Jokowi Keluarkan 2 Perpres, Obat Remdesivir-Favipiravir Bisa Dibuat RI

Paten terhadap dua obat itu dilaksanakan dalam 3 tahun

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada Jumat (26/11/2021) mengeluarkan dua peraturan presiden (perpres) untuk melaksanakan paten terhadap obat favipiravir dan remdesivir. Kedua obat ini digunakan untuk mengobati pasien COVID-19. 

Paten dua obat itu dilaksanakan dalam jangka waktu tiga tahun ke depan. Ketetapan itu tertuang dalam Perpres Nomor 100 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Paten Oleh Pemerintah Terhadap Obat Remdesivir dan Perpres Nomor 101 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Paten Oleh Pemerintah Terhadap Obat Favipiravir.

Dengan adanya paten ini, maka Indonesia bisa memproduksi sendiri obat favipiravir dan remdesivir yang dibutuhkan bagi pasien COVID-19, dengan gejala sedang dan berat. 

Di Pasal 1 ayat (4) tertulis bila dalam waktu tiga tahun ke depan pandemik belum dinyatakan berakhir, maka pelaksanaan paten dapat diperpanjang hingga pandemik dinyatakan selesai oleh pemerintah. Perkara industri farmasi mana yang bakal memproduksi dua obat itu, akan ditentukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan. 

"Industri farmasi yang diberikan tugas sebagai pelaksana paten obat remdesivir secara terbatas, untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dan bersifat non-komersial," demikian isi Perpres yang diundangkan pada 10 November 2021 lalu. 

Meski begitu, industri farmasi diminta wajib memberikan 1 persen imbalan kepada pemegang paten dari nilai jual neto obat remdesivir. Di dalam perpres, pemegang paten untuk remdesivir tertulis atas nama Giliead Science. Sedangkan pemegang paten favipiravir adalah Fujifilm Toyama Chemical. 

Industri farmasi mana yang bakal memproduksi dua obat tersebut?

1. Industri farmasi di bawah Kementerian BUMN diprediksi akan produksi remdesivir dan favipiravir

Jokowi Keluarkan 2 Perpres, Obat Remdesivir-Favipiravir Bisa Dibuat RIMenteri BUMN, Erick Thohir (kanan) ketika meluncurkan nilai inti atau core value AHLAK dan logo baru Kementerian BUMN (ANTARA FOTO/Dokumentasi Kementerian BUMN)

Obat COVID-19 remdesivir dan favipiravir diprediksi bakal diproduksi oleh industri farmasi di bawah Kementerian BUMN. Sebab, Menteri Erick Thohir pernah menyebut ada empat jenis obat yang bakal diproduksi di dalam negeri, yaitu ivermectin, remdesivir, oseltamivir, dan favipiravir. 

Pada Juni 2021 lalu, PT Indofarma telah mengantongi izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memproduksi 4 juta butir ivermectin per bulan. Belakangan, Erick keliru menyampaikan ke publik bahwa izin edar bagi ivermectin bukan untuk terapi COVID-19, melainkan obat cacing. Hingga kini, ivermectin masih menjalani uji klinis sebagai obat terapi COVID-19. 

Diprediksi dua obat lainnya juga bakal diproduksi oleh BUMN. Menurut data Kementerian Kesehatan per September, favipiravir dan remdesivir merupakan dua obat yang paling banyak diminta di rumah sakit. Permintaan favipiravir di rumah sakit sangat tinggi yaitu mencapai 15.230.400 per September 2021. Disusul permintaan remdesivir sebanyak 326.040.

Kendati demikian, Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum menetapkan obat yang terbukti ampuh menyembuhkan pasien COVID-19. Sejauh ini, pengobatan yang digunakan untuk pasien COVID-19 bertujuan untuk mengurangi derajat keparahan pasien. Beberapa obat COVID-19 lainnya yang juga banyak dicari yakni Tocilizumab, IVIg, Oseltamivir, dan Azythromycin.

Baca Juga: Menkes: Bila Terjadi Lonjakan COVID, Kepala Negara G20 Takut ke Bali

2. Pemerintah terapkan PPKM Level 3 untuk cegah lonjakan kasus COVID-19 selama Natal dan tahun baru

Jokowi Keluarkan 2 Perpres, Obat Remdesivir-Favipiravir Bisa Dibuat RIIlustrasi kembang api di malam pergantian tahun di Jakarta (IDN Times/Helmi Shemi)

Sementara, pemerintah telah menetapkan bakal memberlakukan PPKM Level 3 di semua wilayah Indonesia pada periode 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. Hal itu untuk mencegah terjadinya lonjakan COVID-19 di akhir tahun. 

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menegaskan, pemberlakuan PPKM Level 3 secara serentak ini bukan berarti ada kenaikan level PPKM di wilayah yang kasusnya sudah mulai melandai.

"Jadi, khusus selama libur Natal dan tahun baru digunakan ketentuan-ketentuan di PPKM Level 3, plus nanti ada beberapa arahan dari Bapak Presiden terutama pengetatan terhadap pertemuan berskala besar," ujar Muhadjir di Istana Merdeka pada 18 November 2021 lalu.

Ia mengatakan, situasinya darurat untuk mencegah agar tidak ada lagi kenaikan kasus COVID-19 di Indonesia. Meski saat ini kasus COVID-19 di Tanah Air sedang landai, tetapi di negara tetangga di kawasan Asia Tenggara dan Benua Eropa malah sedang mengalami kenaikan. 

"Maka, kita tidak boleh sembrono dan gede kepala bahwa pandemik di kita sudah selesai," tutur dia lagi. 

3. Satgas penanganan COVID-19 sebut RI bisa saja lolos dari gelombang ketiga pandemik

Jokowi Keluarkan 2 Perpres, Obat Remdesivir-Favipiravir Bisa Dibuat RIKetua Tim Pakar Gugus Tugas COVID-19 Wiku Adisasmito (Dok. BNPB)

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 memprediksi, Indonesia bisa saja lolos dari ancaman gelombang ketiga virus Sars-CoV-2, yang diproyeksi sejumlah ahli kesehatan dan epidemiolog terjadi pada akhir atau awal tahun saat libur Natal dan tahun baru (Nataru).

Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito menyebut, harapan itu dapat terwujud hanya dengan berbagai syarat, salah satunya adalah dengan kedisiplinan warga dalam menjalankan protokol kesehatan COVID-19. 

"Selain itu, cakupan vaksinasi harus terus ditingkatkan," ujar Wiku seperti dikutip dari kanal YouTube BNPB, Kamis 25 November 2021.

Wiku mendorong masyarakat agar tetap memakai masker dan menjaga jarak, meski sejumlah kegiatan sosial-ekonomi telah dibuka. Wiku juga melaporkan, masih banyak warga khususnya di area publik seperti terminal dan pasar yang tidak memakai masker lantaran monitoring petugas kurang optimal. 

"Kunci kesuksesan kita menghadapi Nataru ada dua. Yang pertama, kesadaran masyarakat untuk tetap memakai masker dan menjaga jarak serta tidak menunda-nunda untuk divaksinasi. Kedua, keseriusan pemerintah dalam pengawasan prokes dan distribusi vaksin pada wilayah-wilayah yang cakupannya masih rendah," ujarnya. 

Baca Juga: Epidemiolog UI Ragu Bakal Terjadi Lonjakan COVID Akhir Tahun, Kenapa?

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya