Kemunduran Demokrasi di Bawah Kepemimpinan Jokowi

Tren kepuasan kinerja terhadap Presiden Jokowi terus menurun

Jakarta, IDN Times - Hujan deras terlihat mengguyur Ibu Kota pada Kamis, 21 Oktober 2021. Tetapi, hal itu tidak membuat sekelompok mahasiswa dari berbagai elemen, termasuk Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia Rakyat Bangkit mundur.

Meski basah diguyur hujan, mereka tetap berdatangan dan berkumpul di Perpustakaan Nasional RI, Jalan Medan Merdeka Selatan, mulai pukul 11.00 WIB. Setelah berkumpul, mereka mulai bergerak menuju ke Patung Kuda di kawasan Medan Merdeka Barat.

Ratusan mahasiswa itu datang membawa satu mobil komando. Mereka juga membawa bendera asal kampus dan menggunakan almamater dari universitas mereka masing-masing. 

Berbagai atribut demonstrasi juga dibawa massa mahasiswa seperti poster dan bendera putih. Menyadari pandemik COVID-19 belum menghilang, mereka tetap memakai masker untuk mencegah penularan penyakit yang disebabkan virus Sars-CoV-2 itu. 

Perwakilan dari BEM SI Rakyat Bangkit Nofrian Fadil Akbar mengatakan kepada media mereka berunjuk rasa dalam rangka mengkritisi tujuh tahun kepemimpinan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Ia menilai sudah tujuh tahun berkuasa, tetapi tidak ada perubahan signifikan yang dilakukan mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Bahkan, semakin banyak aturan kontroversial yang malah diloloskan. 

"Ada begitu banyak isu-isu yang diperbincangkan tetapi tidak banyak membawa terobosan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada di Indonesia," ungkap Nofrian dalam keterangan tertulis pada Rabu, 20 Oktober 2021. 

Setelah hujan reda, mahasiswa kembali melanjutkan unjuk rasanya dan berjalan menuju ke depan Istana Negara. Sementara, untuk memastikan aksi berlangsung kondusif, polisi mengerahkan ribuan personel gabungan.

Kepala Sub Bagian Polres Metro Jakarta Pusat, AKP Sam Suharto mengatakan total ada 2.149 personel gabungan antara prajurit TNI dan kepolisian yang dilibatkan untuk mengawal jalannya demonstrasi ini.

"Kami berusaha untuk mencegah timbulnya kerumunan hingga mengakibatkan klaster baru. Sebab, hal itu memang sudah diatur di dalam undang-undang terkait dengan kesehatan masyarakat," kata Sam. 

Maka, tak heran bila sejumlah polisi berpakaian hazmat ikut mengawal aksi unjuk rasa tersebut. Di sisi lain, BEM SI Rakyat Bangkit memiliki tuntutan yang jumlahnya mencapai selusin.

Tetapi, harapan mereka untuk menyampaikan tuntutan itu di hadapan Jokowi buyar. Pada hari yang sama, mantan Wali Kota Solo itu memilih kunjungan kerja ke Tanah Bumbu, Kalimatan Selatan. Jokowi dijadwalkan meresmikan pabrik biodiesel milik Haji Isam, pengusaha yang menjadi bendahara kampanye Jokowi saat pemilu 2019. 

Sebagai gantinya, Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang menemui mahasiswa di luar Istana dan wajib disaksikan media. Mantan Panglima TNI itu pun mengundang perwakilan mahasiswa untuk berdialog di KSP. Tetapi, tawaran itu ditolak mentah-mentah oleh mahasiswa. Mengapa mahasiswa menolak?

1. Mahasiswa menilai Jokowi sudah khianati janji kampanyenya saat pemilu 2019

Kemunduran Demokrasi di Bawah Kepemimpinan JokowiKepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menemui massa mahasiswa usai berunjuk rasa pada 21 Oktober 2021 (www.instagram.com/@dr_moeldoko)
Kemunduran Demokrasi di Bawah Kepemimpinan JokowiDialog evaluasi dua tahun kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf Amin dengan Koordinator Pusat BEM SI Kaharuddin (mengenakan jaket biru muda), Tenaga Ahli Utama KSP Ade Irfan Pulungan (kanan bawah) dan program manajer lembaga survei SMCR Saidiman Ahmad (pojok kanan atas) (Tangkapan layar Instagram IDN Times)

Melihat kilas balik Jokowi bisa terpilih lagi dalam pemilu 2019 lantaran berhasil meraih 85,6 juta suara rakyat Indonesia atau 55,5 persen. Ia dan Ma'ruf Amin berhasil mengalahkan pasangan capres Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, meski publik akhirnya mempertanyakan fungsi pemilu 2019 lantaran Prabowo dan Sandiaga akhirnya merapat ke kubu pemerintah usai pemilu berakhir.

Padahal, menurut sejumlah pihak kontestasi 2019 menyebabkan perpecahan di masyarakat lantaran adanya politik identitas, sebagai salah satu strategi meraih suara. 

Mengutip data resmi dari situs Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jokowi-Ma'ruf merumuskan lima visi hingga 2024. Kelima visi mereka yakni pembangunan infrastruktur, pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), mengundang investasi, mereformasi birokrasi, dan menjamin penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang fokus dan tepat sasaran. 

Namun, dalam sudut pandang Koordinator Pusat Aliansi BEM SI, Kaharuddin, memasuki tahun ketujuh, sudah banyak janji-janji Jokowi yang tidak ditepati. Ia menyebut contoh sederhana mantan pengusaha mebel itu lebih memilih terbang ke Tanah Bumbu ketimbang menerima mahasiswa saat berdemo. 

"Ini kan terbukti tidak memperhatikan semua kelompok. Pak Presiden lebih pro terhadap penguasa tetapi tidak pro terhadap rakyatnya. Kita semua juga tahu bahwa Pak Jokowi hanya petugas di partai, tapi sebagai presiden seharusnya Beliau lebih pro terhadap rakyat," ujar Kaharuddin ketika berbicara dalam program Ngobrol Seru by IDN Times pada 23 Oktober 2021 di Instagram IDN Times

Kahar mengakui Moeldoko memang keluar dari kantor dan menemui elemen mahasiswa, dan juga menerima buku berisi dokumen serta kajian mahasiswa soal dua tahun periode kedua Jokowi-Ma'ruf. 

"Tetapi, kami sempat menyampaikan bila dalam kurun 3X24 jam, tidak ada bukti foto bahwa dokumen itu diterima oleh Bapak Presiden dan tidak ditindak lanjuti, maka kami telah menyiapkan aksi lanjutan," ujar Kaharuddin. 

Tuntutan simpel dari mahasiswa itu pun tidak dipenuhi Jokowi. Elemen mahasiswa dari BEM SI memilih melakukan aksi lanjutan melalui media sosial. 

"Karena kalau kami aksi lagi sering dibenturkan dengan alasan masih pandemik COVID-19," kata Kaharuddin. 

Dia juga mengisahkan mengapa elemen mahasiswa menolak menemui Moeldoko di KSP. Ia khawatir akan terbentuk persepsi seolah-olah elemen mahasiswa tunduk kepada pemerintah. 

"Akhirnya, kami meminta agar Pak Moeldoko keluar dan bisa berbicara langsung meski dari balik kawat duri. Sehingga, elemen mahasiswa dan publik bisa ikut menyaksikan juga. Lagi pula kan ada juga mahasiswa dari daerah yang sudah datang jauh-jauh masa tidak melihat (Jokowi)," tutur Kaharuddin. 

Baca Juga: Rapor BEM UI untuk 2 Tahun Jokowi: 6 Menteri Dapat Skor E, 3 Lainnya D

2. SMRC nilai tak sepenuhnya Jokowi ingkar janji

Kemunduran Demokrasi di Bawah Kepemimpinan JokowiHasil survei yang dilakukan oleh SMRC periode 12 September 2021 hingga 19 September 2021 mengenai evaluasi dua tahun kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf Amin (Tangkapan layar power point)

Sementara, ketika dimintai tanggapannya, Manajer Program dari Lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad, menilai tak sepenuhnya Jokowi ingkar janji. Berdasarkan hasil survei yang mereka lakukan pada September 2021 dan melibatkan 1.220 responden yang dipilih secara acak, tren tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi memang menurun. 

Dari grafis yang dipaparkan SMRC, tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi terus menurun sejak Maret 2021. Bila pada Maret 2021, jumlah responden yang menyatakan tingkat kepuasannya tertinggi selama dua tahun terakhir yakni 77,7 persen, kini angkanya turun menjadi 68,5 persen. 

Di sisi lain, jumlah responden yang menyatakan tidak puas terhadap kinerja Jokowi terus naik. Bila pada Maret 2021 angkanya mencapai 23,4 persen. Maka, pada September 2021, angkanya mencapai 29,5 persen. 

"Kalau saya melihatnya justru tingkat kepercayaan terhadap presiden masih relatif stabil. Ini berarti, meski warga tidak puas dengan keadaan, tetapi mereka juga menyadari apa yang dilakukan oleh pemerintah telah diapresiasi. Salah satunya, mereka menyatakan puas terhadap kinerja pemerintah dalam penanganan pandemik COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional," ujar Saidiman dalam program yang sama. 

"Ini harus dilihat dua sisi. Di satu sisi, mereka memang kurang puas terhadap keadaan, tetapi di sisi lain mereka tahu bahwa pemerintah sudah bekerja secara maksimal," kata dia. 

Salah satu pencapaian di bidang ekonomi yang berhasil diraih pemerintah yakni Indonesia akhirnya berhasil keluar dari resesi. Pada kuartal II 2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia melesat ke angka 7,07 persen. 

"Warga juga merasakan adanya penurunan kasus COVID-19. Bila diingat pada Juli 2021, angkanya mencapai 50 ribu kasus per hari, tetapi sekarang tren-nya di bawah 1.000," ujarnya. 

Meski begitu, Saidiman mengapresiasi elemen mahasiswa masih lantang bersuara dan detail dalam menyampaikan poin-poinnya ketika berunjuk rasa dan mengevaluasi pemerintah.

3. SMRC mengonfirmasi makin banyak warga yang takut sampaikan aspirasi di ruang publik

Kemunduran Demokrasi di Bawah Kepemimpinan JokowiDeretan pasal di UU ITE yang multi tafsir atau karet (IDN Times/Arief Rahmat)

Meski begitu, SMRC juga mengonfirmasi kualitas demokrasi Indonesia bergerak mundur di bawah kepemimpinan Jokowi. Saidiman mengutip data yang dirilis The Economist Intelligence Unit (EIU) pada 2020, Indonesia menduduki peringkat ke-64 dengan skor 6,3. 

Memang tidak ada yang berubah dari segi peringkat bila dibandingkan dengan 2019. Tetapi, skornya mengalami penurunan drastis. Pada 2019, skor Indonesia adalah 6,48. 

Di sisi lain, Saidiman juga mengakui warga semakin takut menyampaikan aspirasinya di ruang publik. "Akhir-akhir ini orang semakin takut berbicara mengenai politik, orang takut berorganisasi, dan warga takut ditangkap secara semena-mena karena menyampaikan hal itu. Survei SMRC menemukan angkanya memang masih rendah tetapi ada peningkatan secara konsisten dalam tujuh tahun terakhir," ujar dia. 

Ia menganalisis kekhawatiran warga dalam hal bersuara di ruang publik tak pelak karena masih diberlakukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018, mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Saidiman menilai permasalahannya tidak melulu ada di pemerintah. 

