Kepercayaan Publik Pada Jokowi Dalam Penanganan Pandemik Mulai Turun

Indikasinya terlihat dari penerapan PPKM yang bermasalah

Jakarta, IDN Times - Tingkat kepercayaan publik terhadap Presiden Joko "Jokowi" Widodo dalam menangani pandemik COVID-19 mulai turun. Hal itu yang terlihat dalam hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan pada periode 20 Juni 2021 - 25 Juni 2021 lalu.

Hasilnya, jumlah warga yang menyatakan percaya tergolong tinggi yakni 43,0 persen. Tetapi, angka itu menurun bila dibandingkan pada Februari 2021 lalu di mana angkanya mencapai 56,5 persen. Artinya, terjadi penurunan 13,5 persen dalam kurun waktu empat bulan. 

"Jadi, untuk pertama kalinya selama masa pandemik ini pada bulan Juni ini, tingkat kepercayaan publik kepada presiden itu di bawah 50 persen," kata Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Senin (19/7/2021). 

Hasil survei itu seolah menjadi jawaban mengapa penerapan pembatasan pergerakan masyarakat rumit dan terkesan tidak efektif.

Bila dilihat dari demografinya, warga di daerah DKI dan Jawa Barat yang menilai kemampuan Presiden Jokowi dalam menghadapi gelombang kedua COVID-19 di level biasa saja. Artinya, warga yang terdampak kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tingkat kepercayaannya mulai berkurang. 

Temuan LSI itu juga sejalan dengan menurunnya tingkat kepuasan terhadap kinerja presiden dalam menangani pandemik COVID-19. Pada Juni 2021, jumlah warga yang puas mencapai 59,6 persen. Tetapi, angka itu menurun bila dibandingkan ketika dilakukan survei serupa pada Desember 2020 yakni 68,9 persen. 

Apa yang menyebabkan tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat kepada pemerintah dalam menghadapi pandemik COVID-19 justru mengalami penurunan drastis? Sebab, bila masyarakat sulit percaya, maka program apapun untuk mengendalikan wabah mustahil dijalankan. 

1. Mayoritas warga menilai pembatasan kegiatan sebaiknya dihentikan saja

Kepercayaan Publik Pada Jokowi Dalam Penanganan Pandemik Mulai TurunHasil survei LSI menyangkut apakah warga sebaiknya menilai PPKM Darurat diperpanjang atau tidak (Tangkapan layar YouTube LSI)

Temuan lainnya dari LSI yang menarik yakni mayoritas warga lebih memilih untuk memprioritaskan kepentingan ekonominya. Angkanya mencapai 50,7 persen di bulan Juni 2021.

Dibandingkan pada 2020, warga masih memprioritaskan selama pandemik, isu kesehatan yang diutamakan. Pada September 2020, sebanyak 60,5 persen warga masih mengutamakan kesehatan dibandingkan kepentingan ekonomi. Di bulan itu, 36 persen warga saja yang mendukung agar kepentingan ekonomi lebih diutamakan. 

Namun, menurut Djayadi, situasi itu tidak bisa berlangsung lama lantaran mereka tidak bisa lagi diam di rumah. "Hal ini dipicu situasi ekonomi masyarakat dalam enam bulan terakhir yang semakin tertekan. Mereka sudah tertekan sebelumnya dan sekarang lebih tertekan lagi," kata Djayadi. 

Ia menambahkan, selama dibatasi warga justru tidak diberikan bantuan sosial. Sehingga, mereka memilih tetap keluar rumah untuk mencari nafkah. 

Maka, tak heran berdasarkan temuan LSI, lebih banyak masyarakat yang meminta agar PPKM Darurat tidak lagi diperpanjang. Angkanya mencapai 57 persen. Keinginan agar pembatasan pergerakan dilonggarkan justru lebih tinggi dibandingkan ketika diperketat September 2020 lalu. 

"Bagi masyarakat, mereka sudah lelah dengan pandemik ini, jadi mereka mengutamakan ekonomi. Tetapi, pemerintah tetap harus melakukan pembatasan yang dibarengi dengan pemberian bantuan kepada warga yang terdampak. Bila tidak dibantu, maka akan mendapatkan perlawanan dari masyarakat," kata dia memberikan pemaparan. 

Baca Juga: Survei LSI: 33,6 Persen Warga Merasa Kecil Kemungkinan Tertular COVID

2. Warga yang meminta PPKM Darurat diperpanjang datang dari menengah ke atas

Kepercayaan Publik Pada Jokowi Dalam Penanganan Pandemik Mulai TurunInfografis PPKM Darurat Jawa-Bali pada 3-20 Juli 2021. (IDN Times/Aditya Pratama)

Djayadi menjelaskan, dari hasil survei yang dilakukan dengan melibatkan 1.200 responden, terlihat warga yang meminta agar PPKM Darurat diperpanjang datang dari kelas menengah ke atas. Sedangkan, masyarakat menengah ke bawah justru meminta agar PPKM Darurat dihentikan saja. Biarkan saja pergerakan dibuka. 

"Masyarakat menengah ke bawah ini kan lagi-lagi mengenai ekonomi. Mereka kan tidak bisa kerja dari rumah, kalau mau makan harus bekerja," kata Djayadi. 

Hal berbeda justru terjadi di masyarakat yang tinggal di perkotaan dan datang dari menengah ke atas. Mereka masih bisa bekerja dari rumah dan mendapatkan pemasukan. 

"Jadi, mereka memiliki keistimewaan uang tetap masuk meski tak meninggalkan rumah," ujarnya lagi. 

3. Tingkat kepuasan dan kepercayaan terhadap Presiden Jokowi turun karena situasi ekonomi memburuk

Kepercayaan Publik Pada Jokowi Dalam Penanganan Pandemik Mulai TurunJokowi tinjau food estate di Kalimantan Tengah (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan)

Sementara, dalam analisa Djayadi, penyebab merosotnya tingkat kepercayaan dan kepuasan terhadap Presiden Jokowi dalam menangani pandemik COVID-19 karena situasi ekonomi dalam enam bulan terakhir justru semakin memburuk. Padahal, sejak awal pemerintah separuh-separuh memberlakukan pengetatan pergerakan karena khawatir akan menghantam sektor ekonomi. 

"Sejak PSBB 2020 dicabut itu yang memandang sektor perekonomian negatif dan semakin sedikit hingga Januari 2021. Sedangkan, pada Juni 2021, jumlah warga yang menyatakan kondisi ekonomi Indonesia buruk meningkat ke angka 56 persen," tutur dia. 

Hal itu menjadi indikasi bahwa situasi ekonomi masyarakat dalam enam bulan terakhir kembali tertekan. Padahal, selama pandemik, mereka sudah terhimpit. 

Situasi itu semakin diperparah dengan penanganan pandemik yang juga buruk. Saat kasus COVID-19 mulai melonjak usai Idul Fitri, mulai terlihat kepanikan di masyarakat. 

"Warga kan terlihat berbondong-bondong ke rumah sakit, oksigen susah dicari, barang-barang untuk mengatasi COVID-19 mulai mahal dan langka. Itu kan indikasi ekonomi dan kesehatan sekaligus," ungkapnya. 

Meski demikian, pembatasan pergerakan warga tetap menjadi langkah wajib yang harus ditempuh oleh pemerintah. "Tetapi, mau tidak mau bansosnya harus segera turun. Masyarakatnya jangan cuma dibatasi tapi makannya gak dikasih," kata dia. 

Ia menyebut, PPKM Darurat Jawa-Bali sudah berlangsung sejak 3 Juli 2021 lalu, tetapi bansos justru baru akan turun bagi warga terdampak pada pekan ini. Maka, tak heran bila masyarakat marah. 

"Akhirnya mereka berpikir ya sudah lah kalau kena COVID-19 sudah jadi risiko yang penting bisa tetap makan," ujar Djayadi. 

Baca Juga: Hasil Survei LSI: Mayoritas Warga Ogah Keluar Uang untuk Vaksinasi

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya