KPK Belum Tetapkan Bupati Tulungagung ke Dalam DPO

Keberadaan Syahri Mulyo masih belum diketahui

Jakarta, IDN Times - Keberadaan Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo hingga saat ini masih belum diketahui. Padahal, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengimbau agar Syahri menyerahkan diri sejak Jumat dini hari (8/6) kemarin. 

"Kami imbau agar Bupati Tulungagung bersikap kooperatif dan segera menyerahkan diri ke KPK," ujar Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang ketika memberikan keterangan pers pada Jumat kemarin. 

Sempat beredar informasi yang disampaikan oleh bendahara tim pemenangan pasangan Syahri - Maryoto Bhirowo bernama Heru Santoso. Heru mengatakan Syahri sudah berada di gedung KPK untuk diperiksa. 

Namun, informasi itu dibantah oleh juru bicara KPK, Febri Diansyah. Dalam pesan pendek yang diterima pukul 17:00 WIB, Febri menyebut Syahri belum menyerahkan diri ke kantor KPK. 

"Sampai saat ini, Bupati TA (Tulungagung) belum datang untuk menyerahkan diri ke KPK," ujar Febri pada Sabtu (9/6). 

Lalu, apakah status Syahri segera dimasukan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO)?

1. Status Syahri belum masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang

KPK Belum Tetapkan Bupati Tulungagung ke Dalam DPOwww.youtube.com

Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang yang dihubungi IDN Times melalui pesan pendek pada Sabtu (9/6) menyebut belum ada perubahan status bagi Syahri. Namanya belum dimasukan ke DPO.

"Masih belum diubah statusnya," ujar Saut pada sore tadi.

Ia pun masih tetap berharap Syahri segera menyerahkan diri ke KPK dan menjelaskan kepada penyidik mengenai kasus yang tengah membelitnya. Syahri yang kembali ikut dalam Pilkada 2018 dari Kabupaten Tulungagung itu diduga telah menerima uang suap dari seorang kontraktor bernama Sulistyo Prabowo senilai Rp 1 miliar.

Uang itu diduga menjadi pemberian yang ke-3 sebagai fee proyek-proyek pembangunan infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulungagung. Sebelumnya, Syahri diduga sudah menerima uang pemberian pertama senilai Rp 500 juta dan Rp 1 miliar. Jadi, total uang yang diterima oleh Syahri mencapai Rp 2,5 miliar.

2. Penyidik KPK melakukan penggeledahan di Blitar dan Tulungagung

KPK Belum Tetapkan Bupati Tulungagung ke Dalam DPOANTARA FOTO/Irfan Anshori

Syahri gak sendirian. Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar pada Rabu malam kemarin, penyidik KPK juga mengendus adanya aliran suap ke Walikota Blitar, Samanhudi Anwar. Pria berusia 52 tahun itu diduga menerima suap senilai Rp 1,5 miliar sebagai fee untuk ijon proyek pembangunan SLTP.

Setelah sempat disebut KPK menghilang, Samanhudi akhirnya menyerahkan diri ke KPK pada Jumat sore sekitar pukul 18:30 WIB. Usai tujuh jam diperiksa oleh penyidik, Samanhudi resmi mengenakan rompi oranye dan ditahan di rutan Polres Metro Jakarta Pusat.

Penyidik kemudian melakukan penggeledahan mulai hari ini sekitar pukul 09:00 hingga sore hari. Febri menjelaskan di Kabupaten Tulungagung, ada dua lokasi yang digeledah. Pertama, rumah pribadi bupati dan kantor pemkab.

"Dari kedua lokasi itu disita dokumen-dokumen pengadaan (proyek)," ujar Febri melalui keterangan tertulis pada hari ini.

Sementara, di Blitar, tim penyidik melakukan penggeledahan di tiga lokasi yakni rumah pemberi suap, kantor pemberi suap dan kantor pemkot.

"Dari sana, penyidik menyita dokumen mengenai proyek," kata Febri lagi.

3. Diburu penyidik KPK, Syahri malah kirim pesan di video

KPK Belum Tetapkan Bupati Tulungagung ke Dalam DPOANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko

Di saat tengah diburu oleh penyidik KPK, tiba-tiba muncul video yang menggambarkan Syahri mengirimkan pesan kepada para pendukungnya. Dalam video yang berdurasi sekitar 23 detik itu, ia mengaku sudah menjadi korban pertarungan politik.

"Kepada simpatisan dan relawan Syahto (Syahri-Maryoto), biar lah saya menjadi korban politik, saya harap semangatlah berjuang, untuk tetap memenangkan Syahto pada 27 Juni 2018. Pak Maryoto bisa dilantik untuk periode yang akan datang. Salam dua jari, lanjutkan," ujar Syahri dalam video yang sudah beredar luas di media sosial itu.

OTT yang dilakukan terhadap dua kader PDI Perjuangan itu, justru dikritik oleh partai berlambang moncong putih tersebut. Ketua DPP PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno mengaku terkejut dengan adanya gaya baru OTT yang diberlakukan oleh KPK. Gaya baru yang dimaksud yaitu OTT nya dilakukan melalui orang lain atau gak secara langsung.

Kalau begitu, kata Hendrawan, maka semua orang berpotensi menjadi target OTT.

"Setiap orang yang punya uang kas di kantor atau di rumah bisa dikerjai OTT, bisa dipolitisasi," ujar Hendrawan kepada media pada hari ini.

Hal itu ditanggapi Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang. Menurut dia, kalau tidak setuju terhadap proses hukum yang dilakukan oleh lembaga anti rasuah, bisa digugat melalui pra peradilan.

"Kalau gak sependapat dengan kerja KPK, boleh ajukan pra peradilan kan ya," kata Saut.

Topik:

Berita Terkini Lainnya