"Tetapi, kini antar-warga pun saling melaporkan ke polisi dengan menggunakan aturan tersebut," katanya. 

Sebagai pengingat, dua pejabat publik yakni Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko dan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan juga menggunakan aturan serupa untuk melaporkan aktivis ke polisi. 

SMRC juga menyoroti kelompok minoritas yang masih minim perlindungan dari pemerintah. Saidiman memberikan contoh kelompok Ahmadiyah yang tidak bisa beribadah karena tempat ibadahnya disegel aparat penegak hukum atas instruksi dari Wali Kota Depok. 

"Itu kan tidak masuk akal. Bagaimana orang di rumah ibadah yang dibangun sendiri dan kerjanya untuk ibadah, tetapi malah disegel oleh pemerintah. Ini menimbulkan kekhawatiran," ungkapnya. 

Saidiman menambahkan dalam kondisi ideal, pembangunan seharusnya berjalan, aspek institusional dibenahi, izin yang rumit diperbaiki tetapi dilakukan dalam iklim yang demokratis. 

"Jadi, demokrasi tidak harus dikurangi dan tetap dijaga sambil terus melakukan pembangunan ekonomi," ujarnya.

4. Persepsi penegakan hukum buruk, karena pelanggaran baru ditindak bila sudah viral

Kemunduran Demokrasi di Bawah Kepemimpinan JokowiPersonel dari Polresta Tangerang membanting seorang mahasiswa yang berdemonstrasi di depan kantor Bupati Tangerang pada Rabu, 13 Oktober 2021 (Tangkapan layar dari WhatsApp)
Kemunduran Demokrasi di Bawah Kepemimpinan JokowiHasil survei yang dilakukan oleh SMRC periode 12 September 2021 hingga 19 September 2021 mengenai evaluasi dua tahun kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf Amin (Tangkapan layar power point)

Poin lain yang menjadi catatan yakni adanya penurunan tingkat kepuasan publik dalam penegakan hukum. Survei SMRC menunjukkan pada Mei 2021 jumlah responden yang menyatakan puas terhadap kinerja pemerintah dalam upaya penegakan hukum mencapai 47,2 persen. Sementara, ketika ditanya pertanyaan yang sama pada September 2021, jumlahnya menurun menjadi 44,8 persen. 

Di sisi lain, responden yang menyatakan upaya penegakan hukum di Indonesia buruk trennya meningkat. Pada Mei 2021, angkanya mencapai 19,5 persen. Sementara, pada September 2021, jumlah responden yang mengaku tidak puas meningkat menjadi 24,8 persen. 

Menanggapi hal ini, Saidiman tak menampik pemerintah sering kali baru reaktif dan bergerak bila kasusnya sudah viral serta jadi perbincangan publik. Namun, di sisi lain, ia mendukung publik terus menuntut agar pemerintah melakukan tugasnya dan fokus terhadap kesejahteraan publik. 

"Makanya dalam sebuah buku, sempat dikatakan kebebasan atau kepentingan publik tidak akan mungkin diberikan secara cuma-cuma dari para elite. Itu harus diperjuangkan dan didesak kepada pemerintah. Mahasiswa punya tempat dan peran di sana," kata Saidiman. 

"Jadi, kalau ada yang menyebut setelah viral baru ditindak lanjuti ya memang ekspektasi kita sebagai rakyat tidak bisa lebih dari itu. Kita harus terus-menerus memperjuangkan aspirasi dan apa yang dianggap sebagai kebenaran," tutur dia. 

Tetapi, Saidiman meminta agar publik menyadari ada realitas politik dan negosiasi dengan kelompok yang lain yang juga perlu didengar pemerintah. 

5. Pemerintah bantah takut dikritik publik

Kemunduran Demokrasi di Bawah Kepemimpinan JokowiIlustrasi Presiden Jokowi (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, Tenaga Ahli Utama dari Kantor Staf Presiden (KSP), Ade Irfan Pulungan menepis bila pemerintahan Jokowi-Ma'ruf anti-kritik. Ia mengatakan Jokowi tak ambil pusing terhadap kritik yang mampir terhadap dirinya, dengan catatan kritik itu berisi kebenaran dan disertai data yang valid. 

"Bila, kritik pada ujungnya sebuah penghinaan dan caci maki kami akan merespons sebaliknya. Jangan mengajarkan masyarakat kita hal-hal yang buruk. Tentu saya memahami mahasiswa yang berperan sebagai agen perubahan untuk membentuk perubahan yang lebih baik," ujar Ade di forum diskusi yang sama. 

Ia menjelaskan sebagai bukti pemerintah tidak anti-kritik, KSP memiliki program bernama "KSP Mendengar." Forum tersebut, kata Ade, digunakan sebagai cara untuk menyerap aspirasi masyarakat. 

"Dari forum itu, akan kami listing mana yang masuk kebijakan prioritas, segera lakukan dan segera dikomunikasikan ke aparat-aparat pemerintah lainnya, misalnya kepada kepolisian," kata Ade. 

Ia pun mempersilakan Kahar dan mahasiswa lainnya untuk menyampaikan aspirasi secara langsung. Pemerintah, kata Ade, tidak akan menutup ruang penyampaian aspirasi dan pendapat dari masyarakat. 

"Tetapi, harus dicatat warga harus menyampaikan pendapat sesuai regulasi yang ada," kata Ade. 

6. Mahasiswa tak percaya jargon kebebasan berpendapat yang disampaikan pemerintah

Kemunduran Demokrasi di Bawah Kepemimpinan JokowiIlustrasi mahasiswa Universitas Indonesia (UI) berunjuk rasa di depan Patung Kuda memperingati dua tahun kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf Amin (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.)

Namun, pernyataan itu ditolak mentah-mentah oleh Kahar yang mewakili BEM SI. Menurutnya, fakta di lapangan sering kali berbeda. Ia mengambil contoh koleganya mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) yang ditangkap polisi pada 13 September 2021. Ia ditangkap hanya karena membentangkan poster saat Jokowi berkunjung ke Solo.

Poster itu dibentangkan di beberapa titik di sepanjang jalan menuju pintu masuk utama UNS. Poster tersebut di antaranya berbunyi "Pak tolong benahi KPK" dan "Tuntaskan pelanggaran HAM di masa lalu". Beberapa menit setelah Jokowi melintas, sejumlah petugas tak berseragam tiba-tiba menangkap mahasiswa tersebut.

"Kan itu sopan kata-kata yang tertulis di dalam poster," ujar Kahar merespons Ade. 

Ade kemudian merespons balik bahwa presiden memiliki muruah yang harus dilindungi. Sehingga, publik juga tak boleh melecehkan harga diri presiden. 

"Karena kan aktivitas presiden itu tersebar ke seluruh dunia. Jadi, ketika adik-adik mahasiswa menyampaikan aspirasi, momentumnya juga harus dilihat," kata dia. 

Dalam dialog virtual itu sempat terjadi perdebatan antara Kahar dan Ade lantaran perbedaan pandangan cara penyampaian aspirasi kepada presiden. Kahar menilai penyampaian aspirasi dengan cara sopan pun belum tentu bakal diterima dengan baik. 

"Kan tadi jelas bahwa kami sendiri mahasiswa kurang diberikan jaminan untuk berpendapat. Memang kita diberi ruang untuk berpendapat, tetapi ruangan itu terbatas dan kamu hanya boleh mengkritik mengenai hal-hal tertentu saja," ujar Kahar. 

https://www.youtube.com/embed/0BigdhbfOnU

Baca Juga: Mayoritas Warga Puas Terhadap Kinerja Jokowi-Ma'ruf Atasi COVID-19

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya