Kominfo Akui PeduliLindungi Terinspirasi dari TraceTogether Singapura

Pemerintah sudah izin ke Duta Besar Singapura di Jakarta

Jakarta, IDN Times - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) membantah aplikasi PeduliLindungi untuk melacak dan skrining warga yang terpapar COVID-19 merupakan buatan Singapura. Tapi, Kominfo tak membantah aplikasi yang di-install di ponsel pintar itu terinspirasi aplikasi TraceTogether yang sudah lebih dulu dibuat Negeri Singa. 

Perkara aplikasi PeduliLindungi ramai disebut buatan Singapura bermula dari unggahan mantan Komisaris Garuda, Peter F. Gontha, di akun Instagramnya pada 13 September 2021. Ia sempat menulis bila benar PeduliLindungi buatan Singapura maka keamanan data-data pribadi WNI dalam bahaya. 

"Seluruh data kita direkam di Singapura dan kedaulatan data Indonesia sudah ada di tangan mereka. Meski ini aplikasi Telkom. Mereka tahu alamat, tanggal lahir, e-mail kita. Termasuk kita makan apa dan pergi ke mana saja. Mereka sudah tahu. Kalau informasi ini saya salah, mohon diinformasikan apa yang salah," tulis Peter pada 13 September 2021 yang kini sudah dihapus. 

Kominfo Akui PeduliLindungi Terinspirasi dari TraceTogether SingapuraPernyataan mantan Komisaris PT Garuda Indonesia Peter F. Gontha soal aplikasi PeduliLindungi buatan Singapura (www.instagram.com/@petergontha)

Kolom komentar akun Instagram Peter pun langsung ramai. Ada sejumlah warganet yang menepis pernyataan Peter tersebut. Namun, Juru Bicara Kemkominfo, Deddy Permadi, membantah isu tersebut. Ia mengatakan PeduliLindungi adalah aplikasi asli buatan dalam negeri. 

"Pernyataan yg mengatakan bahwa PeduliLindungi adalah buatan Singapura adalah salah. PL adalah karya anak bangsa," kata Deddy ketika dihubungi, Kamis (16/9/2021).

Staf khusus Menkominfo, Henry Subiakto, menambahkan PeduliLindungi memang terinspirasi aplikasi TraceTogether buatan Singapura. Tetapi, aplikasi PeduliLindungi dikembangkan tim Telkom yang dipimpin Faizal R. Djoemadi yang kini ditunjuk Erick Thohir sebagai bos PT Pos Indonesia.

"Idenya memang melihat dari TraceTogether Singapura, tapi kemudian dikembangkan lebih canggih dan lengkap. Kami juga sudah minta izin ke Duta Besar Singapura," cuit Henry di akun Twitter-nya, @henrysubiakto, pada 15 September 2021. 

Apa benar PeduliLindungi lebih canggih dibandingkan TraceTogether?

1. Aplikasi Trace Together gunakan bluetooth, PeduliLindungi pakai koneksi internet

Kominfo Akui PeduliLindungi Terinspirasi dari TraceTogether Singapura(Tampilan aplikasi Trace Together) www.mothership.sg

TraceTogether dikembangkan Badan Teknologi dan Kementerian Kesehatan Singapura dan diluncurkan pada 20 Maret 2020. Aplikasi itu dapat membantu pemerintah melacak siapa saja yang melakukan kontak dekat dengan jarak dua meter selama 30 menit. 

"Aplikasi ini sangat bermanfaat dalam kasus orang-orang yang terinfeksi tidak tahu siapa saja yang kontak langsung, atau berada dalam jarak dekat dengan mereka selama durasi tertentu," ungkap developer aplikasi itu seperti dikutip dari harian The Straits Times pada 2020. 

Dengan menemukan orang yang pernah melakukan kontak langsung dengan pasien, maka dapat membantu proses tes COVID-19 menjadi lebih tepat sasaran. Trace Together digunakan dengan mengaktifkan tool bluetooh di ponsel pintar. 

Badan Digital Government Office dan Smart Nation (SNDGO) mengatakan agar proses pelacakan bisa dilakukan, maka para penggunanya harus memberikan persetujuan mereka secara eksplisit, bahwa data berupa nomor telepon dan data di aplikasi itu akan digunakan untuk melakukan penelusuran. 

"Ketika diminta oleh Kementerian Kesehatan (MOH) maka para penggunanya dapat mengirimkan data aplikasi TraceTogether untuk proses pelacakan. Hanya sampai di titik itu. Data-data lainnya tidak akan dilacak oleh pemerintah," ungkap SNDGO. 

Sementara, PeduliLindungi baru bisa dimanfaatkan bila ponsel dihubungkan dengan jaringan internet. Selain itu, aplikasi tersebut baru dimanfaatkan untuk skrining warga yang hendak menuju ke tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan. Cara ini dinilai cukup efektif karena terbukti 3.830 orang berhasil ditolak masuk ke mal karena terdeteksi positif COVID-19. 

Hal itu diungkapkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin ketika rapat dengar pendapat dengan anggota Komisi IX DPR pada 13 September 2021. Dari jumlah tersebut, 3.000 orang terdeteksi melakukan check-in saat ingin masuk ke mal atau pusat perbelanjaan. Sebanyak 348 orang lainnya terdeteksi saat masuk ke dalam pabrik-pabrik industri.

"Kami bisa lihat suprisingly tetap aja ada 3.830 orang yang masuk kategori hitam. Hitam itu artinya positif COVID-19 tapi masih jalan-jalan," ungkap Budi pada Senin, 6 September lalu. 

Sementara, fitur pelacakan kontak erat masih belum dioptimalkan. Meski selama diaktifkan, aplikasi PeduliLindungi terus meminta agar lokasi pengguna ponsel terus dinyalakan. 

Baca Juga: Terobosan Singapura: Ciptakan Aplikasi Lacak Kontak Pasien COVID-19

2. Aplikasi PeduliLindungi dinilai ciptakan kesenjangan di masyarakat

Kominfo Akui PeduliLindungi Terinspirasi dari TraceTogether SingapuraANTARA/Arindra Meodia

Sementara, kebijakan pemerintah memberlakukan skrining di fasilitas umum dengan aplikasi PeduliLindungi dinilai menciptakan kesenjangan. Sebab, aplikasi tersebut hanya berfungsi di ponsel pintar. Padahal, tak semua orang di Indonesia memiliki ponsel pintar. 

Founder Drone Emprit, Ismail Fahmi, mendorong pemerintah untuk mencari cara lain untuk proses skrining. Salah satunya membuat aplikasi yang bisa memindai dari data Nomor Induk Kependudukan (NIK). Sebab, kata dia, data ini pasti dimiliki semua orang yang telah menerima vaksin COVID-19. 

"Jadi, masyarakat cukup membawa KTP (Kartu Tanda Penduduk) nya. Tak perlu membawa kartu vaksin, tak perlu punya smartphone," cuit Ismail di akun Twitternya, @ismailfahmi, pada 15 September 2021. 

Pemerintah, kata Ismail, dapat membuat aplikasi venue yang dapat scan NIK lalu terhubung ke pangkalan data PeduliLindungi untuk cek status vaksinasinya. Aplikasi tersebut akan lebih adil bagi semua kalangan karena tak semua warga memiliki ponsel pintar. 

3. Epidemiolog sentil penggunaan sertifikat vaksin COVID-19 di aplikasi PeduliLindungi

Kominfo Akui PeduliLindungi Terinspirasi dari TraceTogether SingapuraEpidemiolog Griffith University, Dicky Budiman (dok. Dicky Budiman)

Pendapat yang senada dengan Ismail juga sejak lama disampaikan epidemiolog. Salah satunya epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Dicky Budiman. 

Dia mengatakan alih-alih menggunakan PeduliLindungi sebagai skrining, pemerintah sebaiknya menggenjot 3T yakni tes, lacak, dan isolasi. Dicky menyebut bila 3T di Indonesia sudah kuat, maka aplikasi semacam PeduliLindungi sudah tak lagi dibutuhkan. 

"Bukan hanya satu (kasus) saja (yang terjadi tak bisa masuk karena tak ada sertifikat vaksin), pasti banyak yang lain. Itu kan merugikan banyak pihak dan ini akan semakin banyak (masalah terkait integrasi data). Nanti terjadi di berbagai macam aktivitas," ungkap Dicky pada 15 Agustus 2021. 

Ia juga menilai syarat untuk menunjukkan sertifikat vaksin ke sejumlah tempat umum tidak adil. Sebab, belum semua warga di Indonesia sudah menerima vaksin. Berdasarkan data yang dikutip dari Our World In Data, cakupan vaksinasi di Indonesia pun baru 20 persen. 

Baca Juga: Lacak Kontak Pasien COVID-19, RI Kembangkan Aplikasi Buatan Singapura

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya