Koalisi Sipil Minta Kebijakan Pemotongan Insentif untuk Nakes Dicabut

Insentif nakes dipangkas separuh di saat corona mengganas

Jakarta, IDN Times - Koalisi warga untuk keadilan akses kesehatan mendesak pemerintah untuk membatalkan kebijakan pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan yang menangani penyakit COVID-19. Bagi mereka, kebijakan tersebut dinilai tidak manusiawi dan membuat publik geram. Apalagi tenaga kesehatan kini menjadi garda terdepan dalam menangani COVID-19 yang angkanya sudah menembus 1,1 juta di Tanah Air. 

"Buruknya tata kelola tidak diimbangi dengan politik anggaran yang berfokus pada penanganan pandemik COVID-19," demikian isi keterangan tertulis yang diterima pada Kamis (4/2/2021). 

Koalisi warga sipil yang terdiri dari beberapa lembaga seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), LaporCOVID19, Lokataru Foundation, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) - menilai seharusnya pemerintah memfokuskan anggaran untuk menangani COVID-19. Saat ini yang terjadi justru pemerintah masih meneruskan proyek infrastruktur ibu kota baru. 

Berdasarkan data yang dimiliki koalisi, anggaran untuk penanganan COVID-19 pada 2021 pun menurun bila dibandingkan tahun sebelumnya. Bila pada tahun 2020, pemerintah menganggarkan Rp87,55 triliun, pada APBN tahun ini pemerintah menyiapkan anggaran Rp60,5 triliun. 

Apa komentar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengenai adanya pemotongan insentif bagi nakes di tengah kasus COVID-19 yang semakin mengganas?

1. Insentif bagi nakes yang menangani COVID-19 dipangkas separuhnya

Koalisi Sipil Minta Kebijakan Pemotongan Insentif untuk Nakes DicabutANTARA FOTO/Fauzan

Isu mengenai besaran insentif untuk tenaga kesehatan yang menangani COVID-19 dipangkas diunggah oleh dokter spesialis bedah tulang, Asa Ibrahim melalui akun media sosialnya. Ia mengkritik kebijakan pemerintah soal hal tersebut. 

Di dalam unggahannya terdapat surat dari Menteri Keuangan nomor S-65/MK.02/2021 yang ditujukan ke Menteri Kesehatan pada 1 Februari 2021 lalu. Di dalam surat itu, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan insentif bagi nakes tetap dilanjutkan pada tahun ini dan juga besarannya. Namun, bila dibandingkan, nominalnya menciut. 

Insentif dokter spesialis ditetapkan sebesar Rp7,5 juta dari sebelumnya Rp15 juta. Sementara, dokter umum dan gigi sebesar Rp5 juta dari sebelumnya Rp10 juta.

Insentif bidan dan perawat Rp3,75 juta dari sebelumnya Rp7,5 juta dan tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp2,5 juta dari sebelumnya Rp 5 juta.

Sedangkan, santunan kematian sebesar Rp300 juta masih tetap atau sama seperti tahun lalu. Ada pula insentif peserta PPDS sebesar Rp6,25 juta yang baru diberikan tahun ini.

Mengenai penurunan insentif bagi nakes itu turut diakui oleh Menkeu Sri ketika mengikuti rapat dengar pendapat dengan komisi XI DPR pada 27 Januari 2021 lalu. "Untuk kesehatan, Bapak Presiden memutuskan insentif nakes diteruskan tahun 2021 meski magnitude-nya diturunkan," ujar perempuan yang akrab disapa Ani itu. 

Ia menjelaskan bila nantinya ada kekurangan anggaran senilai Rp14,6 triliun untuk sektor kesehatan di APBN 2021, maka akan dipenuhi dari realokasi dan refocusing pos anggaran lain. 

Baca Juga: Nakes Berjibaku Lawan COVID-19, Ternyata Insentif Aja Masih Diutang 

2. Menkes Budi Gunadi akan mendiskusikan lagi kebijakan pemotongan insentif dengan Kemenkeu

Koalisi Sipil Minta Kebijakan Pemotongan Insentif untuk Nakes DicabutMenteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Sementara, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX pada Rabu, 3 Februari 2021, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan akan ada diskusi lanjutan dengan Kemenkeu soal penurunan insentif bagi nakes. Pihaknya juga tengah mendiskusikan kemungkinan realokasi anggaran di luar Kementerian Kesehatan untuk insentif tenaga kesehatan dengan Kementerian Keuangan.

"Akan ada diskusi lagi dengan Menteri Keuangan. Aspirasi itu ditangkap Kementerian Keuangan dan akan didiskusikan," ungkap Budi kemarin. 

Kebijakan itu juga disorot oleh anggota komisi IX DPR yang mempertanyakan mengapa insentif bagi nakes justru dipotong di saat mereka sedang berjuang menghadapi pandemik. 

"Kita kekurangan banyak tenaga kesehatan. Perlu waktu lama untuk mendapatkan satu tenaga kesehatan. Mengapa insentifnya dipotong," ungkap Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh. 

3. Surat keputusan Menkes akan tetap berlaku kecuali direvisi dan dirilis SK baru

Koalisi Sipil Minta Kebijakan Pemotongan Insentif untuk Nakes DicabutANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Jefri Tarigan

Sementara, menurut peneliti di LBH Jakarta, Muhammad Isnur, meski sudah ada pernyataan dari Menkes Budi bahwa akan ada diskusi lanjutan dengan Menkeu, tetapi hal tersebut tak mengubah SK yang dirilis pada 1 Februari 2021 sudah berlaku.

"Kecuali direvisi, ditinjau ulang hingga dikeluarkan SK baru. Sepanjang belum ada pencabutan SK tersebut, maka masih dianggap SK itu masih berlaku. Itu yang dijadikan pegangan," ungkap Isnur yang dihubungi IDN Times pagi ini melalui telepon. 

Menurutnya apa yang terjadi di ruang rapat di DPR merupakan bagian dari protes dari publik sehingga mendorong anggota parlemen dan Menkes bereaksi. Isnur mengatakan publik tidak boleh diam melihat kebijakan ini. Sebab, hal tersebut justru bisa menurunkan daya juang nakes yang berada di garda terdepan penanganan pandemik. 

"Ini kan menunjukkan pemerintah gak serius dan gak punya empati mendalam terkait penanganan COVID-19. Masalahnya apa, tapi yang diurus malah isu lain," kata dia.  Ia menambahkan, belum keluar SK soal pemangkasan insentif, justru di lapangan banyak ditemukan nakes yang tidak terima insentif sejak 2020.

Baca Juga: Menkeu Potong Insentif Tenaga Kesehatan, Ini Respons Menkes

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya