KPK Bantah Bayar LSM untuk Ikut Beri Dukungan Aksi Cicak VS Buaya 4.0

"Justru yang dibayar itu yang kirim bus di depan KPK"

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif membantah institusi yang ia pimpin telah membayar aktivis dari LSM tertentu untuk menggelar aksi di gedung Merah Putih pada Jumat (30/8). Aksi yang disebut "Cicak VS Buaya 4.0" itu digelar di depan area lobi KPK pekan lalu sekitar pukul 14:00 WIB. Ratusan orang termasuk Ketua PBNU, KH Aqil Siroj, jurnalis senior Najwa Shihab, aktivis, mahasiswa dan elemen sipil turut hadir dalam aksi itu. 

Fokus mereka hanya satu yakni menolak capim KPK yang bermasalah untuk memimpin institusi antirasuah. Namun, oleh anggota Komisi III DPR, kehadiran mereka justru diduga dibayar oleh KPK. 

"Apakah NGO dibiayai oleh KPK, itu tidak benar sama sekali, Pak dan tidak ada dan jangan pula kita menghina NGO. Kalau ibu negara datang ke KPK, gak dibayar itu. KH Said Aqil itu juga tidak dibayar walau mendukung KPK," kata Syarif dalam sesi Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III pada Senin (2/9). 

Mantan pengajar di Universitas Hasanuddin itu menyebut kehadiran elemen masyarakat sipil ke KPK karena hatinya tergerak dan ingin melindungi institusi antirasuah. Lalu, apa komentar Syarif mengenai adanya aksi demonstrasi tandingan di depan gedung KPK pada Jumat pekan lalu? 

1. Wakil Ketua KPK justru menuding massa yang melakukan aksi demonstrasi tandingan itulah yang dibayar

KPK Bantah Bayar LSM untuk Ikut Beri Dukungan Aksi Cicak VS Buaya 4.0(Demonstran diduga bayaran membentangkan spanduk dukung pansel capim KPK) Screen shot Youtube Jakartanicus

Menurut Syarif, justru yang harusnya ditanyakan oleh anggota Komisi III DPR adalah siapa yang mengerahkan massa tandingan di depan gedung KPK pada Jumat pekan lalu. Sebab, diduga mereka dibayar oleh pihak tertentu.

Massa yang datang menggunakan bus dan metromini itu bahkan sempat membakar ban bekas. Mereka juga sempat memaksa masuk ke dalam gedung KPK, namun dihalau oleh personel dari kepolisian. 

"Yang perlu ditanyakan itu yang kirim-kirim massa dengan menggunakan bus tapi mereka tidak tahu apa yang mereka omongin. Sampai ada 6-7 bus di depan KPK. Nah, itu yang dibayar," kata Syarif tegas. 

Pernyataan dia tidak sekedar isapan jempol, lantaran dalam sebuah video yang diunggah oleh akun Jakartanicus terungkap demonstran dibayar Rp35 ribu untuk berunjuk rasa di depan gedung KPK. 

"Saya hanya ikut-ikutan saja. Dapat duitlah Rp35 ribu," kata seorang pemuda bernama Hamzah yang diwawancarai mengenai alasannya ikut berdemonstrasi. 

https://www.youtube.com/embed/VjkaE-afHiA

Baca Juga: Saat Mereka yang Pro dan Menentang Pansel Capim Bertemu di Gedung KPK

2. Seleksi capim KPK dapat membuka kembali konflik cicak VS buaya

KPK Bantah Bayar LSM untuk Ikut Beri Dukungan Aksi Cicak VS Buaya 4.0(Ilustrasi cicak vs buaya) www.instagram.com/@fakartun

Seleksi capim baru KPK diprediksi bisa membuka kembali konflik cicak VS buaya. Pasal, calon bermasalah dan ingin dimasukan ke dalam institusi antirasuah berasal dari kepolisian. Dua capim KPK dari institusi kepolisian yang paling disorot adalah Irjen (Pol) Firli Bahuri dan Irjen (Pol) Antam Novambar. 

Keduanya sama-sama tercatat tak patuh terhadap pelaporan harta kekayaan. Keduanya juga punya rekam jejak bermasalah. 

Di hadapan pansel capim KPK, Firli terbukti berbohong ketika menyebut pimpinan institusi antirasuah tak pernah menyebutnya melakukan pelanggaran kode etik selama bekerja di sana. Padahal, berdasarkan rapat di Dewan Pertimbangan Pegawai menyatakan dengan tegas Firli terbukti melakukan pelanggaran berat dengan menemui mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Muhammad Zainul Majdi alias TGB. Tercatat, ia menemui TGB sebanyak empat kali di sana. 

Padahal, TGB diketahui ikut diperiksa sebagai saksi dalam dugaan korupsi divestasi PT Newmont. Keduanya pun diduga dekat, lantaran sebelum bertugas di KPK, Firli merupakan Kapolda Nusa Tenggara Barat. 

Belum lagi, Firli diduga menerima gratifikasi berupa menginap gratis di Hotel Grand Legi selama dua bulan. Selain itu, Kapolda Sumatera Selatan tersebut juga diduga menjadi penyebab tersumbatnya kasus-kasus besar untuk diusut di KPK. 

Sementara, Antam diduga pernah mengintimidasi eks Direktur Penyidikan KPK, Endang Tarsa, agar memberi kesaksian yang meringankan di sidang pra peradilan Jenderal Budi Gunawan tahun 2015 lalu. Budi mengajukan pra peradilan, karena ia ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka atas kepemilikan rekening gendut. 

Istilah cicak vs buaya diciptakan oleh mantan Kabareskrim Komjen (Pol) Susno Duadji. Susno menggambarkan KPK sebagai cicak yang coba melawan dominasi institusi Polri yang besar seperti buaya. 

3. Harapan tersisa di tangan Presiden Jokowi

KPK Bantah Bayar LSM untuk Ikut Beri Dukungan Aksi Cicak VS Buaya 4.0ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

Kini, harapan terakhir ada di pundak Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Sebab, Jokowi akan menyerahkan nama capim KPK yang diseleksi oleh pansel ke anggota Komisi III untuk dilakukan uji kepatutan dan kelayakan. DPR sudah ancang-ancang menargetkan uji kepatutan tersebut digelar pada bulan September. Namun, berapa pun nama yang dikirim ke anggota komisi III, itu semua menjadi hak prerogatif Jokowi. 

Itu sebabnya koalisi kawal capim KPK mendorong mantan Gubernur DKI Jakarta itu untuk bersikap berani mencoret nama kandidat yang bermasalah. Hal itu disampaikan oleh koalisi masyarakat sipil antikorupsi melalui aksi mereka pada Minggu (1/9) di acara Car Free Day. 

"Kami meminta Presiden Jokowi untuk mendengarkan masukan publik sebelum menentukan 10 nama kandidat. Presiden perlu menyaring ulang calon pimpinan hasil pansel dengan mempertimbangkan rekam jejak kandidat," kata perwakilan koalisi masyarakat sipil antikorupsi melalui keterangan tertulis pada hari ini. 

Bahkan, mereka juga menyarankan agar Presiden mengoreksi hasil kinerja pansel yang mengabaikan masukan mengenai data rekam jejak kandidat. Padahal, KPK sudah mengundang pansel agar datang ke gedung Merah Putih di Kuningan untuk melihat dengan mata kepala mereka sendiri bukti yang menyebut capim tertentu bermasalah. Ketua pansel capim KPK, Yenti Garnasih mengaku mereka sibuk lantaran harus menyerahkan 10 nama kandidat ke Jokowi pada Senin (2/9). 

"Pansel tidak bisa datang karena pansel punya agenda yang telah diatur, dan waktunya terjadwal dan mepet," kata dia seperti dikutip dari Antara pada Kamis pekan lalu. 

Kira-kira Presiden Jokowi akan mendengarkan masukan publik ya gak, guys

Baca Juga: Tak Hiraukan Masukan Publik, Jokowi Didesak Evaluasi Pansel Capim KPK

Topik:

Berita Terkini Lainnya