Jadi Justice Collaborator KPK, Ini 4 Keuntungan yang Didapat Koruptor

Jadi Justice Collaborator berpeluang mendapatkan hukuman minimal

Jakarta, IDN Times - Satu demi satu tersangka kasus megakorupsi KTP Elektronik mengajukan diri sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau yang dikenal dengan sebutan 'justice collaborator' (JC). Terakhir yang diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan JC adalah Anang Sugiana, Direktur Utama PT Quadra Solution, pemenang tender proyek KTP Elektronik.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan Anang mengajukan diri sebagai JC pada pertengahan Januari lalu. Saat ini lembaga antirasuah masih mempelajari pengajuan JC sebelum akhirnya memutuskan untuk menolak atau mengabulkan status JC tersebut. 

Anang ditetapkan sebagai tersangka pada (27/09/2017) dan ditahan KPK pada (9/11/2017). Pengajuan JC yang dilakukan Anang beralasan lantaran ia disangka dengan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman yang diterima Anang bisa penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun. 

Lalu, mengapa mereka akhirnya mau bekerja sama dengan KPK padahal tidak sedikit yang sebelumnya membantah terima uang korupsi?

1. Bisa dituntut hukuman yang ringan

Jadi Justice Collaborator KPK, Ini 4 Keuntungan yang Didapat Koruptor  IDN Times/Linda Juliawanti

Menurut Febri, ketika seorang tersangka atau terdakwa dikabulkan status JC nya, maka mereka berpeluang besar untuk dituntut hukuman yang ringan. Alih-alih dituntut hukuman seumur hidup atau maksimal 20 tahun, mereka bisa dituntut antara 5-8 tahun. 

Dalam kasus korupsi KTP Elektronik, terpidana Andi Agustinus, tidak dituntut 20 tahun oleh Jaksa Penuntut. Salah satu alasannya karena status JC nya dikabulkan oleh pimpinan KPK. Maka jaksa hanya menuntutnya dengan hukuman 8 tahun penjara. 

Dalam sidang penuntutan dan pembelaan pun Andi justru menerima tuntutan tersebut. 

"Pengajuan JC ini tentu akan menguntungkan tersangka dan penegakan hukum," kata mantan pegiat anti korupsi itu ketika memberikan keterangan pers pada Rabu (31/01). 

Baca juga: Pansus Angket Berikan Rekomendasi Ini ke KPK

2. Bisa mendapat pemotongan masa hukuman 

Jadi Justice Collaborator KPK, Ini 4 Keuntungan yang Didapat Koruptor  IDN Times/Linda Juliawanti

Fasilitas lain yang diterima JC yakni bisa mendapat pemotongan masa hukuman atau remisi. Menurut Febri, hal itu tidak terjadi kalau tersangka atau terpidana tidak bekerja sama dengan penegak hukum. 

3. Dapat pembebasan bersyarat 

Jadi Justice Collaborator KPK, Ini 4 Keuntungan yang Didapat Koruptor  IDN Times/Linda Juliawanti

Tersangka atau terpidana yang dikabulkan JC nya juga bisa mendapat pembebasan bersyarat usai mereka menjalani 2/3 masa hukumannya. Tetapi, Febri mengingatkan bahwa dua fasilitas terakhir baru dapat dirasakan usai keputusan hakim berkekuatan hukum tetap. 

Hal lain yang perlu diingat, kata dia, tentu agar bisa JC nya dikabulkan, ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi tersangka. Pertama, mengakui bersalah dan perbuatan korupsinya, kedua, memberikan pengakuan yang utuh dan konsisten serta ketiga, mengungkap aktor yang lebih besar. 

Dalam kasus Anang, Febri mengatakan pihak KPK masih terus mempelajari keterangan yang disampaikan oleh pria yang ikut menerima aliran dana.

"Kami masih menyimak lebih lanjut keterangan Anang karena sebagian besar masih dilakukan pada saksi-saksi yang lain. Ada waktu yang cukup panjang untuk mempertimbangkan hal tersebut," ujar Febri. 

4. JC adalah hak tersangka

Jadi Justice Collaborator KPK, Ini 4 Keuntungan yang Didapat Koruptor  IDN Times/Linda Juliawanti

Banyaknya koruptor dalam kasus KTP Elektronik yang mengajukan status sebagai saksi yang bekerja sama menimbulkan persepsi mereka ingin menghindari hukuman maksimal. Alih-alih dijatuhi hukuman penjara 20 tahun, mereka berpeluang mendapat hukuman lebih ringan. Belum lagi ada keuntungan potongan masa tahanan.

Namun, menurut Febri, status JC adalah hak setiap tersangka. Negara pun mengapresiasi kalau mereka ingin mengajukan hal tersebut. 

"Oleh sebab itu penegak hukum harus selektif dalam mengabulkan JC. Tidak boleh sembarangan mengabulkan kepada seluruh pemohon," kata Febri. 

Ia menolak kalau dikatakan KPK menawarkan fasilitas JC kepada setiap tersangka. Yang mereka lakukan, kata Febri, adalah menginformasikan hak tersangka.

Hal penting lainnya yang terungkap dalam kasus korupsi KTP Elektronik yaitu ada efek besar yang dirasakan publik akibat kegagalan proyek identitas tunggal itu. Andi Agustinus menyadari hal tersebut. Maka, ketika membacakan nota pembelaan, ia turut meminta maaf kepada rakyat Indonesia karena ikut berpartisipasi atas kegagalan proyek tersebut. 

"KTP Elektronik ini juga merupakan proyek nasional yang mencakup data kependudukan seluruh rakyat Indonesia dan menyinggung kepentingan lainnya baik itu sosial, politik dan administrasi kependudukan," kata Febri.

Dengan demikian, maka total sudah ada lima tersangka atau terdakwa dalam kasus KTP Elektronik yang mengajukan menjadi JC, yakni Irman, Sugiharto, Andi Agustinus, Setya Novanto, dan Anang. Khusus untuk Irman dan Sugiharto, KPK tengah mengajukan kasasi lantaran majelis hakim malah tidak mengabulkan JC keduanya. Padahal, pimpinan KPK mengabulkan permohonan JC itu. 

Baca juga: Teka-teki Status Hukum Zumi Zola, Ini Kata KPK

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya