Kapuskes TNI: Tes Keperawanan Sudah Efektif Dihapus di Tiga Matra

Utuhnya selaput dara tak lagi jadi pertimbangan saat seleksi

Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Kesehatan TNI, Mayor Jenderal TNI Budiman, menegaskan tes keperawanan kini efektif sudah dihapus dari tiga matra di instansi militer itu. Artinya, dalam seleksi calon prajurit perempuan, TNI tak akan lagi menjadikan utuhnya selaput dara sebagai pertimbangan dalam penerimaan ke TNI.

Hal ini juga menepis klaim dari matra TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara bahwa tak pernah ada tes keperawanan. Sementara, inisiatif untuk menghapuskan tes keperawanan muncul dari TNI Angkatan Darat. 

"(Penghapusan tes keperawanan) sudah efektif (berlaku). Sudah diberlakukan untuk seluruh matra, baik darat, laut maupun udara," ungkap Budiman di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur dan dikutip dari kantor berita ANTARA, Kamis (14/4/2022). 

Pada praktiknya tes keperawanan dilakukan dengan kamuflase bernama tes kesehatan. Tenaga kesehatan yang melakukan pemeriksaan akan memasukkan dua jari mereka ke dalam vagina calon prajurit.

Tujuannya, untuk memeriksa apakah ada kerusakan pada selaput dara. Bila ditemukan tidak dalam kondisi utuh, maka calon prajurit perempuan dinyatakan tidak lolos. 

Sementara, Jenderal TNI Andika Perkasa ketika masih menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) sudah meminta agar dilakukan penyempurnaan tes kesehatan. Apapun kondisi selaput dara mereka, tak akan mempengaruhi ketika menjalani pendidikan, latihan, dan penugasan sebagai perempuan di TNI. 

Aturan baru itu sudah dimasukan ke dalam buku teknis pemeriksaan badan calon prajurit TNI. "Bapak Panglima TNI menghapuskan persyaratan tersebut dalam buku petunjuk teknis pemeriksaan badan calon prajurit TNI," kata dia. 

Apa dampak dari penghapusan kebijakan itu kepada penerimaan calon prajurit TNI perempuan?

1. Jumlah pelamar calon prajurit perempuan meningkat

Kapuskes TNI: Tes Keperawanan Sudah Efektif Dihapus di Tiga MatraIlustrasi Prajurit TNI AD perempuan (ANTARA FOTO)

Budiman mengakui jumlah calon prajurit perempuan meningkat pada tahun penerimaan pada 2022 dibandingkan tahun 2021. Tetapi, ia menyebut hal tersebut bukan disebabkan karena dihapuskannya tes keperawanan bagi calon prajurit perempuan. 

Ia menambahkan penghapusan tes keperawanan pada dasarnya untuk memberikan penegakan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) bagi perempuan yang sudah tak lagi perawan, baik secara disengaja ataupun tidak. Selama perempuan tersebut memiliki kemampuan intelektual dan fisik yang baik, maka mereka berkesempatan menjadi prajurit TNI. 

"Itu semua berkaitan dengan kredibilitas yang bersangkutan dan kami memiliki serangkaian tes untuk melihat hal tersebut. Tapi, yang jelas masalah itu tidak lagi menjadi hal yang standar yang ada di dalam juknis (petunjuk teknis)," ungkap Budiman. 

Baca Juga: Jenderal Andika Perkasa: Diskusi Penghapusan Tes Keperawanan Sejak Mei

2. Tes keperawanan tinggalkan trauma mendalam bagi calon prajurit perempuan

Kapuskes TNI: Tes Keperawanan Sudah Efektif Dihapus di Tiga MatraIlustrasi prajurit perempuan yang mengabdi ke TNI Angkatan Laut (www.tni.mil.id)

Sementara, tes keperawanan yang sudah dilalui oleh sejumlah perempuan yang masuk ke TNI meninggalkan trauma mendalam. Semula, tes itu diwajibkan dengan alasan untuk mengetahui standar moral calon prajurit perempuan yang melamar. Bila selaput dara ditemukan dalam kondisi tak lagi utuh, sering kali mereka dianggap sudah berhubungan seks di luar nikah. 

Menurut peneliti Human Rights Watch (HRW), Andreas Harsono, tes itu tidak hanya diskriminatif tetapi juga meninggalkan trauma mendalam bagi calon prajurit perempuan. Bahkan, sebagian besar prajurit perempuan menangis ketika mengisahkan kembali tes keperawanan itu. 

"Ada pensiunan TNI Angkatan Udara (AU), ketika dia menikah, bulan madu ke Bali, dia tidak bisa berhubungan seks dengan suaminya. Karena setiap kali ingin berhubungan seks saya merasa trauma dengan sinar lampu yang diarahkan ke selangkangan kaki saya," ujar Andreas dalam diskusi virtual yang digelar Rabu, 1 September 2021. 

Mantan prajurit itu sempat mengira pernikahannya segera berakhir karena ia enggan berhubungan seks dengan suaminya. Rasa sedih juga bahkan diungkap seorang dokter laki-laki yang bertugas di TNI Angkatan Laut. 

"Dia (dokter itu) juga menangis. Lagi-lagi hal ini menunjukkan rasa trauma yang luar biasa," tutur Andreas. 

Tangis juga terlihat ketika mendengar penuturan istri para jenderal di lingkungan TNI. Sebab, tes keperawanan juga berlaku bagi perempuan yang akan menikahi prajurit yang bertugas di TNI. 

3. TNI didesak meminta maaf karena sudah pernah memberlakukan tes keperawanan

Kapuskes TNI: Tes Keperawanan Sudah Efektif Dihapus di Tiga MatraKepala Pusat Kesehatan TNI, Mayjen TNI Budiman ketika berbicara di markas besar TNI di Cilangkap, Jakarta Timur (ANTARA FOTO)

Dalam diskusi yang sama, cucu Menko Marves, Faye Simanjuntak mengungkap sulitnya mengangkat isu tes keperawanan di lingkungan TNI. Dia memiliki ayah yang hingga kini masih mengabdi di TNI Angkatan Darat.

Ayahnya merupakan bagian dari pasukan elite Kopassus dan tengah bertugas di Bali dan Nusa Tenggara. Kakak-kakak Faye pun turut mengabdi di lingkungan militer. 

Ketika ia mulai tumbuh dewasa, Faye baru menyadari pengorbanan yang harus dilalui ibu dan kakaknya untuk bisa berada di lingkungan TNI. Mereka harus menjalani tes keperawanan yang notabene adalah bagian dari tindak kekerasan berbasis gender. 

Belakangan, Faye mengetahui di lingkungan TNI AD, pembicaraan mengenai tes keperawanan sudah pernah dilakukan secara internal. Namun, karena isu tersebut masih dianggap tabu, pembicaraan pun hanya bisa dilakukan diam-diam. 

"Kami sampai gak bisa menjadikan ini (tes keperawanan) materi pokok dari rapat yang ingin kami adakan. Jadi, kalau mau membahas ini (dalam diskusi), kami diminta untuk menyebut temanya pembahasan mengenak hak perempuan," kata dia. 

Tantangan lainnya ketika Faye akan melakukan advokasi isu ini, yaitu sulit mencari KOWAD atau istri prajurit TNI AD yang sudah menjalani tes keperawanan.

"Karena mereka takut akan dihakimi. Mereka khawatir ada yang berpikir tak mau jalani tes keperawanan karena sudah tak lagi perawan. Padahal, tes keperawanan adalah kekerasan berbasis gender," tutur dia. 

Faye mendorong agar TNI mengakui secara terbuka pernah memberlakukan tes keperawanan dan meminta maaf bahwa kebijakan itu keliru.

Para prajurit perempuan yang masih bertugas hingga kini, menurut Faye, merupakan penyintas dan wajib diberi pendampingan konseling.

Baca Juga: KSAD Resmi Terbitkan Juknis Hapus Tes Keperawanan bagi Calon Kowad

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya