KPK Tidak Akan Tuntut Bupati Kudus dengan Hukuman Mati, Kenapa?

Karena Bupati Tamzil dijerat dengan pasal suap

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tidak akan menuntut tersangka Bupati Kudus, M. Tamzil dengan hukuman mati. Hal itu lantaran pasal yang disangkakan kepada eks politikus Partai Hanura tersebut adalah pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 atau pasal 12 B di UU nomor 20 tahun 2001 mengenai pemberantasan korupsi. 

Apabila merujuk ke isi pasalnya, tertulis pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya, bisa diancam dengan pidana seumur hidup. 

"Atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," demikian isi pasal tersebut. 

Hal tersebut dikonfirmasi oleh juru bicara KPK, Febri Diansyah. Ia mengatakan pasal yang digunakan untuk menjerat Tamzil adalah pasal suap. 

"Jadi, apabila kita bicara secara normatif, maka ancaman hukuman maksimalnya 4-20 tahun. Atau hukuman pidana penjara seumur hidup," kata Febri yang ditemui di gedung KPK pada Selasa malam (30/7). 

Tetapi, yang jadi pertanyaan bisa kah koruptor dituntut dengan hukuman mati? 

1. Di dalam UU Tipikor, hukuman mati bagi para koruptor diatur di pasal 2 ayat 1

KPK Tidak Akan Tuntut Bupati Kudus dengan Hukuman Mati, Kenapa?IDN Times/Sukma Shakti

Sesungguhnya ancaman pidana hukuman mati sudah diatur di dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) nomor 31 tahun 1999. Kalian bisa melihatnya di pasal 2 ayat 1 yang mengatur tentang perbuatan memperkaya diri dan orang lain yang dapat merugikan keuangan negara. 

"Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, maka pidana mati dapat dijatuhkan," demikian bunyi pasal 2 ayat 2. 

Keadaan tertentu yang dimaksud di sini yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. Namun, pada kenyataannya kendati pernah terjadi praktik korupsi semacam itu, pasal tersebut belum pernah digunakan. 

Peneliti dari Institute Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, mengatakan dari 30 tindak pidana yang dapat dijatuhi hukuman mati, hanya empat jenis tindak kejahatan yang kerap dijatuhi vonis mati. 

"Tindak kejahatannya yaitu pembunuhan berencana, narkotika, terorisme dan kekerasan seksual terhadap anak yang dapat menyebabkan kematian. Sisa tindak kejahatan lain hampir tidak pernah diterapkan," kata Erasmus pada 2017 lalu. 

Baca Juga: Terjerat Kasus Korupsi Lagi, Bupati Kudus Bisa Diancam Hukuman Mati

2. KPK baru pernah menuntut hukuman bagi koruptor pidana penjara seumur hidup

KPK Tidak Akan Tuntut Bupati Kudus dengan Hukuman Mati, Kenapa?(Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar) ANTARA FOTO

Febri menjelaskan hukuman paling berat yang pernah dituntut oleh KPK kepada tersangka kasus korupsi yakni bagi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Ia dituntut penjara seumur hidup. Tuntutan itu kemudian dikabulkan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor di PN Jakarta Pusat. 

Bahkan, ketika Akil mengajukan kasasi, permintaan itu ditolak oleh Mahkamah Agung. Dalam persidangan yang digelar pada 2014 lalu, majelis hakim menyatakan, Akil terbukti menerima suap terkait empat dari lima sengketa pilkada dalam dakwaan kesatu, yaitu Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp10 miliar dan US$ 500.000), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp3 miliar).

Ada pula tersangka kasus korupsi yang ditangani oleh kejaksaan dan dijatuhi hukuman seumur hidup, yakni pembobol L/C BNI, Adrian Woworuntu. Dalam sidang vonis yang digelar tahun 2005 lalu, majelis hakim PN Jakarta Selatan menyatakan Adrian terbukti telah merampok BNI senilai Rp1,2 triliun. 

Di satu sisi, Febri menyadari ada poin penting lainnya yang terkuak dari tindak korupsi yang dilakukan Tamzil yakni ia tidak kapok berbuat rasuah. Sebelumnya di tahun 2016, ia pernah dibui selama 22 bulan karena melakukan mark up untuk pengadaan sarana dan prasarana pendidikan. 

"Tentu hukum harus melihat hal tersebut secara serius dan tidak bisa berkompromi melihat perbuatan-perbuatan itu, sehingga semangat untuk memberikan ancaman hukuman yang lebih berat itu menjadi satu hal yang penting," kata Febri semalam. 

3. Bupati Tamzil bantah telah menerima uang suap

KPK Tidak Akan Tuntut Bupati Kudus dengan Hukuman Mati, Kenapa?ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Sementara, Bupati Kudus, M. Tamzil membantah menerima uang suap dari bawahannya terkait jual beli jabatan. Sebelum ia masuk ke mobil tahanan, Tamzil justru mengatakan uang yang diklaim sebagai penyidik suap tersebut, tidak diterimanya. 

"Yang jelas, dana itu tidak ada di saya," kata Tamzil pada Sabtu pekan lalu. 

Ia juga mengaku tidak pernah memerintahkan staf khususnya yang bernama Agus Soeranto untuk mencairkan uang untuk keperluan membayar cicilan mobil Nissan Terrano. 

"Tidak pernah (menyuruh staf khusus melakukan itu)," kata dia lagi. 

Namun, bagi pimpinan KPK, bantahan semacam itu sudah seperti lagu lama. Di awal, para tersangka akan membantah. Namun, begitu masuk ke persidangan, mereka mengaku bersalah dan meminta maaf. 

"Selalu begitu lah. Kan tidak perlu uangnya ada di dia," kata Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif ketika ditemui di Pusdiklat Setneg pada Minggu kemarin. 

Baca Juga: Profil Bupati Kudus M. Tamzil yang Dulunya Residivis Kasus Korupsi

Topik:

Berita Terkini Lainnya