KPK Dakwa Sofyan Basir Korupsi karena Fasilitasi Pertemuan Eni & Kotjo

KPK belum bisa buktikan Sofyan Basir terima fee proyek

Jakarta, IDN Times - Eks Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir akhirnya duduk di kursi pesakitan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (24/6). Di sidang perdananya, Sofyan duduk dan mendengarkan surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Namun, uniknya, di dalam surat dakwaan setebal 18 halaman itu, mantan Dirut BRI tersebut didakwa bukan karena perannya yang diduga ikut menerima fee dari pengusaha Johannes Budistrisno Kotjo lantaran telah membantu mendapatkan proyek di PLN. Melainkan karena diduga telah membantu memfasilitasi pertemuan antara mantan anggota Komisi VII DPR, Eni Saragih dengan Idrus Marham, Johannes B Kotjo dengan jajaran Direksi PT PLN dalam rangka memuluskan perusahaan yang dibawa oleh Kotjo untuk mendapatkan proyek pembangunan PLTU MT Riau-1. 

"Padahal, terdakwa sudah mengetahui Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Johannes Budisutrisno Kotjo, sehingga Eni Saragih dan Idrus Marham menerima uang secara bertahap senilai Rp4,75 miliar," demikian isi surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa KPK pada Senin siang (24/6). 

Di dalam surat dakwaan itu, juga tertulis pembagian jatah fee dari Johannes Kotjo selaku pemegang saham PT Blackgold Natural Resources Limited kepada beberapa pihak. Namun, nama Sofyan tidak ada dalam jatah fee yang telah disiapkan oleh Kotjo. Total fee yang disiapkan oleh Kotjo mencapai 2,5 persen dari nilai proyek yang mencapai US$900 juta atau setara US$25 juta. 

Lalu, siapa saja nama yang masuk ke dalam jatah fee Kotjo? Apa peran Sofyan sesungguhnya sehingga ia bisa terseret dalam kasus korupsi PLTU Riau-1?

1. Johannes Kotjo memberi jatah fee bagi pihak swasta hingga Setya Novanto

KPK Dakwa Sofyan Basir Korupsi karena Fasilitasi Pertemuan Eni & Kotjo(Terpidana kasus mega korupsi KTP Elektronik Setya Novanto) ANTARA FOTO/Putra Haryo Kurniawan

Perkenalan Sofyan dengan pengusaha Johannes Kotjo dimulai dari sosok mantan Ketua DPR Setya Novanto. Kotjo rupanya sudah lama berkawan dengan mantan Ketua Umum Partai Golkar itu. Pada 2016, Kotjo menemui Novanto lantaran permintaan anak perusahaan milik Kotjo yang bernama PT Samantaka Batubara untuk ikut mendapat proyek PLN di IPP PLTU Mulut Tambang 2X300 MW di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau dikabulkan. Pada Oktober 2015, Direktur Utama PT Samantaka Batubara, Rudy Herlambang sudah mengirimkan surat ke pihak PT PLN namun tidak ditanggapi. 

"Akhirnya menindaklanjuti permintaan Johannes Budisutrisno Kotjo, Setya Novanto mengenalkan yang bersangkutan dengan Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII. Pertemuan terjadi di ruang kerja Ketua Fraksi Golongan Karya," demikian isi surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa. 

Kotjo ketika itu berjanji kepada Eni apabila membantunya, maka akan diberi fee agen yang diperoleh Johannes Kotjo dari perusahaan konsorsium asal Tiongkok CHEC sebesar 2,5 persen dari total proyek PLTU MT Riau-1. Rupanya, tidak hanya Eni yang dijanjikan fee oleh Kotjo. Berikut daftar nama yang dibacakan oleh jaksa dan diketahui turut mendapat janji pembagian fee itu: 

  • SN yaitu Setya Novanto akan mendapatkan 24 persen dari 2,5 persen (setara US$6 juta)
  • JK yaitu Johannes Kotjo akan mendapatkan 24 persen dari 2,5 persen (setara US$6 juta)
  • AR yaitu Andreas Rinaldi akan mendapatkan 24 persen dari 2,5 persen (setara US$6 juta)
  • PR yaitu Philip Cecile Rikard (CEO PT Samantaka Batubara) akan mendapatkan 12 persen dari 2,5 persen (setara US$3.125.000)
  • R yaitu Rudy Herlambang (Direktur Utama PT Samantaka Batubara) akan mendapatkan 4 persen dari 2,5 persen (setara US$1 juta)
  • IK yaitu Intekhab Khan (Chairman Blackgold Natural Resources) akan mendapatkan 4 persen dari 2,5 persen (setara US$1 juta)
  • James yaitu James Rijanto (Direktur PT Samantaka Batubara) akan mendapatkan 4 persen dari 2,5 persen (setara US$ 1 juta)
  • Other atau pihak-pihak lain yang membantu akan mendapat 3,5 persen dari 2,5 persen (US$875 ribu)

Ketika tengah digelar rapat antara PT PLN Perseo dengan Komisi VII, Eni menyampaikan kepada Sofyan bahwa ia ditugaskan oleh Novanto untuk mengawal perusahaan Kotjo dalam pembangunan proyek PLTU Riau-1 di PLN. 

"Gunanya untuk mencari dana bagi Partai Golkar dan pemilu legislatif Partai Golkar," demkian isi surat dakwaan. 

Sofyan akhirnya menyanggupi permintaan Eni untuk bertemu Kotjo di kediaman Novanto pada 2016.

Baca Juga: Ini Alasan KPK Menetapkan Sofyan Basir Jadi Tersangka PLTU Riau-1

2. Sofyan Basir disebut jaksa sudah mengarahkan agar perusahaan milik Kotjo bisa ikut dilibatkan di proyek PLTU Riau-1

KPK Dakwa Sofyan Basir Korupsi karena Fasilitasi Pertemuan Eni & KotjoIDN Times/Santi Dewi

Dalam pertemuan antara Johannes Kotjo, Eni Saragih dan Setya Novanto, Sofyan turut mengajak jajaran direksi PT PLN Persero ke kediaman Novanto paa 2016 lalu. Novanto menyampaikan agar proyek PLTGU Jawa III diberikan kepada kawan karibnya itu yakni Kotjo. Namun, Sofyan menjawab hal itu sudah tak lagi memungkinkan lantaran sudah ada calon kandidat perusahaan yang akan mendapat proyek tersebut. 

Novanto kemudian meminta agar dicarikan proyek pembangkit listrik lainnya. Eni pun berkoordinasi dengan Direktur PLN, Supangkat Iwan Santoso. 

Akhirnya, terjadi pertemuan selanjutnya di Hotel Mulia Senayan untuk menindaklanjuti pembahasan di kediaman Novanto. Saat itu Sofyan disebut oleh jaksa menawarkan perusahaan milik Kotjo untuk ikut terlibat dalam proyek di Riau saja. Kalimatnya yakni "Ya sudah kamu (ikut proyek) di Riau saja, jangan mikirin di Jawa karena sudah melebihi kapasitas". 

Untuk merealisasikan agar Kotjo bisa terlibat di proyek PLTU Riau-1, pertemuan lanjutan terus dilakukan, antara lain di ruang kerja Sofyan di kantor PLN, Hotel Fairmont Jakarta, hingga ke BRI Lounge. Usai memperoleh kepastian dari Sofyan kalau perusahaan milik Kotjo akan mendapat proyek di Riau, maka Kotjo meminta kepada Direktur Utama PT Samantaka Batubara, Rudy Herlambang agar menyiapkan dokumen teknis. 

3. Usai Setya Novanto dijadikan tersangka kasus KTP Elektronik, Eni melapor perkembangan proyek PLTU Riau-1 ke Idrus Marham

KPK Dakwa Sofyan Basir Korupsi karena Fasilitasi Pertemuan Eni & Kotjo(Mantan Menteri Sosial Idrus Marham) ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Sementara, mantan Menteri Sosial, Idrus Marham mulai terlibat proyek PLTU Riau-1 usai Setya Novanto resmi dinyatakan sebagai tersangka korupsi kasus KTP Elektronik. Menurut surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa KPK, proyek PLTU Riau-1 itu tetap dibantu dan dilaporkan ke Idrus, agar nantinya Kotjo tetap memperhatikan Eni. Sehingga, apabila membutuhkan bantuan Kotjo, maka langsung dikabulkan. 

Salah satu bantuan yang akhirnya diminta oleh Eni ke Kotjo yakni permintaan dana untuk membantu biaya penyelenggaraan Munaslub Partai Golkar. Permintaan pencarian dana itu disampaikan oleh Idrus Marham melalui telepon. 

"Dalam komunikasi tersebut, Idrus mengarahkan Eni Maulani Saragih untuk meminta sejumlah uang senilai US$2,5 juta kepada Johannes Kotjo untuk keperluan Munaslub Golkar yang kemudian disanggupi oleh Eni Maulani Saragih," demikian isi surat dakwaan jaksa. 

4. Pihak Sofyan Basir keberatan dengan surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa KPK

KPK Dakwa Sofyan Basir Korupsi karena Fasilitasi Pertemuan Eni & Kotjo(Direktur PLN non aktif Sofyan Basir dengan kondisi keadaan tangan terborgol usai diperiksa penyidik KPK) ANTARA FOTO/Reno Esnir

Sementara, usai dibacakan surat dakwaan setebal 18 halaman dari jaksa KPK, pihak Sofyan Basir langsung mengajukan eksepsi atau keberatan. Tanpa menunggu waktu lama, kuasa hukum Sofyan, Soesilo Aribowo langsung membacakan nota keberatan itu usai surat dakwaan selesai disampaikan di hadapan majelis hakim. 

Dalam nota keberatan setebal 50 halaman, pihak kuasa hukum mengajukan sekitar lima poin keberatan. Pertama, penggunaan pasal 15 dan 56 ke 2 KUHP. Pihak kuasa hukum menilai penggunaan pasal itu berlebihan sehingga membingungkan penasihat hukum dan terdakwa sendiri.

Kedua, soal peran Sofyan yang disebut jaksa telah membantu pertemuan Eni dengan Kotjo. 

"Seharusnya, kalau ingin didakwa karena telah membantu, maka peristiwa itu seharusnya sudah terjadi sebelum adanya kesepakatan atau ketika kesepakatan dibuat. Sementara, komitmen untuk pemberian suap sudah ada sebelumnya, sehingga kami bingung yang dimaksud peran pembantuan terhadap Pak Sofyan," kata Soesilo usai mengikuti sidang perdana. 

Ketiga, mengenai perubahan pasal. Menurut Soesilo, ada pasal yang dihilangkan dan ditambah dalam penyusunan surat dakwaan untuk kliennya. Di surat dakwaan, kliennya didakwa dengan menggunakan pasal 12 huruf a UU nomor 31 tahun 1999 junto pasal 15 UU nomor 31 tahun 1999. Sementara, ketika diumumkan sebagai tersangka pada (24/4) lalu, Sofyan disangkakan dengan menggunakan pasal 12 huruf a atau b pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999. 

Keempat, menurut Soesilo, tidak jelas dalam kasus ini dengan kliennya sebagai terdakwa, siapa pihak yang menyuap dan disuap. Kelima dan menurut Soesilo paling penting yakni Sofyan sama sekali tidak mengetahui dan menyadari adanya rencana suap yang akan diberi oleh Kotjo kepada Eni. 

Persidangan akan kembali dilanjutkan pada Senin (1/7) mendatang dengan agenda pembacaan jawaban dari jaksa atas nota keberatan Sofyan. 

Baca Juga: Jadi Tersangka Korupsi, Sofyan Basir Terancam Bui 20 Tahun 

Topik:

Berita Terkini Lainnya