Jubir: Pemerintah Tak Bohong Soal COVID-19, Cuma Atur Info ke Publik 

Publik Indonesia dinilai belum siap hadapi COVID-19

Jakarta, IDN Times - Juru bicara pemerintah untuk penanganan isu virus corona, dr. Achmad Yurianto membantah bila pihaknya diklaim membohongi publik ketika menyampaikan informasi terkait COVID-19. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh pemerintah adalah mengatur arus kebenaran yang bisa didengar oleh publik. 

Pria yang akrab disapa Yuri itu menilai hingga saat ini masyarakat masih belum siap menerima informasi yang sesungguhnya mengenai virus corona. Salah satu indikasinya terjadi ketika informasi mengenai pasien 01 dan 02 terungkap. Mereka sempat mendapat sorotan diskriminatif. 

"Saya mengatakan saya tidak berbohong, tapi saya mengatur berita," ungkap Yuri ketika berbicara dengan Deddy Corbuzier di akun YouTube nya yang diunggah pada Selasa (17/3) kemarin. 

Tudingan bahwa pemerintah tengah menutup-nutupi fakta mengenai COVID-19 sudah muncul ketika pasien yang bermukim di Depok akhirnya diumumkan oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada (2/3) positif tertular COVID-19. Dua pasien mengaku terkejut hasil diagnosa mereka malah diumumkan oleh Presiden Jokowi. 

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun akhirnya mengakui tak semua informasi akan disampaikan kepada publik. Tujuannya, untuk mengurangi kepanikan masyarakat. 

Bukankah dengan cara ini, pemerintah justru akan dirisak oleh publik? Yuri mengatakan itu adalah risiko dari pekerjaannya. 

"Semua pekerjaan ada risikonya kan? Tapi, ini kan bukan untuk kepentingan saya," kata dia lagi. 

Lalu, apakah kebijakan seperti ini akan terus diambil oleh pemerintah dalam menghadapi wabah COVID-19? Sebab, Badan Kesehatan Dunia (WHO) justru mendorong agar ada transparansi informasi ke publik agar bisa secepatnya menanggulangi isu COVID-19. 

1. Jubir pemerintah menilai tidak semua masyarakat Indonesia siap menerima berita mengenai virus corona

Jubir: Pemerintah Tak Bohong Soal COVID-19, Cuma Atur Info ke Publik Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo (kanan) bersama Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto menyampaikan keterangan pers di Jakarta, Selasa (17/3/2020) (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Di dalam tayangan video dengan durasi hampir 36 menit itu, Yuri menjelaskan pihaknya harus mengatur semua informasi mengenai COVID-19 yang akan dikonsumsi oleh publik. Sebab, tak semua pihak mau mendengar kabar jujur. 

"Tidak semua kabar baik berdampak baik kan? Meskipun ada juga berita jelek tidak selalu membawa dampak jelek kan?" tanya Yuri kepada Deddy. 

Tujuan utama pemerintah tak selalu membagi infomasi, agar publik tidak panik dan tingkat kepercayaan masyarakat tidak turun ketika pemerintah tengah berjibaku mencegah penyebarluasan COVID-19. 

"Yang kami tujukan kan bukan kontennya, tapi bagaimana masyarakat bisa menerima konten berita itu kan," ungkapnya. 

Baca Juga: Jubir COVID-19: Banyak Rumah Sakit Tolak Pasien Corona karena Bisnis!

2. Pemerintah sengaja tidak ungkap di mana pasien COVID-19 dirawat karena sebagian rumah sakit merasa keberatan

Jubir: Pemerintah Tak Bohong Soal COVID-19, Cuma Atur Info ke Publik (Ilustrasi virus corona) IDN Times/Arief Rahmat

Sementara, di bagian awal video, Yuri membuka suatu fakta yang mencengangkan. Pemerintah menemukan fakta ada beberapa rumah sakit yang tak mau diketahui tengah merawat pasien COVID-19. Alasannya, karena khawatir rumah sakit itu akan sepi pasien. 

"Kalau ketahuan merawat (pasien COVID-19), maka pasien yang lain gak akan mau datang (berobat ke sana). This is business dan itu yang terjadi," ungkap Yuri. 

Beranjak dari fakta itu lah, Yuri melanjutkan, pemerintah tidak pernah bersedia mengungkap di mana pasien COVID-19 dirawat. Kecuali bila lokasi perawatannya di RSUP Persahabatan dan RSPI Sulitanti Saroso.

Di dalam video itu, Yuri juga mengungkap sikap rumah sakit menolak untuk merawat pasien COVID-19 adalah bentuk pelanggaran hukum. Oleh sebab itu, ia akan membicarakan mengenai temuan ini dengan Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia. 

"Silakan Anda (beri) kartu kuning, kalau masih anu (membandel) ya tinggal dikartu merah," kata Yuri. 

3. Pemerintah menyesalkan pemilik rumah sakit kini lebih mengedepankan kepentingan bisnis

Jubir: Pemerintah Tak Bohong Soal COVID-19, Cuma Atur Info ke Publik Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Di dalam video podcast itu, Yuri menyesalkan langkah sebuah rumah sakit yang malah menolak seorang perempuan yang mengklaim dinyatakan sebagai "pasien dalam pengawasan" (PDP). Sebab, individu tersebut bisa saja menularkan penyakitnya kepada orang lain. 

Menurut Yuri, rumah sakit bisa saja menolak pasien, asal diterangkan alasannya secara jelas. 

"Kalau memang tidak mampu merawat, kan sudah ada mekanismenya. Buatlah rujukan yang baik, antar lah dia. Atau berikan pemeriksaan awal dulu yang lengkap baru dikirimkan (ke rumah sakit lain)," tutur pria yang juga dokter di Kementerian Kesehatan itu. 

Yuri pun tak membantah ada sebagian rumah sakit yang menolak pasien COVID-19 demi kepentingan bisnis. Pemilik rumah sakit tidak ingin publik tahu fasilitas medis miliknya tengah merawat COVID-19. Bila diketahui, mereka khawatir pasien enggan berobat ke sana. 

"Inilah yang jadi PR besar kita, bahwa rumah sakit itu bukan lagi mengemban fungsi sosial. Rumah sakit itu bisnis kok sekarang, sudah jadi mirip hotel kok," katanya lagi. 

Menyikapi hal itu, maka Kementerian BUMN tegas mengambil kebijakan yakni rumah sakit Pertamina Jaya akan mengosongkan kamar-kamarnya dan hanya merawat pasien COVID-19. Pasien dengan penyakit lain dipindahkan ke rumah sakit lainnya. 

Baca Juga: Virus Corona: Apa Itu Virus? Ini Asal Muasal dan Cara Terbentuknya

Topik:

  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya