KPK Tak Ambil Pusing Presiden Tidak Keluarkan Perppu

"Terserah presiden mau menyelamatkan KPK atau tidak"

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlihat sudah tak lagi ambil pusing dengan sikap Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang memilih tak mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) komisi antirasuah. Sejak awal mereka mengatakan penerbitan Perppu merupakan kewenangan presiden. 

Alih-alih berharap presiden menerbitkan Perppu, KPK memilih fokus untuk meminimalisasi dampak buruk dari UU nomor 19 tahun 2019. Sebab, berdasarkan analisa tim transisi ada 26 dampak buruk yang diakibatkan oleh UU tersebut kepada organisasi komisi antirasuah. 

"KPK sudah menyampaikan aspirasi. Saya kira sikap KPK sudah jelas, diterbitkan atau tidak Perppu menjadi domain dan kewenangan presiden. Jadi, terserah presiden apakah akan misalnya menyelamatkan KPK dan pemberantasan korupsi dengan menerbitkan Perppu atau tidak, itu menjadi domain presiden," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah pada Jumat malam (1/11) kemarin di gedung Merah Putih. 

Respons Febri seolah menggambarkan institusi itu sudah sejak lama memprediksi presiden tak akan mengeluarkan Perppu. Soal kepastian tidak menerbitkan Perppu disampaikan oleh Presiden Jokowi di Istana Negara pada Jumat kemarin. Ia berlindung di balik alasan ingin menunggu hasil gugatan materi atau judicial review mengenai UU nomor 19 tahun 2019 yang sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi. 

Lalu, bagaimana nasib pemberantasan korupsi di masa depan? Apa saja yang disiapkan oleh komisi antirasuah untuk meminimalisasi dampak buruk UU tersebut ke KPK? Bagaimana pula tanggapan KPK terhadap anggota dewan pengawas yang sedang digodok oleh presiden?

1. Pimpinan KPK sudah menerbitkan surat edaran soal perubahan aturan internal di komisi antirasuah

KPK Tak Ambil Pusing Presiden Tidak Keluarkan Perppu(Ketua KPK jilid IV Agus Rahardjo) IDN Times/Santi Dewi

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan untuk meminimalisasi dampak buruk dari UU nomor 19 tahun 2019, maka pimpinan sudah menerbitkan peraturan komisi. Aturan yang berlaku secara internal di KPK itu bisa menjadi seperti peraturan peralihan yang seharusnya ada di dalam UU yang sudah direvisi. 

Dengan adanya Perkom ini maka komisi antirasuah masih dapat melakukan pekerjaan mereka seperti biasanya walaupun ada sebagian kewenangan yang dipangkas. Salah satu poin yang diatur di dalam Perkom yakni soal siapa yang menanda tangani surat perintah penyidikan. Di dalam Perkom tersebut yang menanda tangani adalah Deputi Penindakan. 

"Walaupun nanti pimpinan bukan lagi penyidik dan penuntut, tetapi usai OTT proses gelar perkara akan tetap dilakukan di depan pimpinan, tetapi sprindik untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka ditanda tangani oleh Deputi Penindakan," kata pria yang sempat jadi Ketua LKPP (Lembaga Kajian Pengadaan Barang Jasa Pemerintah) itu. 

Sementara, pimpinan lainnya, Laode M. Syarif mengatakan UU baru ini saling bertentangan dengan yang lain. Sebab, di dalam pasal 69D tertulis kewenangan KPK masih tetap sama sebelum anggota Dewan Pengawas dibentuk. Namun, di pasal 70B tertulis "pada saat undang-undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan undang-undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku." Ada pula di pasal 70C, tertulis: "pada saat undang-undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur di dalam undang-undang ini."

Selain itu, di dalam surat edaran turut diatur mengenai aktivitas penyadapan. Menurut Syarif, sesuai dengan UU baru, maka penyelidik hanya dapat melakukan penyadapan. Kewenangan lain yang berlaku dan tertulis di UU nomor 30 tahun 2002. Kemudian, ada pula hasil penyadapan yang diperoleh sebelum UU nomor 30 tahun 2002 diberlakukan, maka harus dimusnahkan. 

Baca Juga: Cegah Dampak Buruk UU Baru, KPK akan Ubah Banyak Aturan Internal

2. KPK tak mempermasalahkan pemilihan anggota dewan pengawas asal sesuai aturan

KPK Tak Ambil Pusing Presiden Tidak Keluarkan Perppu(Ilustrasi KPK) ANTARA FOTO/Muhammad Aditya

Sementara, terkait rencana presiden yang sedang menggodok lima nama anggota dewan pengawas, komisi antirasuah tak mempermasalahkan, karena hal itu sesuai dengan ketentuan di dalam UU nomor 19 tahun 2019. Di dalam UU itu, lima anggota dewas akan bekerja selama empat tahun dan di periode pertama ditunjuk oleh presiden. 

"Jadi, mekanisme (pemilihan anggota dewas) disesuaikan saja karena di UU nomor 19 tahun 2019 ada kewenangan presiden di sana untuk memilih," kata Febri pada Jumat malam kemarin. 

Namun, lagi-lagi bagi KPK hal tersebut tidak menjadi fokus komisi antirasuah. Sebab, lima anggota dewas akan tetap dipilih dan dilantik pada 21 Desember mendatang di waktu bersamaan dengan pelantikan pimpinan baru KPK. 

Kendati dikritik oleh publik, Presiden Jokowi menjamin lima anggota dewas yang dipilihnya memiliki kredibilitas yang baik. Sehingga, publik tak perlu khawatir. 

"Ya saat ini untuk dewan pengawas KPK kita masih dalam proses. Kami masih mendapatkan masukan-masukan untuk siapa yang nanti bisa duduk di dalam dewan pengawas KPK," ujar Jokowi di Istana Negara pada Jumat kemarin. 

3. Presiden berdalih bukannya tak mau mengeluarkan Perppu, tapi menunggu hasil JR di MK

KPK Tak Ambil Pusing Presiden Tidak Keluarkan PerppuANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Sementara, Presiden Jokowi diketahui bingung dengan narasi yang beredar di publik. Ia mengaku tak mengatakan tidak berniat menerbitkan Perppu. Namun, ia ingin menunggu lebih dulu hasil gugatan materi yang tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi. Tidak diketahui kapan hasil gugatan itu akan diputus. 

Mantan Ketua MK, Mahfud MD juga pernah menyebut UU nomor 19 tahun 2019 itu tidak akan dibatalkan oleh hakim konstitusi. Sebab, proses pembuatan UU itu sesuai dengan konstitusi yang berlaku di Indonesia. Artinya, kecil kemungkinan UU yang akan digunakan sesuai dengan UU nomor 30 tahun 2002 lalu. 

"Ada berita kok kesannya seperti itu. Padahal, sebetulnya yang ingin ditekankan oleh presiden adalah Beliau menghargai proses hukum yang sedang berlangsung di MK," kata Menteri Sekretaris Negara, Pratikno. 

Sedangkan, dalam pandangan pengajar di fakultas hukum Universitas Andalas, Charles Simabura, penerbitan Perppu adalah kewenangan konstitusional presiden, sehingga ia tetap bisa mengeluarkan dokumen itu kendati ada JR yang bergulir di MK. 

"Ini artinya, presiden memang lebih mendengarkan apa kata politikus saja bahwa ia bisa diimpeach, kemudian takut dipersepsikan tidak menghargai DPR dan MK. Akhirnya kan presiden memilih itu," kata Charles ketika dihubungi oleh IDN Times pada Jumat malam kemarin. 

Ia bahkan menduga sudah sejak lama presiden ingin mengatakan tak akan mengeluarkan Perppu. 

"Artinya, revisi terhadap UU KPK dan melemahkan KPK kan turut diamini oleh presiden," kata dia lagi. 

Gimana, pendapat kalian, guys?

KPK Tak Ambil Pusing Presiden Tidak Keluarkan Perppu(Poin melemahkan di dalam UU baru KPK) IDN Times/Arief Rahmat

Baca Juga: UU Baru Resmi Berlaku, Ini Dampak Buruknya Bagi KPK

Topik:

Berita Terkini Lainnya