KPU Klaim Sudah Dapat Restu untuk Unggah NIK Jokowi di Situs

KPU unggah NIK sebagai persyaratan capres di Pemilu 2019

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemilihan Umum (KPU) merespons soal adanya identitas pribadi Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang diunggah di situs resmi mereka. Data pribadi berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK) digunakan sebagian orang untuk bisa mengakses sertifikat vaksinasi COVID-19 Jokowi di aplikasi PeduliLindungi. Sertifikat vaksin COVID-19 atas nama Jokowi kemudian diunggah ke media sosial. 

Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh tiga lembaga Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN), Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian Kesehatan sepakat warga bisa memperoleh NIK Jokowi dari situs resmi KPU. 

Ketua KPU Ilham Saputra mengklaim, identitas NIK yang diunggah ke situs resmi mereka merupakan bagian dari tahapan pelaksanaan pada Pemilu 2019 lalu. KPU sudah meminta persetujuan dari pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Pemilu 2019 untuk mempublikasikan syarat calon. 

"Dalam konteks pencalonan presiden Pemilu 2019, untuk publikasi syarat calon, KPU meminta persetujuan tertulis dari masing-masing pasangan calon," ujar Ilham yang dikutip dari kantor berita ANTARA pada Minggu, 5 September 2021 lalu. 

Ia juga mengklaim, KPU telah mengutamakan prinsip perlindungan data pribadi dalam pemenuhan syarat pencalonan pada pemilihan umum. "Pada prinsipnya, KPU dalam menjalankan tahapan pencalonan memegang prinsip-prinsip perlindungan data pribadi," tutur dia lagi. 

Lalu, apakah Jokowi akan diberikan NIK baru oleh Kementerian Dalam Negeri? Sebab, NIK yang lama sudah bocor ke publik. 

1. Warga bisa cek sertifikat vaksin orang lain melalui PeduliLindungi

KPU Klaim Sudah Dapat Restu untuk Unggah NIK Jokowi di SitusANTARA/Arindra Meodia

Sementara, pakar keamanan siber dari CISReC, Pratama Persadha mengatakan, sejak awal tingkat kebocoran data di Tanah Air sudah sangat parah. Data Jokowi tidak hanya bisa diperoleh dari situs resmi KPU. 

"Sekarang, coba saja ketik di Google dengan kalimat KTP Joko Widodo, itu akan ketemu KTP-nya lengkap. Bagaimana itu bisa terjadi, ya karena datanya bocor. Sudah terlalu parah kebocoran data di Indonesia," kata Pratama ketika dihubungi pada Minggu, 5 September 2021. 

Menurut Pratama, bocornya sertifikat vaksin Jokowi bukan kali pertama peristiwa kebocoran data pribadi terjadi. Sebelumnya, kebocoran data juga terjadi pada pengguna aplikasi e-HAC, pengguna BPJS Kesehatan, pelanggan Tokopedia, hingga nasabah BRI Life. Ia mewanti-wanti data yang sudah bocor ke publik tak bisa ditarik lagi. 

"Kan akhirnya masyarakat lagi yang kembali dirugikan. Saat ini kan banyak terjadi penipuan, lalu tiba-tiba dihubungi debt collector karena datanya dipakai oleh orang lain. Kemudian, akun rekeningnya dibobol karena data pribadinya bocor," tutur dia lagi. 

Ia juga mengkritik pembuat aplikasi PeduliLindungi yang tidak menentukan batasan siapa saja yang bisa mengakses data sertifikat vaksin tersebut. "Misalnya ketika ingin melakukan registrasi untuk vaksin, ditulis di sana, sehingga orang tidak akan bisa mengakses kartu vaksin milik orang lain selain nomor telepon yang terdaftar di sana," ujarnya. 

Dengan begitu, hanya pemilik nomor telepon tersebutlah yang bisa mengakses sertifikat vaksin yang ada di aplikasi PeduliLindungi. 

Baca Juga: Mudahnya Mengetahui Data Pribadi Pejabat, Tak Heran NIK Jokowi Bocor

2. Pakar keamanan siber minta pemerintah desak tanggung jawab dari pembuat PeduliLindungi

KPU Klaim Sudah Dapat Restu untuk Unggah NIK Jokowi di SitusPakar keamanan siber dan pendiri CISReC, Pratama Persadha (ANTARA FOTO)

Di sisi lain, Pratama juga mendesak pemerintah agar tidak sekedar menyalahkan warga yang mengakses sertifikat vaksin milik Jokowi. Pemerintah juga harus mendesak pembuat aplikasi PeduliLindungi yang gagal melindungi agar aplikasi tersebut tak disalahgunakan. 

"Anda harus membuat platform yang anti fraud," ujar Pratama secara tegas. 

Sementara, ketika dikonfirmasi, Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, menjanjikan tidak hanya masyarakat yang membobol data saja yang bakal diancam hukuman, tetapi pembuat aplikasi yang lalai juga akan diperlakukan serupa. 

"Kebocoran (data) yang ada sudah ditangani oleh Kementerian Kesehatan dan pihak kepolisian. Kami percaya bahwa pihak-pihak terkait sedang memproses karena hal ini menyangkut kepercayaan kepada pemerintah," kata Fadjroel pada Minggu kemarin. 

Fadjroel juga tak menampik adanya kebocoran data di aplikasi PeduliLindungi menandakan masih ada kelemahan dalam perlindungan data. Ia berjanji kelemahan itu segera diperbaiki. 

3. Pemerintah belum pernah jatuhkan sanksi bagi pembuat aplikasi yang lalai

KPU Klaim Sudah Dapat Restu untuk Unggah NIK Jokowi di SitusIlustrasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Pratama juga menyebut, hukuman selama ini yang berlaku terkait kebocoran data dinilai tidak adil. Selama ini, aturan yang digunakan adalah UU ITE, di mana yang dijatuhi sanksi adalah orang-orang yang mencoba mengakses secara ilegal suatu sistem atau peretas. 

"Tapi, ketika kelemahan itu disebabkan oleh sistem yang tidak kuat oleh pemilik platform, gak ada hukumannya. Padahal, hacker baru bisa menyerang kalau sistemnya lemah," ungkap Pratama. 

Ia juga menilai, sangat tidak adil bila yang diproses secara hukum adalah petugas kelurahan yang membuat sertifikat vaksin saja. Namun, pihak yang lalai dalam memberi perlindungan bagi 1,3 juta data e-HAC atau 279 juta data di BPJS Kesehatan juga tidak diberikan sanksi serupa. 

"Oleh karena itu, RUU PDP wajib hukumnya disahkan," kata dia. 

Sementara, selama UU itu belum disahkan, jenis hukuman bagi mereka yang lalai melindungi data yakni peringatan lisan, peringatan tertulis,  penghentian kegiatan sementara, hingga diumumkan perbuatannya di dunia maya. 

"Tetapi, rata-rata yang selama ini terjadi hanya sampai ke penghentian kegiatan sementara saja, setelah itu hilang," ujarnya lagi. 

Baca Juga: Kemenkominfo: Warga Dapat Informasi NIK Jokowi dari Situs KPU

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya