Kekurangan Personel Pengawal Tahanan, KPK akan Minta dari Polri

KPK ingin satu tahanan dikawal 2 personel keamanan

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku akan mengirimkan surat kepada Mabes Polri untuk meminta tambahan jumlah personel bagi pengawal tahanan di rutan institusi antirasuah. Sebab, saat ini mereka kekurangan personel yang menyebabkan satu tahanan hanya dikawal oleh satu personel keamanan. Padahal, idealnya satu tahanan dikawal oleh dua orang. 

Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif ketika dimintai komentarnya soal seorang pengawal tahanan yang dipecat lantaran menerima duit dari ajudan terdakwa Idrus Marham. Pemecatan dilakukan pada Selasa (16/7) usai dilakukan pemeriksaan secara internal KPK. 

Itu semua bermula dari laporan yang dibuat oleh Ombudsman mengenai adanya dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh pengawal tahanan rutan KPK. Setelah semula membantah adanya praktik maladministrasi, KPK justru berterima kasih lantaran laporan itu terbukti kebenarannya. 

"Setelah kami periksa, kelihatannya dia juga menerima uang dari apakah itu kerabat, teman, atau penasihat hukum, saya gak tahu persis," kata Syarif di gedung KPK pada Selasa sore tadi. 

Lalu, berapa sih nilai suap yang diterima oleh pengawal tahanan KPK itu? Apa yang menyebabkannya tetap menerima suap dari pria yang diduga adalah ajudan Idrus?

1. Uang suap yang diterima oleh pengawal tahanan KPK mencapai Rp300 ribu

Kekurangan Personel Pengawal Tahanan, KPK akan Minta dari Polri terbukti menerima suap dari ajudan Idrus Marham) IDN Times/Santi Dewi" />(Pengawal tahanan berinisial 'M' terbukti menerima suap dari ajudan Idrus Marham) IDN Times/Santi Dewi

Syarif mengatakan sebelum diperiksa, pengawal tahanan berinisial "M" itu ternyata sudah lebih dulu mengaku. M mengaku diberi uang Rp300 ribu oleh ajudan Idrus. 

"Betul, Pak saya memang menerima Rp300 ribu," ujar Syarif menirukan kalimat M tersebut. 

Pengawal tahanan yang sudah bekerja selama 1 tahun dan 5 bulan itu sama sekali tidak membela diri. Lagipula, apabila M membantah pun, gelagatnya menerima duit dari ajudan Idrus terekam jelas di kamera CCTV di RS MMC, Jakarta Selatan. 

"Ya, mungkin itu uang makan atau uang kopi. Tapi, itu ndak boleh (diterima) oleh pengawal tahanan KPK. Oleh karena itu PI (pengawas internal) melakukan penyelidikan dan setelah dilakukan penyelidikan karena ada unsur pidananya maka tidak perlu sidang etik," kata dia lagi. 

Baca Juga: Terima Suap dari Ajudan Idrus Marham, Jadi Alasan KPK Pecat Pegawainya

2. Duit dari ajudan Idrus Marham itu kemudian dibelikan kopi

Kekurangan Personel Pengawal Tahanan, KPK akan Minta dari Polri(Tahanan KPK di kasus PLTU Riau-1, Idrus Marham) Dokumentasi KPK

Syarif pun mengaku sempat bertanya kepada pengawal tahanan "M" itu digunakan untuk apa duit Rp300 ribu pemberian ajudan Idrus Marham. "M" menjawab duit itu digunakan untuk membeli kopi. 

"Kalau dilihat di videonya kan, ia diberi di pinggir, setelah itu pergi. Pak Idrus itu kan terlihat masih makan, mungkin dia beli kopi," kata mantan pengajar di Universitas Hasanuddin, Makassar itu. 

Penyerahan duit itu diketahui memang di coffee shop RS MMC Kuningan, Jakarta Selatan. 

3. Kuasa hukum Idrus Marham menyebut tak tahu menahu soal pemberian duit Rp300 ribu kepada pengawal tahanan

Kekurangan Personel Pengawal Tahanan, KPK akan Minta dari Polri(Mantan Menteri Sosial Idrus Marham) ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Sementara, ketika dikonfirmasi, kuasa hukum Idrus, Samsul Huda menjelaskan kliennya sama sekali tak tahu menahu soal pemberian duit Rp300 ribu kepada pengawal tahanan KPK. Kliennya berobat di RS MMC berdasarkan izin yang sudah dikantongi dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. 

"Kami selaku penasihat hukum hanya memastikan bahwa klien kami saudara Idrus Marham bisa berobat jalan sesuai dengan permohonan klien dan telah disetujui melalui penetapan majelis Pengadilan Tinggi Jakarta," kata Samsul melalui pesan pendek kepada IDN Times pada Selasa (16/7). 

Izin berobat itu kemudian diteruskan dari majelis Pengadilan Tinggi ke Jaksa KPK dan Kepala Rutan institusi antirasuah. Sebelumnya, Idrus juga menepis anggapan dari Ombudsman yang menyebut dirinya sempat pelesiran ketika tengah menjalani berobat jalan. Sebab, ia keluar dari rutan dan berada di rumah sakit sesuai dengan aturan yang ada. 

"Dia benar-benar berobat jalan dengan tambal gigi. Kapan berangkat dan pulang, itu sesuai jadwal, kesediaan waltah (pengawal tahanan) dan kendaraan. Termasuk menyesuaikan jadwal dokter gigi," tutur Samsul lagi. 

4. Pengawal tahanan itu diprediksi digaji Rp5 juta per bulan, tapi masih tetap menerima suap

Kekurangan Personel Pengawal Tahanan, KPK akan Minta dari PolriIDN Times/Cije Khalifatullah

Publik pun bertanya-tanya mengapa pengawal tahanan KPK justru masih bersedia menerima uang semacam itu. Apakah karena gaji sebagai pegawai tidak tetap di KPK per bulannya masih kurang? 

Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif membantah hal itu. Ia mengatakan standar gaji pegawai tidak tetap di KPK berkisar sekitar Rp5 juta. 

Ia pun membantah apabila pegawai KPK tidak tahu mengenai kode etik, tugas dan fungsinya selama bertugas di lembaga antirasuah. Sehingga, tidak ada alasan bagi pengawal tahanan tersebut untuk tetap menerima uang tersebut. 

5. KPK membantah ada perlakuan khusus bagi para jenderal polisi yang diduga turut melanggar kode etik

Kekurangan Personel Pengawal Tahanan, KPK akan Minta dari PolriIDN Times/Rangga Erfizal

Pada kesempatan itu, KPK turut membantah telah memberi perlakuan khusus soal pelanggaran etik antara pengawal tahanan dengan dua jenderal polisi yang pernah bekerja di institusi antirasuah. Menurut Syarif, pengawal tahanan "M" terbukti telah melakukan tindak pidana dengan menerima duit suap. Sedangkan, dua jenderal polisi yakni Brigjen (Pol) Aris Budiman dan Irjen (Pol) Firli Bahuri, proses pemeriksaan etiknya masih berjalan. 

"Yang pelaksanaan yang lain itu (untuk dua jenderal polisi) kan prosesnya sedang berjalan, tapi ada penarikan (ke Mabes Polri)," kata Syarif menjawab pertanyaan IDN Times.  

Oleh sebab itu, KPK, kata dia, tidak akan pernah menyampaikan kepada publik sebuah kebijakan atau keputusan yang sifatnya belum final. Sementara, dalam kasus "M", ia sudah dinyatakan terbukti melanggar pidana, sehingga dapat disampaikan ke publik. 

Baca Juga: Idrus Marham Tak Terima Disebut Ombudsman Pelesiran Saat Berobat

Topik:

Berita Terkini Lainnya