Kawal COVID-19: Swasta Lebih Baik Bantu Vaksinasi Kelompok Lansia

Vaksin mandiri harusnya antre usai kelompok rentan disuntik

Jakarta, IDN Times - Co-founder Kawal COVID-19, Elina Ciptadi, menegaskan pihaknya tidak anti terhadap keterlibatan perusahaan swasta dalam mempercepat program vaksinasi corona. Namun, alih-alih terlibat melalui program vaksin mandiri, Elina mengusulkan agar perusahaan swasta bisa berkontribusi dalam program vaksinasi lansia. Caranya, bisa dengan menyediakan tempat untuk vaksinasi massal atau meminjamkan logistik mereka agar vaksin COVID-19 bisa disimpan. 

Ia mengatakan, bila vaksinasi mandiri jadi terealisasi pada Maret 2021, maka dikhawatirkan malah mengganggu program vaksin kelompok rentan yang kini jadi prioritas pemerintah. 

"Kalau bulan Maret jadi dilaksanakan (vaksinasi mandiri) maka lansia masih disuntik (vaksin gratis pemerintah). Lalu, bagaimana dengan petugas pelayan publik seperti guru dan di fasilitas-fasilitas pemerintah," ujar Elina ketika memberikan keterangan pers di saluran YouTube CISDI TV, Senin (22/2/2021). 

Menurut Elina, tidak bijak bila pemerintah tetap menjalankan program vaksin mandiri yang dilakukan oleh perusahaan kepada pegawai dan keluarganya. Sebab, dibutuhkan monitoring untuk memastikan agar tidak ada jual beli vaksin COVID-19 dari perusahaan ke karyawannya. 

"Untuk memastikan agar vaksin tidak jual atau dipalsukan, kan membutuhkan resource juga agar memonitor hal tersebut. Bijakkah melakukan itu sekarang? Di saat sistem lainnya masih banyak gap untuk perbaikan," tutur dia lagi. 

Apakah dengan masuknya perusahaan swasta dalam proses vaksinasi bisa benar-benar mempercepat terbentuknya kekebalan kelompok atau herd immunity?

1. Herd immunity akan tercapai bila kelompok rentan selesai divaksinasi COVID-19

Kawal COVID-19: Swasta Lebih Baik Bantu Vaksinasi Kelompok LansiaTarget vaksinasi COVID-19 di Indonesia (IDN Times)

Sementara, menurut Senior Advisor on Gender and Youth to the WHO DG, Diah Saminarsih, untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity bukan dengan cara memberikan vaksin COVID-19 kepada sebanyak-banyaknya orang. Strategi itu bisa dicapai bila semua kelompok rentan sudah diberikan vaksin COVID-19. 

"Itu adalah dasar kenapa SAGE WHO kemudian merekomendasikan agar kelompok rentan diprioritaskan (diberi vaksin) sampai ke detail beberapa skenario, seperti ibu hamil atau immunocomprimised (imunitas tubuh yang lemah). Dokumen itu sudah dirilis sejak November 2020 lalu," ujar Diah.

Hal lain yang dilakukan oleh WHO yakni terus mengampanyekan agar negara-negara di seluruh dunia mau secara adil membagikan stok vaksin COVID-19 yang sudah mereka beli.

Berdasarkan data yang dikutip dari Duke Global Health Innovation Centre, beberapa negara maju sudah memesan bahkan menimbun vaksin COVID-19. Sebagai contoh, Kanada telah memesan 338 juta dosis vaksin. Dosis itu cukup untuk memvaksinasi semua penduduknya hingga lima kali. 

"Salah satu poin di dalam kampanye WHO soal vaksin berkeadilan yaitu membagi kelebihan dosis vaksin itu kepada COVAX paralel, dengan apa yang dikerjakan di tingkat nasional," tutur dia. 

Selain itu, WHO juga mendorong kepada para perusahaan farmasi agar bersedia membagikan teknologi pembuatan vaksin ke tim khusus di badan PBB yang bermarkas di Jenewa itu.

"Ini agar manufacturing capacity (kemampuan produksi vaksin) bisa meningkat drastis, karena pasokan vaksin perlu segera ditingkatkan dalam waktu cepat," ungkapnya lagi. 

Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan, kaum lansia sudah mulai divaksinasi pada pekan ini. Momennya berdekatan dengan petugas pelayan publik. Bila vaksinasi mandiri akan digelar pada Maret mendatang, masyarakat sipil khawatir program vaksinasi untuk lansia bisa terganggu. 

Baca Juga: Deretan Merek untuk Vaksin Mandiri COVID-19: Moderna hingga Sputnik V

2. Pemerintah restui program vaksinasi mandiri karena kehabisan anggaran

Kawal COVID-19: Swasta Lebih Baik Bantu Vaksinasi Kelompok LansiaPeneliti INDEF, Bhima Yudhistira (Tangkapan layar YouTube CISDI TV)

Sementara, menurut peneliti dari INDEF, Bhima Yudhistira, pemerintah merestui program vaksinasi mandiri karena sudah kehabisan anggaran. Ia mengatakan, defisit yang dialami oleh pemerintah semakin melebar, lantaran keliru dalam mengalokasikan anggaran untuk tahun 2021. 

"Total utang pun meningkat hingga 40 persen. Tahun ini bahkan diperkirakan bisa buat utang lagi hingga Rp1.000 triliun. Ini bisa jadi pembenaran untuk adakan vaksin mandiri," ujar Bhima di program yang sama. 

Namun, ia menilai alih-alih membuat program vaksinasi mandiri, pemerintah bisa melakukan hal lain yang lebih mudah yaitu menggeser anggaran dan difokuskan untuk sektor kesehatan. Berdasarkan data di Kementerian Keuangan, kata Bhima, anggaran terbesar di masa pandemik malah ada di sektor infrastruktur. 

"Kemudian, anggaran untuk belanja pegawai, barang, dan pembayaran bunga utang. Pos untuk infrastruktur naiknya signifikan dari semula Rp281 triliun, diupgrade menjadi Rp414 trliun. Anggaran Kementerian Pertahanan naik menjadi Rp137 triliun, kepolisian naik jadi Rp112 triliun," tutur Bhima.

Bila semua anggaran itu ditotal sudah memakan 38,6 persen dari total APBN di 2021 di pos kementerian atau lembaga. Anggaran di pos kesehatan pada 2021 justru turun menjadi Rp170 triliun.

"Padahal, di pos kesehatan tidak hanya mencakup vaksin, tetapi ada juga HIV/AIDS, obat TBC, pembangunan untuk puskesmas," ujarnya lagi. 

3. Belum tentu perusahaan memberi vaksin COVID-19 secara gratis

Kawal COVID-19: Swasta Lebih Baik Bantu Vaksinasi Kelompok LansiaSkema program vaksinasi COVID-19 di Indonesia - 1 (IDN Times/Sukma Shakti)

Sementara, inisiator Lapor COVID-19, Irma Hidayana, mengatakan apa yang dilakukan oleh perusahaan swasta saat ini merupakan bantuk pamrih dalam program vaksinasi. Sebab, perusahaan swasta memberikan sejumlah uang kepada pemerintah, tetapi sebagai imbal baliknya, mereka juga diberi akses vaksin COVID-19. Padahal, pasokannya pun di seluruh dunia masih terbatas. 

"Kenapa gak 4.000 perusahaan yang sudah terdaftar di KADIN serahkan saja uangnya kepada pemerintah untuk dialokasikan dan fokus kepada kelompok prioritas, sementara swasta berhak tahu sudah sejauh mana proses vaksinasinya," ungkap Irma. 

Lapor COVID-19 mengungkapkan, banyak menerima keluhan dari kelompok buruh bahwa perusahaan tempat mereka bekerja tak bersedia membiayai tes swab PCR. Bila mereka harus menjalani karantina mandiri karena terpapar COVID-19, maka gajinya dipotong karena absen bekerja. 

"Ada juga buruh yang mendapat bantuan untuk tes PCR dan ditransfer uangnya, tetapi bulan depan gajinya dipotong," kata dia. 

Oleh sebab itu, Irma tak yakin bila perusahaan tiba-tiba ingin memberikan vaksin COVID-19 secara gratis bagi pegawai dan buruhnya. 

https://www.youtube.com/embed/6RJMFZ_sbkk

Baca Juga: Dokter Tirta: Vaksin Gratis Aja Banyak yang Gak Mau, Apalagi Mandiri

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya