KPK: Presiden Jokowi Bersedia Kaji Ulang RKUHP

KPK sejak awal keberatan pasal korupsi dimasukan ke RKUHP

Jakarta, IDN Times - Lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertemu Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada Rabu siang (4/7). Ini merupakan tindak lanjut dari janji mantan Gubernur DKI itu untuk membahas polemik Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) usai libur Lebaran. 

Pertemuan dilangsungkan di Istana Bogor sekitar pukul 14:00 WIB. Selain pimpinan KPK, Jokowi juga mengajak Menteri Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, Menkum HAM, Yasonna Laoly dan Menkopolhukam Wiranto. 

Lembaga antirasuah bersikukuh tetap ingin bertemu Jokowi, walaupun sudah pernah mengirimkan surat pada tahun 2017 lalu. KPK menilai tidak ada manfaatnya kalau tim perumus memasukan pasal-pasal tindak pidana korupsi ke dalam RKUHP. Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, pasal-pasal itu malah berpotensi melemahkan lembaga anti rasuah. 

"Justru hal itu lebih melemahkan KPK," kata Febri melalui keterangan tertulis pada Rabu kemarin. 

Walaupun berpolemik, toh DPR tetap ingin mengesahkan RKUHP pada 17 Agustus mendatang. Selain pasal korupsi, sebenarnya ada lagi pasal lainnya yang juga merugikan publik. 

Lalu, apa hasil pembicaraan antara KPK dengan Jokowi?

1. Tenggat waktu pengesahan RKUHP dihapus

KPK: Presiden Jokowi Bersedia Kaji Ulang RKUHPwww.twitter.com/@setkabgoid

Ketua KPK, Agus Rahardjo, mengatakan dalam pertemuan dengan Jokowi, lembaga anti rasuah mengingatkan pasal-pasal mengenai tindak pidana korupsi sebaiknya diletakan di luar RKUHP. Kalau pasal-pasal itu dimasukan ke dalam RKUHP justru membuat penegak hukum kebingungan. Sebab, di waktu yang bersamaan UU Tipikor dan UU KPK juga masih berlaku.

Selain itu, pengaturan mengenai sanksi bagi pelaku tindak korupsi justru menjadi ringan, kalau merujuk ke RKUHP. Tidak ada pidana tambahan berupa uang pengganti dan hukuman bagi pelaku korupsi justru lebih ringan.

"Kami mengusulkan, lebih baik itu (pasal tindak pidana korupsi) di luar KUHP. Kami sampaikan mengenai risiko yang besar, (kalau RKUHP tetap disahkan), kemudian insentifnya tidak kelihatan untuk pemberantasan korupsi," ujar Agus yang ditemui media di Istana Bogor kemarin.

Lalu, apa tanggapan Presiden usai mendengar pemaparan dari KPK? Agus mengatakan Jokowi menyambut baik usulan dari lembaga anti rasuah. Bahkan, mantan Walikota Solo itu meminta agar pembahasannya tidak perlu dilakukan secara terburu-buru, sehingga tidak perlu diberlakukan tenggat waktu.

"Bapak Presiden mau menginstruksikan kepada para menteri, deadlinenya tidak ada. Jadi (yang semula mau disahkan) tanggal 17 Agustus itu tidak ada," kata dia lagi.

2. Agus mengklaim Jokowi meminta agar dilakukan pertemuan dan masukan KPK dipertimbangkan

KPK: Presiden Jokowi Bersedia Kaji Ulang RKUHPGoogle image

Dalam pertemuan itu, Jokowi juga menyampaikan perlu dilakukan pertemuan lanjutan untuk membahas lagi soal penyusunan RKUHP.

"Prinsipnya diundur, tidak ditentukan tanggalnya, kemudian disusun lagi dengan menerima masukan-masukan dari kami," kata Agus.

Hal tersebut juga diakui oleh Menkum HAM, Yasonna Laoly yang ikut dalam pertemuan tersebut. Menurutnya, Jokowi meminta agar tim perumus melakukan evaluasi terhadap RKUHP yang sudah disusun.

3. Ada sembilan pasal tipikor bermasalah di RKUHP

KPK: Presiden Jokowi Bersedia Kaji Ulang RKUHPANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

Menurut Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif, ada sembilan pasal bermasalah terkait tindak pidana korupsi di RKUHP. Pasal itu ada di 687 - 696.

Persoalan pertama, kata Laode, pasal Tipikor di RKUHP memunculkan pertanyaan mengenai nasib kewenangan KPK usai UU itu disahkan. Ia menyatakan, di dalam RKUHP belum memuat penjelasan soal kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi.

"Kalau nanti, (pasal Tipikor) masuk di dalam KUHP, UU KPK, apakah masih berlaku atau tidak? Apakah KPK masih bisa menyelidik, menyidik dan menuntut kasus-kasus korupsi, karena itu bukan UU Tipikor lagi, tetapi UU dalam KUHP," ujar Syarif seperti dikutip kantor berita ANTARA pada 30 Mei lalu di gedung KPK.

Persoalan kedua, di dalam RKUHP belum diatur mengenai tindak pidana tambahan, berupa pembayaran uang pengganti.

"Padahal, ini penting. Karena kalau (pidana), itu biasanya terlalu sedikit," kata dia.

Persoalan ketiga, KPK menyoroti ketentuan di RKUHP yang mengatur pengurangan ancaman pidana sebesar 1/3 terhadap percobaan, pembantuan, dan permufakatan jahat tindak pidana korupsi.

"Di UU Tipikor, dianggap sama saja melakukan percobaan dengan melakukan tindak pidana korupsi," katanya lagi.

Baca Juga: KPK akan Kirim Penyidik Belajar Pemberantasan Korupsi ke Korsel

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya