti kualifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Kemenkes. Salah satunya, tenaga kesehatan harus berusia 19-59 tahun. Nakes yang memiliki penyakit komorbid juga tak akan menerima vaksin COVID-19. 

5. Uji klinis tahap ketiga vaksin Sinovac tetap berjalan dan diprediksi rampung Januari 2021

Indonesia Batal Beli Vaksin COVID-19 dari AstraZeneca, Kenapa?Dok.Humas Jabar

Sementara, proses uji klinis tahap ketiga vaksin Sinovac di Bandung masih berjalan. Tetapi, Yuri menjelaskan bila uji klinis sudah dinyatakan lolos, maka bahan baku pembuatan vaksin (bulk) akan dikirimkan oleh Sinovac Biotech pada November 2020. Sinovac menjanjikan akan mengirimkan 15 juta bulk vaksin COVID-19. 

"Kemudian, kami melakukan perhitungan dengan pihak Bio Farma, diprediksi bulk itu diolah dan jadi vaksin pada Januari 2021, tapi jumlah hanya 13,2 juta vaksin. Gak mungkin menjadi 15 juta vaksin," tutur Yuri. 

Sinovac, kata Yuri juga menjelaskan pemerintah ingin vaksin tersedia secara cepat, maka satu-satunya cara yaitu dengan mengimpor vaksin jadi. "Mereka mengatakan hanya ada 1,5 juta (vaksin) di akhir bulan November dan 1,5 juta lagi di bulan Desember," ungkapnya.


Pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan COVID-19, menggelar kampanye 3 M : Gunakan Masker, Menghindari Kerumunan atau jaga jarak fisik dan rajin Mencuci tangan dengan air sabun yang mengalir. Jika protokol kesehatan ini dilakukan dengan disiplin, diharapkan dapat memutus mata rantai penularan virus. Menjalankan gaya hidup 3 M, akan melindungi diri sendiri dan orang di sekitar kita. Ikuti informasi penting dan terkini soal COVID-19 di situs covid19.go.id dan IDN Times

https://www.youtube.com/embed/tjxHELqn72E

Baca Juga: Ironis! Relawan Vaksin AstraZeneca di Brasil Meninggal karena COVID-19

Topik:

  • Dwifantya Aquina
  • Edwin Fajerial

Berita Terkini Lainnya