Kata Epidemiolog soal Kasus COVID-19 di RI Mendadak Turun Drastis

Epidemiolog wanti-wanti jangan euforia saat kasus turun

Jakarta, IDN Times - Setelah beberapa bulan berjibaku menghadapi lonjakan kasus COVID-19, Indonesia memasuki awal September 2021 dengan kondisi membaik. Hal itu terlihat dari jumlah pasien yang tak lagi antre di rumah sakit untuk dirawat usai tertular virus corona, dengan penurunan drastis. 

Mengutip data Satgas Penanganan COVID-19 di tingkat nasional, sejak 1-6 September 2021, rata-rata angka kematian menurun di bawah 1.000 jiwa. Juru Bicara Satgas, Wiku Adisasmito, mengatakan rata-rata kematian harian di Indonesia berada di angka 563 jiwa. Pemerintah juga bertekad menihilkan angka kematian. 

"Meskipun satu kematian tetap saja terbilang nyawa dan tidak bisa dibiarkan," ungkap Wiku ketika memberikan keterangan pers virtual dan dikutip dari kanal YouTube BNPB pada 7 September 2021. 

Indikator lainnya yakni tingkat positivity rate COVID-19 yang sudah berada di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). WHO menetapkan suatu area sudah berhasil mengendalikan pandemik bila angka positivity rate di bawah 5 persen. Sedangkan, berdasarkan data Satgas Penanganan COVID-19, positivity rate di tingkat nasional sudah berada di angka 2,57 persen. 

Indikator lainnya yakni tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit (BOR) terus menurun. Wiku mengungkap 5 September 2021 tidak ada lagi rumah sakit yang memiliki BOR di atas 60 persen. "BOR tertinggi yakni 45,7 persen dan berada di Provinsi Aceh," tutur dia. 

Atas dasar pertimbangan itu, pemerintah kemudian mulai melonggarkan pembatasan pergerakan masyarakat. Sejumlah fasilitas umum seperti pusat perbelanjaan dan restoran kembali dibuka. 

Tetapi, penurunan yang drastis dan tanpa penjelasan secara saintifik ini menyebabkan publik bingung. Tanda tanya serupa bahkan dilontarkan politikus Malaysia. Apalagi cakupan vaksinasi di Indonesia tergolong rendah yakni 20 persen. 

Apa kata epidemiolog mengenai penurunan kasus yang terjadi tiba-tiba ini?

1. Sebagian besar masyarakat diduga sudah punya kekebalan alami karena terpapar COVID-19

Kata Epidemiolog soal Kasus COVID-19 di RI Mendadak Turun DrastisPenurunan kasus COVID-19 di Indonesia dalam dua pekan terakhir berdasarkan pemantauan Our World in Data (Tangkapan layar Our World in Data)

Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, mengakui ada penurunan drastis kasus COVID-19 usai terjadi lonjakan pada Juni 2021. Ia pun mengakui kini situasi di rumah sakit sudah mulai longgar, sehingga pasien penyakit lain bisa memperoleh perawatan. 

"Kini kalau terpapar COVID-19 tidak lagi alami kesulitan mencari tempat tidur di rumah sakit. Artinya apa? Kapasitas rumah sakit sudah mulai memadai dan ini fakta," ungkap Windhu ketika dihubungi IDN Times melalui telepon pada Selasa, 14 September 2021. 

Dia mengatakan longgarnya jumlah pasien virus corona di rumah sakit bakal membantu warga lainnya, sehingga bila mereka terpapar COVID-19 bisa ditangani lebih maksimal.

Penurunan kasus COVID-19, kata Windhu, juga terlihat dalam Our World in Data per 14 September 2021. Mereka mencatat dalam dua pekan terakhir, kasus harian di Tanah Air turun hingga 57 persen. 

Menurut Windhu, alasan penurunan drastis ini diduga karena sebagian besar masyarakat kini sudah memiliki kekebalan alamiah karena berhasil pulih dari COVID-19. Sayangnya, mekanisme ini mengakibatkan jatuhnya korban lebih dari 50 ribu jiwa. Itu pun yang resmi tercatat. 

"Kita ini mungkin sudah mencapai atau paling tidak anggota populasi banyak yang sudah mengalami kekebalan alamiah karena terinfeksi (COVID-19). Baik itu yang mereka tahu atau yang tidak mereka sadar. Mungkin herd immunity sudah tercapai tapi bukan karena proses vaksinasi, tapi karena kematian di Indonesia yang sempat tinggi banget itu," kata dia. 

"Namun, ini perlu didukung dengan adanya tes serologi ya," tutur Windhu, lagi. 

Ia pun yakin kekebalan komunitas bukan terbentuk karena vaksinasi lantaran cakupannya di seluruh Indonesia masih rendah. Angkanya masih sekitar 20 persen. Mayoritas warga yang divaksinasi pun berada di Pulau Jawa dan Bali. 

Baca Juga: Satgas COVID-19: Positivity Rate Indonesia Nyaris Dekati Standar WHO

2. Antibodi di tubuh manusia bakal menurun, sebabkan kembali terinfeksi COVID-19

Kata Epidemiolog soal Kasus COVID-19 di RI Mendadak Turun DrastisPerjalanan Pandemik COVID-19 di Indonesia sejak Januari-Oktober 2020 (IDN Times/Sukma Shakti)

Windhu pun mengingatkan agar tidak euforia berlebihan karena antibodi di dalam tubuh manusia pelan-pelan akan menurun. Apalagi virus Sars-CoV-2 terus bermutasi.

Manusia, kata Windhu, bisa saja punya antibodi usai tertular corona varian Delta. Tetapi, belum tentu mereka akan sanggup melawan varian baru lainnya dari virus corona. 

Meski demikian, Windhu mengakui hipotesanya itu harus didukung dengan tes serologi yang dilakukan di tingkat nasional. Tetapi, ia mengaku yakin itu satu-satunya penjelasan yang masuk akal. 

Ia menduga demikian karena selain cakupan vaksin yang masih minim, tes COVID-19 pun juga tergolong rendah. Data yang dimiliki Windhu, cakupan tes di Indonesia hanya 12,6 persen dari jumlah populasi. 

"Bandingkan dengan cakupan tes di Indonesia yang telah mencapai 38 persen. Tingkat tes di Inggris mencapai 400 persen, sedangkan Australia 130 persen," kata dia. 

"Mosok dengan jumlah tes yang rendah, penerapan protokol kesehatan yang juga tidak baik, vaksinasi juga masih sekian, masak jumlah kasus bisa turun drastis, kalau bukan karena sudah mulai tercipta kekebalan komunal. Jadi, mayoritas bukan disebabkan karena penanganan COVID-19 yang baik," ujar Windhu. 

3. Jumlah kasus di RI tidak menggambarkan keadaan sesungguhnya, karena jumlah tes rendah

Kata Epidemiolog soal Kasus COVID-19 di RI Mendadak Turun DrastisIlustrasi Tes Usap/PCR Test. IDN Times/Hana Adi Perdana

Sementara, menanggapi jumlah kasus di negara tetangga yang lebih tinggi saat ini dibandingkan Indonesia, Windhu menggarisbawahi untuk mencermati jumlah tes. Tes yang dilakukan di India dan Singapura lebih tinggi dibandingkan Indonesia. 

"Misalnya begini, di India rate tesnya 39 persen. Indonesia hanya 12 persen. Jadi, kasus di Indonesia bila ingin dibandingkan dengan India, jumlah kasus saat ini harus dikalikan tiga. Bila dibandingkan dengan (jumlah kasus) di Inggris karena tingkat tesnya di sana 400 persen, maka jumlah kasus di Indonesia harus dikalikan 35. Jadi, jangan membandingkannya angka absolut antar negara yang tercatat," jelas dia. 

Maka, Windhu mengingatkan agar jumlah tes di Tanah Air terus digenjot. Apalagi varian baru COVID-19 yang lebih ganas terus bermunculan. 

"Delta ini kan juga sudah bermutasi dan memiliki beberapa sub varian. Makanya, saya sempat sarankan agar jangan menggembar-gemborkan turunnya kasus COVID-19, karena publik sering gak paham. Masyarakat kan tahunya sudah turun (kasusnya) lalu prokesnya juga kendor. Itu kan bahaya," kata Windhu. 

Baca Juga: [UPDATE] Angka Kematian Harian COVID-19 di RI Turun Dibanding AS

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya