KPK: Pejabat Pemkab Cirebon Harus Bayar Puluhan Juta agar Naik Jabatan

KPK juga menemukan barang bukti senilai Rp6,4 miliar

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra sebagai tersangka dalam kasus jual beli jabatan di Pemkab Cirebon. Ia tertangkap tangan menerima uang senilai Rp100 juta dari Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon, Gatot Rachmanto sebagai imbalan karena ia telah dipromosikan menduduki posisi tersebut. 

Menurut keterangan juru bicara KPK, Febri Diansyah, untuk setiap posisi yang diincar nilainya berbeda-beda. Nominalnya berkisar puluhan juta rupiah. 

"Jabatan untuk lurah, camat, eselon 3 atau 2 itu berbeda. Kepala dinas, kepala bidang, kepala seksi itu (yang disetor) berbeda-beda. Kisaran (nominal uang suap) yang dibayarkan mencapai puluhan juta," kata Febri ketika menjawab pertanyaan IDN Times pada Kamis malam (25/10) di gedung KPK. 

Ia mengatakan penyidik masih mendalami data soal jumlah pejabat di Pemkab yang telah menyetor dana itu ke kepala daerah. Sejauh ini yang terkonfirmasi baru Gatot dan telah dijadikan tersangka oleh KPK.

Pembicaraan mengenai posisi yang diinginkan tersebut sudah dibahas jauh sebelum mereka dilantik dan menduduki posisi itu. Lalu, berapa jumlah pejabat yang rela membayar untuk menduduki posisi tersebut?

1. KPK menduga uang yang diterima oleh Bupati Cirebon diduga digunakan untuk balas budi politik

KPK: Pejabat Pemkab Cirebon Harus Bayar Puluhan Juta agar Naik JabatanANTARA FOTO/Galih Pradipta

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan uang suap dari praktik jual beli jabatan di Pemkab Cirebon, sebagian digunakan untuk membayar biaya politik ketika Sunjaya maju sebagai Bupati pada Pilkada 2018. Sayangnya, nominalnya belum bisa diungkap oleh KPK. Hal itu lantaran saat ini tahapnya sedang masuk ke proses penyidikan. 

"KPK belum bisa mengungkap nominal uang yang diindikasikan digunakan sebagai biaya politik, karena masih di dalam proses penyidikan," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah menjawab pertanyaan IDN Times malam ini. 

Namun, sudah menjadi rahasia umum untuk maju sebagai kepala daerah membutuhkan biaya yang besar. Ada yang menyebut dana yang dibutuhkan berkisar Rp50 miliar - Rp60 miliar. Itu pun, menurut KPK tidak akan bisa dicapai kalau hanya mengandalkan gaji setiap bulan. 

"Kalau penghasilan kepala daerah yang ditabung setahun gak akan nyampe Rp6 miliar. Makanya, tentu mereka mencari cara untuk menutupi modal tersebut. Rasanya sangat sulit mencegah," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata malam ini. 

Baca Juga: Bupati Cirebon Purnawirawan TNI & Pernah Diproses Pengadilan Militer

2. KPK menemukan barang bukti senilai Rp386 juta

KPK: Pejabat Pemkab Cirebon Harus Bayar Puluhan Juta agar Naik JabatanIDN Times/Sukma Shakti

Dari tangkap tangan yang dilakukan oleh penyidik KPK pada Rabu (24/10), penyidik KPK menemukan barang bukti berupa uang tunai dengan total mencapai Rp385.965.000,00. Uang tersebut bersumber dari Rp116 juta, uang yang ditemukan di kediaman ajudan Sunjaya berinisial DS dan uang yang dikembalikan oleh sekretaris purnawirawan TNI Angkatan Darat itu senilai Rp269.965.000,00. 

"Uang senilai Rp116 juta itu ditemukan dalam bentuk nominal Rp100 ribu dan Rp50 ribu," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata. 

Selain itu, ditemukan pula sebuah bukti setoran dari pihak lain ke rekening penampungan milik Sunjaya. Namun, rekening itu dibuat atas nama orang lain. 

"Di dalamnya terdapat uang dengan total mencapai Rp6,4 miliar," ujar Alex. 

Siapa yang mengirimkan rekening tersebut? KPK enggan membuka informasi itu. 

3. KPK usulkan agar sistem rekrutmen aparatur negara diubah

KPK: Pejabat Pemkab Cirebon Harus Bayar Puluhan Juta agar Naik Jabatan(Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata tengah memberikan materi di Universitas Diponegoro) BHACA

Data dari KPK menunjukkan Sunjaya menjadi kepala daerah ke-100 yang diproses oleh lembaga antirasuah di tahun 2018. Menurut Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, lembaga antirasuah tetap serius untuk menunjukkan komitmennya dalam memberantas korupsi. 

Sering kali di daerah ditemukan fakta, kepala daerah justru menunjuk APIP (Aparatur Pengawas Intern Pemerintah) dari kalangan swasta atau kontraktor. Mereka direkrut usai memenangkan Pilkada. Hal itu lah yang mendorong korupsi di daerah semakin merajalela. APIP tadi ikut membantu terwujudnya korupsi. 

"Ada juga APIP yang memiliki pendidikan tidak memadai. Saya menilai rekrutmennya perlu diubah. Jadi, mungkin bisa dibentuk semacam panitia seleksi kepala daerah, setidaknya dari sisi kualitas dan integritas sudah teruji melalui pansel tersebut," kata Alex ketika memberikan keterangan pers pada malam ini. 

Praktik yang selama ini terjadi, Alex menambahkan, APIP dari kalangan kontraktor itu justru diuntungkan dan proyek-proyeknya mengalir ke mereka.

Baca Juga: Bupati Cirebon Jadi Kepala Daerah Ke-100 yang Diproses KPK 

Topik:

Berita Terkini Lainnya