KPK Sarankan Sjamsul dan Itjih Nursalim Menyerahkan Diri

KPK menetapkan keduanya sebagai tersangka korupsi BLBI

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyarankan agar pasangan suami istri Sjamsul dan Itjih Nursalim menyerahkan diri ke institusi antirasuah tersebut. Sebab, status keduanya saat ini sudah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK pada Senin (10/6) kemarin dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

Sementara, ketika status hukum keduanya diumumkan, posisi Sjamsul dan Itjih sudah tidak lagi berada di Indonesia. Mereka diketahui sudah sejak lama tinggal di Singapura.

Bahkan, keduanya sudah mengantongi status sebagai warga tetap Negeri Singa. Namun, lembaga antirasuah tetap berharap Sjamsul dan Itjih datang ke gedung KPK untuk menggunakan haknya membela diri. 

"Jadi, apabila pihak SJN (Sjamsul Nursalim) dan ITN (Itjih Nursalim) ingin membela diri dalam perkara ini, akan lebih baik memenuhi panggilan KPK. Atau kami menyarankan agar SJN dan ITN menyerahkan diri saja ke KPK," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah melalui keterangan tertulis pada Selasa (11/6). 

Pernyataan Febri itu untuk merespons keterangan kuasa hukum Sjamsul, Maqdir Ismail yang dirilis pada Senin kemarin. Maqdir mengatakan penetapan status hukum kliennya sebagai tersangka dinilai tak masuk akal. Kalau memang situasinya begitu, mengapa Sjamsul dan Itjih tidak bersedia hadir di gedung KPK walau sudah dipanggil tiga kali oleh penyidik? 

1. Kuasa hukum mengatakan tidak pernah ada panggilan yang diterima oleh Sjamsul

KPK Sarankan Sjamsul dan Itjih Nursalim Menyerahkan Diri(Kuasa hukum Rommy, Maqdir Ismail (pakai kemeja hitam)ANTARA FOTO/Reno Esnir

Kuasa hukum Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail mengatakan sejauh yang ia ketahui tidak pernah ada panggilan dari KPK maupun otoritas Singapura dalam hal ini Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) ke alamat kliennya. Sjamsul diketahui memiliki rumah di Singapura dan Indonesia.

"Sepanjang yang saya tahu, tidak pernah ada panggilan yang diterima Beliau," kata Maqdir melalui pesan pendek kepada IDN Times pada Selasa (11/6). 

Hal itu berbeda dengan yang disampaikan oleh pimpinan KPK ketika memberikan keterangan pers pada Senin kemarin. Menurut Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, institusi yang ia pimpin sudah melakukan pemanggilan secara formal dan informal kepada Sjamsul dan Itjih Nursalim. Total ada tiga kali panggilan yakni: 

  • 8-9 Oktober 2018
  • 22 Oktober 2018
  • 28 Desember 2018

"Kami bahkan juga menyampaikan panggilan kepada keduanya bukan saja di kediaman di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Kami juga mengirimkan panggilan ke kantor perusahaan yang dianggap merupakan afiliasi dua tersangka," kata Syarif ketika memberikan keterangan pers kemarin. 

Bahkan, melalui keterangan pers tersebut, KPK masih mengimbau agar Sjamsul dan Itjih kembali ke Tanah Air dan bersedia diperiksa oleh penyidik. 

Baca Juga: Sudah Tinggal di Singapura, Bagaimana KPK akan Proses Tersangka BLBI?

2. Kuasa hukum keberatan dengan permintaan menyerahkan diri yang disampaikan oleh KPK

KPK Sarankan Sjamsul dan Itjih Nursalim Menyerahkan DiriIDN Times/Margith Juita Damanik

Pada kesempatan itu juga, Maqdir mempertanyakan maksud dari permintaan KPK yang mengharapkan kliennya menyerahkan diri. Dalam penilaiannya KPK sudah menjatuhkan hukuman bagi Sjamsul dan istrinya, Itjih Nursalim. 

"Jadi, klien kami harus menyerahkan diri dalam rangka apa? Selama ini, kami selalu menghormati perjanjian yang dibuat dengan pemerintah. Seperti yang saya kemukakan, bagi kami sudah ada surat release and discharge. Perjanjian MSAA yang diteken Pak Sjamsul Nursalim dan surat R & D yang diberikan oleh pemerintah tidak bisa dianggap KPK tak ada," kata Maqdir lagi. 

Ia menambahkan sebagai orang yang bebas, Sjamsul dan istrinya memiliki hak untuk tinggal di mana pun sesuai kebutuhan mereka. 

3. KPK menilai tidak ada yang baru dari klarifikasi yang disampaikan oleh kuasa hukum Sjamsul Nursalim

KPK Sarankan Sjamsul dan Itjih Nursalim Menyerahkan Diri(Juru bicara KPK, Febri Diansyah) ANTARA FOTO

Juru bicara KPK, Febri Diansyah juga menilai tidak ada yang baru terkait klarifikasi yang disampaikan oleh Maqdir Ismail. Bahkan, Febri turut mempertanyakan apakah betul Maqdir masih menjadi kuasa hukum untuk penyidikan baru bagi kliennya ini. Beberapa poin, kata mantan aktivis antikorupsi itu sudah diuji di persidangan dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung. 

"Salah satunya mengenai fakta persidangan yang menyebut SJN (Sjamsul Nursalim) diduga telah melakukan misrepresentasi ketika memasukan piutang petani tambak Rp4,8 triliun. Padahal, utang para petani tambak itu tergolong macet," kata Febri. 

Maksud macet di sini, para petani tambak tersebut tidak bisa mengembalikan dana yang mereka pinjam kepada pihak Sjamsul. Oleh sebab itu, BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) sempat menyurati Sjamsul agar menambah jaminan aset sebesar Rp4,8 triliun. Tapi, pemilik Bank Dagang Negara Indonesia itu malah menolak. 

"Alasannya ketika itu, kredit petambak masuk ke dalam kredit usaha kecil (KUK). Hakim menilai penolakan SJN (Sjamsul) tersebut justru bertentangan dengan MSAA (perjanjian). Maka, pembelaan dari tim penasihat hukum terdakwa SAT (Syafruddin) ditolak," tutur dia lagi.

Febri pun meminta daripada hanya berdebat dan menyampaikan pendapat di ruang publik, lebih baik Maqdir mendorong kliennya kembali ke Indonesia. 

"Tujuannya, agar para tersangka juga dapat memberikan keterangan sesuai dengan data dan apa yang diketahui," katanya. 

4. Sjamsul dan Itjih Nursalim terancam pidana penjara 20 tahun

KPK Sarankan Sjamsul dan Itjih Nursalim Menyerahkan Diri(Ilustrasi narapidana) IDN Times/Sukma Shakti

Akibat perbuatannya itu, baik Sjamsul dan istrinya terancam pidana penjara sangat berat yakni maksimal 20 tahun. Sebab, oleh penyidik KPK, keduanya disangkakan dengan menggunakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pemberantasan korupsi. 

Apabila merujuk ke pasal itu, maka keduanya terancam pidana berkisar 1-20 tahun. Selain itu, ada pula denda berkisar Rp50 juta hingga Rp1 miliar. 

Sebagai pemenuhan hak tersangka, maka KPK telah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan pada (17/5) dengan tersangka Sjamsul dan Itjih Nursalim. Surat dilayangkan ke tiga lokasi di Singapura dan satu lokasi di Indonesia yakni The Oxley (Singapura), Clunny Road (Singapura), Head Office of Giti Tire (Singapura) dan rumah di area Simprug, Kebayoran Lama, Jaksel. 

Baca Juga: KPK Akhirnya Tetapkan Sjamsul dan Itjih Nursalim Tersangka Korupsi 

Topik:

Berita Terkini Lainnya