Jadi Tersangka Korupsi Tapi Menang Pilkada, Ini Komentar KPK

Bupati non aktif Syahri Mulyo unggul dalam perolehan suara

Jakarta, IDN Times - Calon kepala daerah petahana Tulungagung, Syahri Mulyo dipastikan keluar sebagai pemenang pada Pilkada 2018. Menurut informasi dari Ketua KPU Kabupaten Tulungagung, Suprihno, pasangan calon nomor urut dua itu berhasil meraih 355.966 suara alias 59,8 persen. Sedangkan, lawannya paslon nomor urut satu, Margiono memperoleh 238.966 suara alias 40,2 persen. 

Angka itu diketahui dari aplikasi khusus yang dikeluarkan KPU Tulungagung yang merupakan penghitungan riil dari data Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Aplikasi itu bisa diakses di ponsel yang memiliki sistem operasi Android. 

Suprihno mengatakan adanya aplikasi itu merupakan bagian layanan kepada publik dan bentuk transparansi penyelenggaraan Pemilu. 

"Namun penetapan dan pengumuman resminya tetap sesuai dengan tahapan yang ditentukan," ujar Suprihno kepada media, Kamis (28/6). 

Masalahnya, Syhari saat ini sedang ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terlibat kasus suap proyek infrastruktur. Lalu, bagaimana lembaga anti rasuah menanggapi kemenangan Syahri yang notabene adalah seorang tersangka kasus korupsi? 

1. Masyarakat memiliki pertimbangan masing-masing dengan memilih Syahri Mulyo

Jadi Tersangka Korupsi Tapi Menang Pilkada, Ini Komentar KPKANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko

Menurut Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, masyarakat di Tulungagung pasti memiliki pertimbangan dan rasionalitasnya masing-masing sehingga tetap memilih Syahri kendati sudah ada label sebagai tersangka kasus korupsi. Bisa jadi yang dilihat mungkin kinerja calon wakil bupatinya atau perkembangan kinerjanya saat menjabat di periode sebelumnya.

"Jadi, apa pun hasilnya itu, harus kita selamati. Di satu sisi, hal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK tetap ada dalam koridor dan jauh dari premis politik," ujar Saut melalui pesan pendek kepada IDN Times pada Kamis pagi (28/6).

Saut pun gak mempermasalahkan banyaknya kritik dan cemooh yang diterima oleh lembaga anti rasuah ketika nama Syahri justru unggul berdasarkan hasil hitung cepat. Pada dasarnya, kata pria yang pernah menjabat sebagai staf ahli di Badan Intelijen Negara (BIN) itu, kalau ada minimal dua alat bukti dalam kasus korupsi, maka siapa pun individunya tetap akan diproses. Gak terkecuali seorang kepala daerah.

"Gak apa-apa (KPK dicemooh). Kita kan gak ada urusannya dengan isu politik. Kalau mau berdebat soal hukum, itu dilakukan di pengadilan bukan di luar ranah itu," katanya lagi.

2. KPK terus memproses kasus Bupati Tulungagung

Jadi Tersangka Korupsi Tapi Menang Pilkada, Ini Komentar KPKANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Sementara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku akan tetap memproses kasus Bupati non aktif Tulungagung, Syahri Mulyo. Kemenangannya di Pilkada gak berpengaruh apa pun terhadap proses hukum.

"Kami masih terus panggil dan prosesnya terus berjalan," ujar Saut yang ditemui di gedung KPK pada Jumat kemarin.

Syahri dijadikan tersangka usai digelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8 Juni lalu. Sayang, penyidik KPK gak berhasil menangkap tangan Syahri tengah menerima uang. Penyidik menangkap seorang kontraktor bernama Sulistyo Prabowo, yang telah menyerahkan uang bagi Syahri. Di saat yang bersamaan, kontraktor itu juga menyuap Walikota Blitar, Samanhudi Anwar. Sebagai barang bukti, penyidik berhasil menemukan uang di dalam kardus dengan total Rp 2,5 miliar.

3. Syahri Mulyo akan tetap dilantik walau ditahan di KPK

Jadi Tersangka Korupsi Tapi Menang Pilkada, Ini Komentar KPKGoogle image

Lalu, gimana nasib Syahri usai disebut unggul dalam Pilkada di Tulungagung? Menurut Kapuspen Kementerian Dalam Negeri, Bachtiar, Syahri akan tetap dilantik kendati sudah menyandang status tersangka kasus korupsi. Sebab, status hukum Syahri, kata dia, belum inkracht alias berkekuatan hukum tetap.

Ia baru akan dicopot sebagai bupati, seandainya putusan majelis hakim sudah berkekuatan hukum tetap.

"Ya (Syahri Mulyo) tetap akan dilantik. Kan masih proses hukum dan belum inkracht. Ini kan baru versi quick count. Seandainya nanti dia benar menang melalui penetapan oleh KPU, maka yang bersangkutan tetap dilantik sebagai bupati," ujar Bahtiar di kantor Kemendagri pada Kamis kemarin.

Prosesnya, kata dia, yakni Syahri akan dipinjam dari rutan KPK untuk dilantik. Belum diketahui apakah KPK menyetujui prosedur ini. Usai dilantik, maka Syahri akan dikembalikan lagi ke tahanan.

"Dulu sudah pernah kami lakukan. Di sini juga sudah pernah kami lakukan dan gak ada masalah. Tapi, orang ini kan status hukumnya masih belum inkracht," kata dia.

Begitu sudah ada putusan hukum tetap dari majelis hakim baru tindakan administrasi selanjutnya dipikirkan. Opsi yang tersedia bisa wakil bupati naik menggantikan bupati non aktif, atau parpol pengusung mencalonkan nama untuk ditempatkan sebagai wakil bupati.

Topik:

Berita Terkini Lainnya