KPK: Hanya 2 Izin Penambangan di Sultra yang Benar, Sisanya Abal-Abal

KPK menduga penyebab banjir di Sultra akibat penambangan

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memaparkan data yang mencengangkan terkait usaha penambangan di Sulawesi Tenggara. Dari sekitar 300 izin usaha penambangan (IUP) di seluruh provinsi Sultra oleh Pemda sebelumnya, rupanya hanya dua yang diurus dengan benar dan sesuai aturan yang berlaku. 

"Sisanya diduga telah melakukan pelanggaran seperti beroperasi ilegal tapi dibiarkan dan tidak ditindak lanjuti oleh Pemprov, Kementerian ESDM, Kementerian LHK dan aparat penegak hukum," ujar Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif mengutip pernyataannya di media sosial pada Selasa (25/6). 

IDN Times telah meminta izin kepada Syarif untuk menggunakan informasi yang ia unggah di akun media sosialnya. Lalu, tahu dari mana Syarif bahwa IUP yang sifatnya "clean and clear" jumlahnya hanya dua di Provinsi Sultra?

"Itu keterangan dari Gubernur Sultra sendiri," tutur dia.

Pernyataan Syarif itu seolah mencerminkan rasa frustasi lantaran kerusakan lingkungan di provinsi tersebut ada di depan mata. Bahkan, empat kabupaten di Sultra dihajar banjir bandang selama nyaris satu bulan. 

Syarif sudah tegas menyatakan banjir di wilayah Konawe, merupakan dampak dari kerusakan lingkungan. Sementara, Pemprov masih beranggapan banjir tersebut adalah kiriman dari Tuhan Yang Maha Esa.

Lalu, apa langkah KPK untuk mencegah agar kerusakan lingkungan di wilayah Sultra tak semakin parah?

1. Wakil Ketua KPK merasa heran ada pernyataan dari Pemprov Sultra banjir di Konawe karena faktor alam

KPK: Hanya 2 Izin Penambangan di Sultra yang Benar, Sisanya Abal-AbalIDN Times/Margith Juita Damanik

Syarif berada di ibukota Kendari, Sulawesi Tenggara sejak Senin (24/6). Ia sempat berbicara dan berdialog dengan mahasiswa pascasarjana di Universitas Sulawesi Tenggara di Zahra Syariah Hotel Kendari. 

Di hadapan para mahasiswa, Syarif berbicara secara blak-blakan. Ia tegas menyebut penyebab banjir bandang hebat di wilayah Konawe akibat adanya aktivitas pertambangan yang tidak bertanggung jawab. 

"Mereka hanya mengeruk tambang, mengolah hutan, namun tak pernah berpikir memperbaikinya (melalui reklamasi)," ujar mantan aktivis lingkungan hidup itu seperti dikutip dari harian Kendari Pos pada hari ini. 

Tingkat kerusakan lingkungan di area Konawe sudah terlihat sangat jelas. Maka, ia mengaku heran apabila masih ada pejabat di Pemprov yang menyebut penyebab banjir bukan karena aktivitas pertambangan. 

"Kenapa ada banjir, karena lingkungan rusak, dari hulu ke hilir. Kita saja (yang bermukim) di pusat bisa melihat kalau hutan itu rusak. Masak di daerah tidak bisa melihat itu. Kecuali, rabun atau buta baru tidak melihat," kata dia. 

Masalah yang dihadapi di daerah terkait izin penambangan mengakibatkan dampak yang massif bagi masyarakat. Ribuan warga terpaksa mengungsi karena rumah dan harta bendanya direndam banjir. 

Baca Juga: Konawe Dilanda Banjir Hebat, KPK Minta Pemda Evaluasi Izin Tambang

2. Hanya sedikit masyarakat Sultra yang merasakan manfaat ekonomis penambangan

KPK: Hanya 2 Izin Penambangan di Sultra yang Benar, Sisanya Abal-AbalDok.IDN Times/Istimewa

Hal lain yang membuat miris Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif yakni pemasukan ke APBD Sultra dari sektor penambangan sangat minim. Syarif mengutip data dari total potensi pemasukan Rp4 triliun, sektor tambang hanya menyumbang di bawah 15 persen. 

Padahal, Sultra dikenal sebagai provinsi yang kaya akan bahan nikel. Tetapi, justru kini, masyarakat hanya kebagian banjirnya saja. 

"Tambang seperti ini telah melakukan kejahatan lingkungan. Ini juga akibat asal teken IUP (Izin Usaha Penambangan). Masak di bawah 15 persen sumbangnya ke APBD dan itu diakui oleh Kadis ESDM-nya," kata mantan rektor Universitas Hasanuddin tersebut seperti dikutip harian lokal Kendari Pos

Lalu, ke mana potensi pemasukan itu kabur? Menurut Syarif, duit-duit lari ke para pengusaha yang bermukim di Jakarta. 

3. Izin usaha penambangan bahkan diberikan di wilayah terlarang seperti di samping sungai

KPK: Hanya 2 Izin Penambangan di Sultra yang Benar, Sisanya Abal-Abal(Juru bicara KPK Febri Diansyah dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif ) IDN Times/Santi Dewi

Syarif juga mencatat beberapa perbuatan lainnya yang merupakan pelanggaran namun tetap dilakukan oleh para pengusaha tambang dan pemda. Salah satunya, pemda memberikan izin untuk menambang di area yang sudah dinyatakan terlarang, misal pulau kecil, bibir pantai, di samping sungai, dekat dengan mata air, bahkan di dalam kampung dan halaman sekolah. 

"Mereka juga tidak membayar dana jaminan reklamasi, tidak melaporkan jumlah ore yang diambil, tidak memiliki NPWP (nomor pokok wajib pajak) sehingga tidak membayar pajak atau royalti, dan amdal yang dikantongi adalah amdal abal-abal," tutur Syarif. 

Bahkan, ia menduga dua IUP yang diproses secara benar itu pun sebenarnya tak sepenuhnya milik warga sekitar. Penguasa sesungguhnya diduga warga Jakarta. Sementara, IUP lain yang telah dikeluarkan oleh pemda tak diurus dengan proses yang benar. 

Syarif mendorong agar isu soal pelanggaran di aktivitas penambangan segera diatasi akar permasalahannya. Jangan sampai ketika banjir bandang sudah surut, lalu dilupakan karena berganti isu lain. 

4. KPK meminta agar izin usaha penambangan yang bermasalah tak lagi diperpanjang

KPK: Hanya 2 Izin Penambangan di Sultra yang Benar, Sisanya Abal-AbalANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Lalu, bagaimana cara untuk menghentikan tingkat kerusakan lingkungan di Provinsi Sultra semakin parah? Syarif menyarankan agar Pemda berhenti mengeluarkan izin penambangan. 

"Apabila ditemukan perizinan yang tidak clean and clear, maka harus dicabut," kata Syarif melalui pesan pendek kepada IDN Times pada Selasa (25/6). 

Hal lain yang ia sarankan yakni bagi pemerintah pusat atau daerah agar memperketat analisis dampak lingkungan (Amdal) bagi IUP yang beroperasi di sekitar sungai, sumber mata air dan daerah resapan air di hulu sungai. Syarif turut meminta kepada aparat penegak hukum khususnya kepolisian dan penyidik PNS agar menindak dengan konsisten para pelanggar hukum di bidang pertambangan, lingkungan dan kehutanan. 

Syarif tak lupa turut meminta pengawalan dari Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengawal secara konsisten implementasi pertambangan yang bertanggung jawab. 

5. Dua kepala daerah di Sultra pernah ditangkap oleh KPK

KPK: Hanya 2 Izin Penambangan di Sultra yang Benar, Sisanya Abal-Abal(Eks Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

Ketika bertemu dengan Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif turut mewanti-wanti jangan sampai ada kepala daerah dari provinsi itu lagi yang diproses secara hukum oleh lembaga antirasuah. Dalam catatan KPK sebelumnya, mereka pernah memproses mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman dan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam. Keduanya terbukti menerima suap agar bersedia menerbitkan izin penambangan bagi para pengusaha. 

Aswad diduga menerima suap yang nilainya mencapai Rp13 miliar. Sementara, Nur Alam diduga telah memperkaya diri sendiri senilai Rp2,7miliar dan menerima gratifikasi Rp40,2 miliar dari Richcorp International Ltd. 

"Saya harap ini jadi pembelajaran, jangan terulang lagi ada kepala daerah yang ditahan. Makanya sebelum itu terjadi, benahi segala izin pertambangan," kata Syarif kemarin di Kendari. 

Baca Juga: FOTO: Banjir Konawe Perlahan Surut, Kerugian Penduduk Mulai Didata

Topik:

Berita Terkini Lainnya