Jaksa Sebut Mantan Kepala BPPN Dekat dengan Orangnya Sjamsul Nursalim

Syafruddin dituding jaksa memperkaya Sjamsul Rp 4,58 triliun

Jakarta, IDN Times - Terdakwa kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Arsyad Temenggung, disebut jaksa dekat dengan orang kepercayaan pemilik BDNI Sjamsul Nursalim. Khusus nama terakhir yang disebut adalah pengemplang dana BLBI yang masih belum menuntaskan kewajibannya sebesar Rp 28,4 triliun.

Jaksa penuntut umum mendasarkan argumennya dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Suganda Setiadi Kurnia. Suganda adalah pemilik awal PT Kurnia Cipta Pratama, perusahaan yang bergerak di bidang kebun kelapa sawit. 

"Awalnya, Kurnia Cipta Pratama dipinjam Syafruddin. Saya lupa kapan dipinjam sahamnya sesuai dengan akta pengalihan, saya diberikan uang oleh Syafruddin sebesar Rp 500 juta," ujar jaksa Wayan membacakan isi BAP milik Suganda dalam persidangan yang digelar pada Senin (30/7) di Pengadilan Tipikor seperti dikutip dari Antara

Suganda seharusnya hadir dalam persidangan kemarin sebagai saksi. Tapi, ia absen dengan alasan sakit. 

Orang kepercayaan Sjamsul yang dinilai dekat dengan Syafruddin bernama Robert Bono. Dia adalah komisaris pada tiga perusahaan yang masuk dalam Grup Gajah Tunggal. Gajah Tunggal sendiri merupakan perusahaan yang dimiliki oleh Sjamsul Nursalim, obligor BLBI yang hingga kini lebih memilih menetap di Singapura ketimbang datang ke Indonesia memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Lalu, apa tanggapan Syafruddin mendengar BAP tersebut? Apa keuntungan yang diduga diperoleh Sjamsul Nursalim dengan memiliki kedekatan dengan Syafruddin? 

1. Orang dekat Sjamsul Nursalim masih bertemu Syafrudin pada tahun 2017 lalu

Jaksa Sebut Mantan Kepala BPPN Dekat dengan Orangnya Sjamsul Nursalim(Syafruddin Arsyad Temenggung) ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Kedekatan mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung dengan orang Sjamsul Nursalim membuat jaksa menjadi curiga. Sebab, sebelumnya, Syafruddin sudah menghapuskan piutang Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) senilai Rp 2,8 triliun. Piutang itu berasal dari dana pinjaman BDNI yang diberikan kepada para petani tambak udang. 

Total dana pinjaman yang diberikan sesungguhnya Rp 3,9 triliun. Namun, utang yang bisa dibayar hanya Rp 1,1 triliun.

 

"Sisanya, Rp 2,8 triliun diusulkan untuk diwrite off (dihapus bukukan). Terdakwa juga menyampaikan kemungkinan untuk dilakukan penghapusan pembukuan di BPPN. Namun, tidak melaporkan aset berupa utang petambak yang diserahkan oleh Sjamsul Nursalim yang terdapat misrepresentasi pada saat penyerahannya ke BPPN," kata jaksa. 

Misrepresentasi yang dimaksud di sini yakni Sjamsul menyampaikan di hadapan BPPN bahwa kredit yang disalurkan kepada para petambak itu berjalan lancar. Namun, usai dilakukan audit justru ditemukan penyaluran kredit ke para petambak plasma tersebut digolongkan macet.

Bahkan, ia juga mengusulkan di rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, agar piutang itu dihapuskan. Tidak ada keputusan apa pun yang diambil dalam rapat tersebut. Namun, Syafruddin mengatakan dalam rapat eksekutif di BPPN, ratas kabinet setuju agar utang para petambak itu dihapuskan.

Di dalam BAP, Suganda mengatakan, Syafrudin dan Robert sering bertemu. Pertemuan itu terjadi di Jakarta dan di Singapura.

"Setelah keduanya diperkenalkan, mereka bertemu di Lounge Hotel Dharmawangsa dan di Hotel Grand Hyatt Singapura. Saya ikut menemani," ujar jaksa membacakan kembali isi BAP Suganda kemarin.

Bahkan, Robert masih bertemu dengan Syafruddin di tahun 2017 lalu. Padahal, pria berusia 58 tahun itu ditahan oleh KPK pada 21 Desember 2017.

Baca juga: Ini Daftar Kesalahan Syafruddin Temenggung Dalam Kasus Korupsi BLBI

2. Syafruddin membantah kenal dekat dengan orang Sjamsul Nursalim

Jaksa Sebut Mantan Kepala BPPN Dekat dengan Orangnya Sjamsul Nursalim(Syafruddin Arsyad Temenggung) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Sementara, ketika mendengar BAP Suganda, Syafruddin langsung membantahnya. Ia mengaku baru mengenal Suganda sekitar tahun 1999 lalu. Saat itu, Suganda masih menjabat sebagai Komisaris PT Danareksa.

"Sedangkan Robert baru saya kenal di tahun 2006-2007. Saat itu, saya sudah tidak lagi menjabat sebagai Ketua BPPN. Kami memang sering bertemu Pak Suganda. Tapi kalau bertemu Pak Robert itu baru. Dan saya tidak ngopi, tidak nge-wine, atau ngerokok," kata Syafruddin saat memberikan tanggapan terhadap BAP yang dibacakan.

Sementara, pertemuan di tahun 2017 terjadi gara-gara anaknya menikah di tahun itu. Jadi, bukan secara khusus digunakan waktunya untuk bertemu dengan Robert.

Soal PT Kurnia Cipta Pratama, kata Syafruddin, itu memang semula perusahaan milik Suganda. Ia juga tidak menampik menjual rumah yang berlokasi di Nusa Indah, Cilandak ke Suganda.

"Rumah itu dijual tahun 2001 ke Pak Suganda. Tapi, karena dia banyak sekali asetnya, maka setelah dari BPPN tahun 2006, saya mau mulai usaha. Karena rumah itu tidak dipakai (oleh Suganda), maka saya katakan bagaimana kalau kami (keluarga Syafruddin) yang pakai," katanya lagi.

3. Sjamsul Nursalim masih emoh kembali ke Indonesia

Jaksa Sebut Mantan Kepala BPPN Dekat dengan Orangnya Sjamsul NursalimGoogle image

Salah satu petunjuk yang paling berharga dalam terbitnya Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk bank yang dimiliki Sjamsul Nursalim adalah kehadiran dari individu itu sendiri. Tapi, hingga kini Sjamsul terlihat lebih betah bermukim di Negeri Singa ketimbang kembali ke Indonesia dan menghadiri pemanggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam catatan lembaga anti rasuah, sudah tiga kali Sjamsul dan istrinya, Itjih Nursalim dipanggil sebagai saksi. Tapi, surat pemanggilan yang dititipkan melalui KPK Singapura bernama CPIB tidak pernah ditanggapi.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan ragu terhadap itikad baik yang dimiliki oleh Sjamsul dan istrinya. Sebab, kendati sudah tiga kali dipanggil, namun keduanya justru mangkir.

"Kenapa setelah tiga kali dipanggil oleh KPK tetapi tidak datang dalam pemeriksaan. Kami sudah kerja sama dengan CPIB saat itu dan suratnya tentu sudah disampaikan tetapi pemeriksaan tidak bisa dilakukan," ujar Febri ketika berbicara di suatu program televisi yang tayang pada 10 Juli lalu.

Mantan aktivis anti korupsi itu mengatakan kehadiran Sjamsul padahal sangat penting untuk mengklarifikasi beberapa hal.

"Kalau memang merasa ada tuduhan atau serangan terhadap Sjamsul, seharusnya ruangan pemeriksaan itu menjadi sebuah tempat untuk mengklarifikasi dan memberikan bukti-bukti di sana bahwa kewajiban sudah diselesaikan oleh Sjamsul Nursalim sehingga itu akan jadi pertimbangan, masuk ke dalam berkas dan akan dibawa ke persidangan," katanya lagi.

Dalam surat dakwaan yang disusun Jaksa KPK, BLBI diberikan ke BDNI dalam bentuk fasilitas surat berharga pasar uang khusus, fasilitas saldo debet, dan dana talangan valas. Tapi, rupanya ada pula BLBI yang diberikan ke BDNI usai periode 29 Januari 1999 hingga 30 Juni 2001 berupa saldo debet dan bunga fasilitas saldo debet sebesar Rp 5,4 triliun. 

Baca juga: Bantah Telah Rugikan Negara, Syafruddin Temenggung Ajukan Keberatan di Sidang

Topik:

Berita Terkini Lainnya