KPK: Walau Gaji Kepala Daerah Dinaikan Tak Menjamin Cegah Korupsi

Ada juga yang sudah kaya tapi tetap korup

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif mengatakan usulan untuk menaikan gaji kepala daerah tidak akan sepenuhnya mencegah individu yang bersangkutan dari perbuatan korupsi. Menurutnya, hal itu kembali ke individu dari kepala daerah yang bersangkutan. Apabila ia memiliki integritas, maka sejak awal niat untuk korupsi tidak akan ada. 

"Yang paling salah di merekanya lah (kepala daerah yang korupsi), karena integritasnya saja yang kurang baik," ujar Syarif yang ditemui di Gedung Anti Corruption Learning Centre (ACLC) pada Jumat (25/1) kemarin. 

Namun, Syarif mengakui sistem penggajian para pejabat dan pegawai negeri di Indonesia memang belum bagus, sehingga harus diperbaiki. 

"Bahwa itu merupakan salah satu solusi (mencegah korupsi), iya. Tetapi, itu kan tidak menjamin 100 persen," katanya lagi. 

Lalu, bagaimana tanggapan pemerintah soal wacana untuk menaikan gaji kepala daerah? 

1. Menteri Keuangan sedang melakukan kajian kenaikan gaji kepala daerah

KPK: Walau Gaji Kepala Daerah Dinaikan Tak Menjamin Cegah KorupsiANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Wacana mengenai perlunya gaji kepala daerah dinaikan kembali muncul, usai Kementerian Dalam Negeri menanggapi soal Bupati Mesuji, Khamami yang ditangkap oleh penyidik KPK. Kepala daerah yang didukung oleh Partai Nasional Demokrat itu tertangkap basah menerima komitmen fee senilai Rp1,28 miliar dari seorang kontraktor bernama Sibron Azis. 

Tentu, Sibron memberikan uang sedemikian banyak karena Khamami telah memberinya jatah proyek infrastruktur ke perusahaan miliknya. Data dari KPK tercatat ada empat proyek yang bersumber dari APBD 2018. 

"Saya pikir, salah satu faktor pemicu kepala daerah selalu mencari-cari sumber pembiayaan alternatif bahkan di luar ketentuan hukum, karena sang pemimpin yang kita pilih melalui proses pilkada yang membutuhkan biaya politik tinggi," ujar Kapuspen Kemendagri, Bahtiar Baharudin dalam keterangan tertulis pada Kamis (24/1). 

Namun, Bahtiar mengakui wacana masih harus dikaji secara mendalam sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Sebenarnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah pernah menyampaikan kajian tersebut tengah dilakukan oleh pemerintah. 

"Kita juga melakukan kajian, juga menyampaikan kepada Bapak Presiden," ujar Sri yang ditemui di Hotel Bidakara pada 5 Desember 2018 lalu. 

Ia mengakui hingga saat ini renumerasi dan tunjangan perlu diperbaiki secara sistemaik dan menyeluruh. 

Baca Juga: Aher Usulkan Gaji Kepala Daerah Naik agar Tak Korupsi, Apa Respons Mendagri?

2. Gaji kepala daerah berkisar Rp6 juta - Rp8 juta

KPK: Walau Gaji Kepala Daerah Dinaikan Tak Menjamin Cegah Korupsi(Ilustrasi uang) IDN Times/Sukma Shakti

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 59 tahun 2000, gaji pokok kepala daerah provinsi mencapai Rp3 juta per bulannya. Sementara, tunjangan kepala daerah provinsi berdasarkan keputusan presiden nomor 68 tahun 2001 mencapai Rp5,4 juta per bulan. 

Hal itu jelas tidak sebanding dengan nilai APBD yang mereka kelola. Apalagi kalau mereka ditawari dana tambahan dari pihak lain. 

Di sisi lain, menurut Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif, apabila dilihat rekam jejaknya, tidak semua pelaku tindak pidana korupsi berasal dari kalangan orang yang tidak mampu. 

"Kan, kalau dalam kasus korupsi yang besar, biasanya pelaku korupsi juga orang-orang kaya," kata Syarif pada Jumat kemarin. 

Sehingga, ia menyebut selain menaikan gaji, integritas pejabat daerah juga perlu diperbaiki. 

3. Usulan gaji kepala daerah agar dinaikan sempat dikritik

KPK: Walau Gaji Kepala Daerah Dinaikan Tak Menjamin Cegah Korupsi(Ilustrasi kepala daerah) IDN Times/Sukma Shakti

Usulan kenaikan gaji kepala daerah ini tidak sepenuhnya disambut secara positif. Koordinator organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo mengatakan usulan KPK dinilai kurang efektif karena hanya bersifat parsial. 

"Usulan KPK seharusnya lebih sistemik pendekatannya, jangan parsial dengan menaikan gaji saja. Nanti, kalau kepala daerah naikin gaji, yang lain pasti ngiri," ujar Adnan ketika dihubungi pada akhir November lalu. 

Alih-alih menaikan gaji, korupsi yang kini terus menjerat kepala daerah merupakan bukti adanya sistem yang belum tepat. Menurutnya, sistem penggajian kepala daerah sejak zaman Orde Baru sudah didesain memang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. 

"Tapi, pada saat yang sama, mereka semua itu dibiarkan untuk dapat tambahan yang lain dan itu tidak tercatat di dalam sistem penggajian mereka," kata dia. 

Ia menambahkan, daripada menaikan gaji, lebih baik sistemnya diubah lebih dulu. Selain itu, treatment terhadap pejabat publik juga harus diubah. 

"Harus lebih fair dan akuntabel," tutur Adnan. 

4. Sejak 2012 sudah ada 39 kepala daerah ditangkap KPK

KPK: Walau Gaji Kepala Daerah Dinaikan Tak Menjamin Cegah Korupsi(Ilustrasi gedung KPK) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

Menurut data yang dirilis oleh KPK, Bupati Mesuji Khamami menjadi kepala daerah ke-39 yang ditangkap dalam operasi senyap. Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, rata-rata kepala daerah yang ditangkap karena tersangkut proyek infrastruktur. 

Apabila dalam kasus-kasus sebelumnya, komitmen fee proyek itu digunakan untuk membantu biaya politik kampanye, namun belakangan, ada juga modusnya yang memanfaatkan uang tersebut untuk menambah pundi-pundi kekayaan. 

"Bahkan, kami menduga memang mereka (kepala daerah) menerima dan mengumpulkan fee proyek untuk menumpuk kekayaan. Ini salah satu fenomena yang muncul di kasus korupsi kepala daerah," ujar Febri pada Jumat kemarin. 

Ia mengakui memang sistem yang saat ini tengah berlaku memang tidak sempurna. Tetapi hal itu tetap tidak bisa menjadi faktor pembenaran atas kelakuan kepala daerah untuk berbuat korup. 

"Itu bukan alasan pembenar ya. Seolah-olah kurang dari sistem, maka kita bisa memaafkan pelaku, tidak boleh," katanya lagi. 

Baca Juga: Adu Gagasan Anti Korupsi Jokowi-Prabowo, Siapa yang Lebih Unggul?

Topik:

Berita Terkini Lainnya