KPK Imbau Publik Tak Pilih Lagi Anggota DPRD yang Malas Lapor LHKPN

Tidak ada satu pun anggota DPRD DKI Jakarta yang lapor LHKPN

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif mengimbau kepada publik agar tidak lagi memilih anggota legislatif baik itu DPR atau DPRD yang malas melaporkan harta kekayaan mereka ke lembaga antirasuah. LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) merupakan dokumen yang wajib disetor setiap tahun ke KPK. Tujuannya, agar publik bisa memantau apakah terdapat indikasi perbuatan korupsi selama mereka menjabat posisi tersebut. 

Dari data yang pernah dirilis oleh KPK, ada empat DPRD Provinsi di Tanah Air, di mana anggotanya sama sekali tak melapor LHKPN. Keempat DPRD itu yakni DKI Jakarta, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Lampung. 

"Jadi, jangan dipilih lagi orang-orang ini. Tolong media, tulis itu ya," ujar Syarif ketika memaparkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2018 di gedung KPK pada Selasa (29/1). 

Menurut pengajar di Universitas Hassanudin itu, pelaporan LHKPN tidak bisa dianggap enteng. Sebab, itu bisa dijadikan contoh, apakah mereka merupakan penyelenggara negara yang memiliki integritas. 

"Bagaimana kita mau memperbaiki kondisi politik dan demokrasi di negeri ini, sementara, orang-orang yang terpilih ini tidak memberi contoh," kata dia. 

Lalu, apa yang dilakukan oleh KPK? Apakah mereka akan menegur partai politik di mana anggota legislatif itu bernaung? 

1. KPK baru berbicara secara lisan dengan partai politik terkait pelaporan LHKPN

KPK Imbau Publik Tak Pilih Lagi Anggota DPRD yang Malas Lapor LHKPN(Ilustrasi gedung KPK) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

Syarif mengakui selama ini baru berbicara dengan partai politik tempat anggota legislatif itu bernaung. KPK, kata dia, belum melayangkan surat secara resmi yang berisi dorongan agar parpol menjatuhkan sanksi bagi kadernya yang duduk di kursi legislatif namun malas melaporkan LHKPN. 

"Secara spesifik dalam bentuk surat (ke partai politik) agar kadernya dijatuhi sanksi karena belum melaporkan LHKPN, belum. Tetapi, seharusnya DPRD Jakarta yang menjadi barometer Indonesia lebih patuh," kata dia. 

Namun, pada kenyataannya, anggota DPRD DKI Jakarta jauh lebih malas dibandingkan DPRD di Papua. 

"Anggota DPRD DKI Jakarta sama sekali tidak ada yang melaporkan LHKPN ke KPK. Seharusnya kan Jakarta lebih baik. Oleh sebab itu, kami mengimbau agar masyarakat Jakarta berhak mendapatkan wakil yang lebih baik," tutur dia lagi. 

Baca Juga: 4 DPRD Termasuk DKI Jakarta Paling Malas Lapor Harta Kekayaan ke KPK

2. Ketua DPRD DKI akhirnya melaporkan harta kekayaan untuk kali pertama ke KPK

KPK Imbau Publik Tak Pilih Lagi Anggota DPRD yang Malas Lapor LHKPN(Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi menunjukkan tanda terima bukti pelaporan LHKPN) ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Setelah menjadi sorotan, akhirnya Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi mendatangi gedung KPK pada (23/1) lalu. Kendati sudah menjabat anggota DPRD pada 2013 lalu, namun baru sekali itu ia datang ke lembaga antirasuah untuk melaporkan harta kekayaannya. Kemudian, pada tahun 2014, Prasetyo dilantik sebagai Ketua DPRD DKI. 

"Saya baru sekali melaporkan (LHKPN) karena saya gak ngerti urusan ini. Tapi, karena ini menjadi kewajiban sebagai syarat untuk maju lagi sebagai anggota DPRD, maka saya urus," ujar Prasetyo yang ditemui di gedung KPK pada (23/1) lalu. 

Padahal, lembaga antirasuah sudah membuat format pelaporan lebih mudah. Dari yang semula menggunakan kertas dan harus dikirim melalui pos, kemudian dialihkan secara elektronik. Tapi, justru setelah dialihkan ke sistem elektronik, tingkat kepatuhannya malah menurun dari 78 persen menjadi 60 persen. 

Prasetyo berharap langkahnya melaporkan harta kekayaan ke KPK juga ditiru oleh rekan-rekannya di DPRD DKI. 

"Ya, mudah-mudahan teman-teman yang lain mengikuti jejak saya karena mereka sebagai penyelenggara keuangan negara kan harus melaporkan (LHKPN). Selain itu, bagi anggota dewan, ini sifatnya wajib," kata dia. 

3. Tingkat pelaporan Pemprov DKI Jakarta justru tergolong tinggi

KPK Imbau Publik Tak Pilih Lagi Anggota DPRD yang Malas Lapor LHKPN(Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menunjukkan penghargaan dari KPK) www.instagram.com/@aniesbaswedan

Sementara, nasib jauh lebih baik dialami oleh Pemprov DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan justru meraih penghargaan dari KPK pada Desember 2018 karena rajin melaporkan harta kekayaan. Selain itu, DKI Jakarta juga meraih dua penghargaan lainnya yakni pelaporan gratifikasi dan aplikasi pelayanan publik. 

"Ini dikerjakan oleh semuanya. Ini adalah penghargaan untuk semuanya dan alhamdulilah kita dapatkan yang terbaik di level provinsi seluruh Indonesia. Kita yang terbaik, kita bersyukur sekali," ujar Anies ketika itu. 

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mengatakan penghargaan tersebut merupakan bukti komitmen Pemprov DKI melawan korupsi. Ke depan, kata Anies, jajarannya akan semakin mengingkatkan kesadaran untuk menghindari praktik korupsi. 

"Ini menunjukkan jajaran di Pemprov DKI, kesadaran untuk melaporkan, membebaskan diri, dari praktik-praktik korupsi itu sudah tinggi sekarang," kata dia. 

4. Bagi individu yang melanggar hanya dijatuhkan sanksi administratif

KPK Imbau Publik Tak Pilih Lagi Anggota DPRD yang Malas Lapor LHKPN(Data DPRD dengan tingkat kepatuhan terendah pelaporan LHKPN) IDN Times/Sukma Shakti

Untuk meningkatkan komitmen dalam pemberantasan korupsi, maka Plt Direktur LHKPN, Kunto Ariawan meminta agar atasan masing-masing institusi juga mengingatkan bawahannya untuk rutin melaporkan ke KPK. Apabila komitmen itu dilanggar, maka akan ada sanksi administratif bagi penyelenggara negara tersebut. 

"Sanksi tersebut hanya bisa dijatuhkan oleh pimpinan institusi. Mohon, untuk instansi yang tingkat kepatuhannya rendah, agar diterapkan sanksi itu supaya mendorong tingkat kepatuhan," kata Kunto. 

Sementara, juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan format dokumen LHKPN sudah semakin mudah untuk diisi. Apabila penyelenggara mengalami kebingungan, maka mereka bisa mengontak call centre KPK 198 dan meminta untuk disambungkan ke bagian LHKPN.  

5. KPK juga mengimbau agar publik tidak memilih caleg eks napi koruptor

KPK Imbau Publik Tak Pilih Lagi Anggota DPRD yang Malas Lapor LHKPN(Daftar 46 caleg eks napi kasus korupsi yang kembali maju di Pileg 2019) IDN Times/Sukma Shakti

Selain mengimbau tidak memilih lagi calon anggota legislatif yang tidak melaporkan harta kekayaannya, KPK turut meminta publik tidak mencoblos caleg eks napi kasus korupsi. Berdasarkan data dari organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW), ada 46 caleg yang kembali mencalonkan dirinya lagi sebagai anggota legislatif di pemilu 2019. 

Juru bicara KPK, Febri Diansyah mewanti-wanti agar publik berhati-hati ketika memilih calon anggota legislatif di dalam pemilu 2019. Ia menyarankan jangan memilih hanya karena tergiur dengan uang yang ditawarkan oleh si calon. 

"Orang-orang yang coba menawarkan uang untuk membeli suara, maka kami pandang itu tidak layak dipilih. Jadi, uangnya harus ditolak dan orangnya tidak layak untuk dipilih," ujar Febri di gedung KPK pada November 2018 lalu. 

Dengan memilih caleg yang memiliki rekam jejak baik, katanya lagi, akan membantu untuk menurunkan jumlah pelaku korupsi dari latar belakang DPR dan DPRD. Di dalam catatan lembaga anti rasuah hingga saat ini, tercatat ada 69 anggota DPR, 161 anggota DPRD dan 107 kepala daerah yang diproses oleh KPK. Menurut Febri, data itu dihitung sejak KPK berdiri hingga tahun 2019. 

"KPK tentu berharap jumlah tersebut tidak perlu bertambah," kata pria yang pernah menjadi aktivis antikorupsi itu. 

Baca Juga: KPK Imbau Masyarakat Tak Pilih Caleg Bekas Napi Koruptor

Topik:

Berita Terkini Lainnya