Istana Klaim Jokowi Ogah Tambah Masa Jabatan dan Pimpin RI 3 Periode

"Amandemen UUD 1945 adalah domain MPR"

Jakarta, IDN Times - Istana kembali menegaskan Presiden Joko "Jokowi" Widodo tak berminat menjadi RI satu selama tiga periode maupun memperpanjang masa jabatannya. Jokowi disebut setia terhadap isi konstitusi yakni UUD 1945 dan amanah reformasi 1998. 

"Ini adalah sikap politik Presiden Joko Widodo untuk menolak wacana (jadi presiden) tiga periode maupun memperpanjang masa jabatan presiden," ungkap Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, dalam pernyataan video yang diterima pada Sabtu (11/9/2021) malam. 

Bantahan itu kembali disampaikan pihak Istana usai Partai Amanat Nasional (PAN) memutuskan kembali ke koalisi pemerintah. Publik memandang dengan bergabungnya PAN akan memudah agenda politik apa pun, termasuk menambah masa jabatan presiden dari 2024 hingga 2027. 

"Presiden Joko Widodo memahami bahwa amandemen UUD 1945 adalah domain dari Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR)," kata pria yang dipilih Jokowi menjadi Duta Besar RI untuk Kazakhstan tersebut. 

Namun, Ketua MPR Bambang Soesatyo pada 16 Agustus 2021 lalu melempar wacana bakal melakukan amandemen UUD 1945, khususnya menyangkut kewenangan MPR membuat Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Wacana yang terus digaungkan ini membuat publik khawatir dapat melebar ke amandemen periode jabatan presiden. 

Apakah amandemen UUD 1945 di tengah pandemik COVID-19 mendesak untuk dilakukan?

1. Amandemen UUD 1945 belum akan dilakukan dalam waktu dekat

Istana Klaim Jokowi Ogah Tambah Masa Jabatan dan Pimpin RI 3 PeriodeSekjen PPP Arsul Sani (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, membantah apa yang disampaikan Bamsoet bermakna MPR bakal langsung melakukan amandemen UUD 1945. Bahkan, hingga saat ini belum diputuskan secara resmi MPR bakal melakukan amandemen UUD 1945. 

"Apa yang disampaikan oleh Ketua MPR RI dalam sidang tahunan MPR 16 Agustus lalu hendaknya tidak dipahami bahwa proses amandemen itu telah diputuskan dan akan berlangsung," ungkap Arsul ketika dihubungi 24 Agustus 2021. 

Dia menjelaskan, wacana amandemen terbatas UUD 1945 terkait PPHN merupakan rekomendasi dari MPR periode 2014-2019. Arsul mengatakan, MPR periode 2009-2014 juga pernah menyinggung soal amandemen terbatas UUD 1945.

"Rekomendasinya untuk melakukan pengkajian dengan kemungkinan dilakukannya amandemen UUD dimaksud," kata dia. 

Meski ada rekomendasi, Arsul menegaskan, MPR belum memutuskan ada amandemen terbatas UUD 1945. Sebab, katanya, usulan terkait amandemen juga belum ada.

"MPR secara kelembagaan belum memutuskan bahwa amandemen UUD tersebut akan dilakukan. Karena memang belum ada yang secara resmi mengusulkan, yakni minimal 1/3 anggota MPR, yang berarti sedikitnya 238 anggota MPR. Pimpinan MPR tidak dalam posisi hukum untuk memutuskan apakah amandemen akan berlangsung atau tidak," tutur dia lagi. 

Baca Juga: PAN Akhirnya Gabung Lagi ke Pemerintah, Bakal Dapat Kursi Menteri?

2. Koalisi pendukung pemerintah di parlemen makin gemuk, jadi mudah gulirkan agenda politik

Istana Klaim Jokowi Ogah Tambah Masa Jabatan dan Pimpin RI 3 PeriodeIlustrasi Gedung DPR di Senayan, Jakarta Pusat (IDN Times/Kevin Handoko)

Pernyataan Jokowi yang bolak-balik menegaskan tak ingin menambah periode jabatan presiden hingga tiga periode tidak serta merta dipercaya partai oposisi. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Jansen Sitindaon, menilai sebaliknya. Sebab, sikap PAN yang kembali ke kubu pemerintah menambah gemuk koalisi parpol pendukung pemerintah.

Berdasarkan perhitungan Jansen, kini jumlah kursi anggota parlemen yang mendukung pemerintah sudah mencapai 471 kursi atau 82 persen. Hal ini menurutnya perlu diwaspadai.

Sebab, dia menilai akan semakin memudahkan agenda pihak tertentu yang ingin melakukan amandemen UUD 1945. 

"Total kursi di MPR 711 kursi, 575 kursi DPR ditambah 136 kursi DPD. Untuk mengubah pasal-pasal di UUD, maka harus digelar sidang MPR dan dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR atau sebanyak 474 legislator atau senator," tulis Jansen di akun Twitternya, @jansen_jsp, yang dikutip pada 27 Agustus 2021. 

"Jadi, cukup butuh tambahan tiga kursi DPD lagi. Setelah itu, mau mengubah isi konstitusi yang mana pun pasti lolos. Termasuk perpanjangan masa jabatan (presiden) dan (presiden boleh menjabat) tiga periode," sambungnya. 

3. Anggota DPR dari Fraksi PAN nilai amandemen UUD 1945 belum mendesak

Istana Klaim Jokowi Ogah Tambah Masa Jabatan dan Pimpin RI 3 PeriodeAnggota DPR dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus (www.dpr.go.id)

Di sisi lain, anggota Komisi II dari Fraksi PAN Guspardi Gaus menilai amandemen UUD 1945 belum mendesak untuk dilakukan. Hal itu termasuk melakukan revisi terhadap PPHN. 

"Jangan ada kesan di masyarakat bahwa amandemen dilakukan hanya untuk tujuan kepentingan politik sesaat. Apalagi negara yang tengah berjuang menghadapi pandemik COVID-19 dan pemulihan ekonomi," ungkap Guspardi yang dikutip dari situs resmi DPR pada Minggu (12/9/2021). 

Legislator asal Sumatera Barat itu menyebut amandemen memang dimungkinkan secara konstitusi. Tetapi, harus dilakukan dengan kajian yang matang dan komprehensif dengan tujuan dan penjelasan yang detail. Dalam proses amandemennya pun, PPHN jangan hanya diserahkan ke MPR. 

"Aspirasi dari kelompok masyarakat juga harus didengar dan sangat penting dipertimbangkan," tutur dia. 

Guspardi juga menyebut tanpa adanya PPHN, bukan berarti pembangunan di Tanah Air tidak memiliki arah.

"Kita sudah memiliki UU Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) tahun 2005-2025 yang saat ini sedang dievaluasi Bappenas untuk 2025-2050. UU ini telah secara rinci mengatur arah dan sasaran target pembangunan Indonesia yang jauh lebih lengkap dari GBHN itu sendiri," katanya. 

Guspardi pun meminta wacana amandemen UUD 1945 sebaiknya disetop. Ia mengajak publik dan para elite politik fokus menangani pandemik COVID-19 dan memulihkan perekonomian nasional. 

Baca Juga: Arsul Sani PPP: MPR Belum Putuskan Amandemen UUD 1945 atau Tidak

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya