Kolonel Priyanto Pernah Bom Rumah Warga saat Tugas di Timor-Timur

"Saya gak tahu di dalam rumah ada orang atau tidak"

Jakarta, IDN Times - Fakta baru kembali terungkap dalam persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap dua sejoli Handi Saputra dan Salsabila di Pengadilan Militer II Jakarta pada Kamis, 7 April 2022. Terdakwa Kolonel Priyanto sempat mengisahkan di hadapan majelis hakim bahwa ia pernah mengebom rumah warga sipil saat bertugas di Timor-Timur pada tahun 1999.

Pernyataan itu sempat dibacakan oleh Oditur Militer ketika surat dakwaan dibacakan. Di dalam surat dakwaan, Priyanto terungkap mengatakan hal tersebut demi meyakinkan dua anak buahnya Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh agar tetap membuang jenazah dua korban. 

"Kemudian terdakwa juga mengatakan kepada saksi kamu jangan cengeng, saya pernah ngebom. Itu kejadian di mana itu waktu ngebom?" tanya Hakim Kolonel Chk Surjadi Syamsir.

"Siap, waktu bertugas di timur. Waktu tugas operasi di Timor-Timur," jawab Priyanto pada Kamis kemarin. 

"Mau ngebom apa itu?" tanya hakim lagi. 

"Pada saat itu kan Timor-Timur merdeka terakhir, pada saat kita embarkasi untuk pulang," kata Priyanto. 

"Itu satu keluarga dibom?" hakim kembali bertanya ke Priyanto. 

"Siap," jawab Priyanto. 

"Sampai anak-anaknya juga (dibom)?" tanya hakim. 

"Saya tidak tahu, orangnya di dalam ada atau tidak," tutur Priyanto lagi. 

Lalu, pengakuan apa lagi yang disampaikan oleh Priyanto di hadapan majelis hakim?

Baca Juga: Kolonel Priyanto Sempat Nginap Sekamar dengan Perempuan Bukan Istri

1. Panik dijadikan alasan Kolonel Priyanto buang dua jenazah korban tabrak lari

Kolonel Priyanto Pernah Bom Rumah Warga saat Tugas di Timor-TimurKeluarga korban menunjukkan foto Salsabila dan Handi Saputra yang ditabrak oleh tiga anggota TNI Angkatan Darat (IDN Times/Aris Darussalam)

Di hadapan majelis hakim, Priyanto mengaku panik usai mobilnya yang dikendarai oleh Kopda Andreas menabrak sepeda motor berisi dua orang. Namun, alih-alih membawa dua tubuh korban ke rumah sakit, Priyanto justru menginstruksikan agar jenazah mereka dibuang ke sungai. Ia beralasan panik dan ingin melindungi Kopda Andreas. 

"Saya (merasa) panik, kacau mungkin banyak pekerjaan dan lain-lain, kemudian ditambah ini anggota saya. Saya berusaha melindungi, tapi yang saya lakukan salah, saya akui itu salah (membuang jenazah dua korban ke sungai)," ungkap Priyanto. 

Namun, Hakim Surjadi tidak menerima begitu saja alasan Priyanto membuang dua jenazah korban. Justru, ia menilai sebagai perwira menengah, Priyanto seharusnya bersikap ksatria dan bertanggung jawab atas insiden tabrak lari itu. 

"Sebagai seorang kolonel yang malang melintang di dunia militer, (pernah melakukan) tugas operasi, bahkan sempat (menjabat) danramil seharusnya kan berpikir jernih. Berpikir waras saat itu. Apalagi Kopda Dwi Atmoko sudah mengatakan ini pasti akan dicari oleh orang tuanya," kata Hakim Surjadi. 

"Tidak muncul (pikiran itu). Kok malah kasihan sama anggota dan bukan ke korban?" tanya hakim lagi. 

Priyanto menjawab korban sudah meninggal maka jenazahnya dibuang ke sungai. 

Baca Juga: Kolonel Priyanto Penabrak 2 Remaja di Nagrek Terancam Hukuman Mati

2. Priyanto terungkap sempat marahi anak buah karena usulkan agar korban dibawa ke puskesmas

Kolonel Priyanto Pernah Bom Rumah Warga saat Tugas di Timor-TimurTerdakwa kasus pembunuhan dua remaja sipil di Nagrek, Jawa Barat, Kolonel Priyanto ketika mengikuti sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan pada Selasa, 8 Maret 2022 (www.dilmilti-jakarta.go.id)

Namun, menurut pengakuan anak buah Priyanto justru berbeda. Kopda Andreas Dwi Atmoko justru mengaku dimarahi ketika mengusulkan agar membawa tubuh Salsabila dan Handi Saputra ke puskesmas terdekat. Saat itulah Priyanto meminta bawahannya untuk tidak bersikap cengeng. Ia spontan menyebut pernah melakukan pengeboman ke rumah warga dan hingga kini tak tertangkap. 

"Terdakwa mengatakan, 'kamu diam saja dan ikuti perintah saya'. Saksi dua tetap memohon agar tidak membuang saudara Handi Saputra dan Salsabila ke sungai, namun dijawab terdakwa 'saya ini dulu pernah mengebom satu rumah dan gak ketahuan'. Saksi kedua berkata, 'izin bapak, saya tidak ingin punya masalah.' Yang dijawab oleh terdakwa, 'kita tentara, kamu tidak usah cengeng dan panik. Pokoknya cukup kita bertiga yang tahu," ungkap Oditur Kolonel Sus Wirdel Boy membacakan surat dakwaan pada 8 Maret 2022 lalu. 

Oditur Militer Wirdel mengatakan, usai Priyanto dan saksi kedua membuang jasad Handi dan Salsabila ke sungai, mereka melanjutkan perjalanan ke Sleman, Yogyakarta. Selama di perjalanan, Priyanto sempat menanyakan apakah insiden tabrakan itu sudah masuk berita di media sosial. 

"Terdakwa juga meminta kepada saksi dua dan tiga bahwa kejadian ini rahasia. Hanya kita bertiga yang tahu. Dijawab oleh saksi dua dan tiga 'siap bapak," ungkap Wirdel menirukan pernyataan dua bawahan Priyanto yang ikut terlibat dalam peristiwa pembunuhan tersebut. 

Lalu, ketika berada di rumah saksi 2, ia memberikan uang senilai Rp1 juta kepada saksi 3. Saksi 2 mengatakan, uang itu pemberian dari Kolonel Priyanto. 

Kemudian, Kolonel Priyanto menyadari bahwa insiden di Nagreg di mana jasad dua korban tidak ditemukan, menjadi viral dan ditayangkan di stasiun televisi nasional. Bahkan, ada video amatir yang merekam Priyanto dan dua bawahannya mengevakuasi jenazah korban untuk dimasukan ke dalam mobil Isuzu Panther warna hitam milik Priyanto. 

3. Kolonel Priyanto didakwa Oditur Militer dengan pasal pembunuhan berencana

Kolonel Priyanto Pernah Bom Rumah Warga saat Tugas di Timor-TimurIlustrasi pengadilan. IDN Times/Sukma Shakti

Sementara, Kolonel Priyanto didakwa oleh Oditur Militer dengan pasal berlapis yakni Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 328 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP, jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Pasal 340 KUHP mengatur tentang hukuman pidana pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup.

Selanjutnya, Pasal 338 KUHP juga mengatur terkait pidana pembunuhan, yang dimaknai sebagai perbuatan sengaja merampas nyawa orang lain, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara. Lalu, Pasal 328 KUHP mengatur soal pidana penculikan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun dan Pasal 333 KUHP mengatur pidana perampasan kemerdekaan orang lain dengan ancaman hukuman 8-9 tahun penjara.

Terakhir, Pasal 181 KUHP terkait pidana menghilangkan jenazah dengan maksud menyembunyikan kematian seseorang, yang ancaman pidananya maksimal 9 bulan bui.

"Nanti, kami buktikan pasal pembunuhan berencananya dulu, baru nanti setelahnya pasal pembunuhan secara bersama-sama," ungkap Wirdel seperti dikutip dari kantor berita ANTARA

Kasus pembunuhan ini bermula ketika Kolonel (Inf) Priyanto dan dua anak buahnya menabrak Handi dan Salsa pada 8 Desember 2021 lalu di Nagreg, Jawa Barat. Kedua remaja itu sedang berboncengan naik motor. 

Priyanto sempat meminta kepada warga sekitar yang menyaksikan kecelakaan agar tak perlu mengikuti mereka. Sebab, ia akan membawa tubuh Salsabila dan Handi ke rumah sakit terdekat. Namun, alih-alih dibawa ke rumah sakit, tubuh keduanya justru dibuang ke Sungai Serayu. 

Jasad Handi dan Salsabila ditemukan oleh warga pada 11 Desember 2021. Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa sudah meminta agar ketiga prajurit TNI AD itu dipecat dari kesatuan TNI. Sementara, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman mendatangi rumah keluarga korban dan meminta maaf atas perbuatan anak buahnya yang telah membunuh dua warga sipil. 

Baca Juga: Kolonel Priyanto Sempat Nginap Sekamar dengan Perempuan Bukan Istri

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya