Kejakgung Serahkan Jaksa Satriawan yang Diburu oleh KPK

Jaksa Satriawan ditetapkan jadi tersangka oleh KPK

Jakarta, IDN Times - Setelah sempat diburu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jaksa Satriawan yang bertugas di Kejaksaan Negeri Surakarta pada Rabu (21/8) mendatangi gedung institusi antirasuah. Namun, ia tidak datang seorang diri dan menyerahkan diri. Ada beberapa petinggi dari Kejaksaan Agung yang ikut mendampingi. 

Mereka adalah Jaksa Agung Muda Intelijen, Jan S. Maringka, dan Jaksa Agung Muda Pengawasan, Muhammad Yusni. Peristiwa ini seolah mengingatkan publik ketika mereka turut mengantarkan Aspidsus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Jaksa Agus Winoto pada (30/6) lalu. 

"Kejaksaan Agung tadi menyerahkan satu orang tersangka, jaksa SSL (Satriawan) yang kemarin sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap terkait dengan proyek di Yogyakarta," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah pada siang tadi. 

Proses penyerahan dilakukan sekitar pukul 12:40 WIB. Lalu, apa tindakan dari Kejakgung terhadap dua jaksa yang sudah ditetapkan menjadi tersangka itu? 

1. Kejaksaan Agung menunggu surat penangkapan dari KPK untuk memberhentikan sementara dua jaksa

Kejakgung Serahkan Jaksa Satriawan yang Diburu oleh KPK(JAM Intelijen Jan S. Maringka dan juru bicara KPK Febri Diansyah) Istimewa

Menurut Jaksa Agung Muda bidang pengawas, Muhammad Yusni, mereka tengah menunggu surat penangkapan dari KPK agar bisa dilakukan pemberhentian sementara terhadap Jaksa Eka Safitra dan Satriawan. 

"Ya, sambil menunggu nanti putusan bersifat tetap untuk pemberhentian secara permanen," kata Yusni yang ditemui siang tadi di gedung KPK. 

Ia turut mengucapkan terima kasih kepada KPK lantaran telah menangkap keduanya melalui operasi senyap di Yogyakarta pada Senin kemarin. Apa yang dilakukan oleh KPK, kata Yusni turut membantu melakukan pembersihan kepada rekan-rekan korps Adhyaksa. 

Baca Juga: KPK Imbau Jaksa di Kejari Surakarta Agar Menyerahkan Diri

2. Kejaksaan Agung berharap jaksa yang lain jera berbuat korupsi

Kejakgung Serahkan Jaksa Satriawan yang Diburu oleh KPKANTARA FOTO/Didik Suhartono

Yusni juga mengurai harapannya agar tidak ada lagi jaksa lain yang masih memiliki nyali untuk berbuat korupsi. Ia menyebut jaksa lainnya bisa belajar kepada dari kasus yang menimpa jaksa Satriawan dan Jaksa Eka Safitri. 

Sementara, juru bicara KPK, Febri Diansyah sudah ada koordinasi antara KPK dengan Kejakgung. Sebab, dalam proses penyidikannya nanti, KPK akan membutuhkan bantuan dari Kejakgung. 

"Tim pasti akan membutuhkan pemeriksaan saksi-saksi dari kejaksaan atau pun dari pihak-pihak lain, dengan komitmen yang sama bahwa kasus ini harus dituntaskan. Harapannya ke depan, kasus ini dapat dituntaskan dengan baik dan lancar," kata dia. 

3. Jaksa Eka Safitri meminta fee dari proyek infrastruktur di Yogyakarta Rp415 juta

Kejakgung Serahkan Jaksa Satriawan yang Diburu oleh KPK(Penyidik KPK menunjukan barang bukti OTT Jaksa di Yogyakarta) ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Jaksa Eka dan Satriawan ditetapkan sebagai tersangka karena diduga kuat menerima suap dari petinggi PT Manira Arta Mandiri. Tujuannya, agar proyek infrastruktur yakni rehabilitasi saluran air di Jalan Supomo Yogyakarta diberikan ke perusahaan swasta tersebut. Proyek itu memiliki pagu anggaran Rp10,8 miliar. 

Namun, untuk bisa mendapatkan proyek itu, ada imbalannya. Eka meminta fee sebesar 5 persen dari nilai kontrak proyek yang disepakati. Nilai kontrak mencapai Rp8,3 miliar. Maka, nilai feenya Rp415 juta. 

Pemberian fee itu dilakukan secara bertahap. Penyerahan pertama terjadi 16 April 2019 sebesar Rp10 juta, penyerahan kedua terjadi pada 15 Juni 2019 senilai Rp100.870.000 (realisasi 1,5 persen). Penyerahan ketiga terjadi pada 19 Agustus sebesar Rp110.870.000 (realisasi 1,5 persen). 

"Sisa fee dua persen rencananya diserahkan usai pencairan uang muka pada minggu keempat bulan Agustus 2019," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata ketika memberikan keterangan pers pada Selasa (20/8). 

KPK mengaku kecewa karena salah satu jaksa yang terjaring malah sebenarnya diberi tugas untuk mengawasi pelaksanaan proyek. Tetapi, justru ikut melakukan korupsi. Padahal, cita-cita dibentuknya TP4D pada 2015 lalu memiliki tujuan yang baik. 

"Sangat disayangkan peran pengawasan ini malah menjadi lahan memperkaya diri sendiri dan pihak lain oknum tertentu," ujarnya. 

Baca Juga: Jaksa di Yogya Minta Fee Rp415 Juta dari Proyek Infrastruktur

Topik:

Berita Terkini Lainnya