Kritik Vaksin COVID-19 dari Luar Negeri, Epidemiolog: Belum Pasti Aman

Empat vaksin dari Tiongkok dan Inggris tiba bulan November

Jakarta, IDN Times - Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Dr. Pandu Riono mempertanyakan empat vaksin COVID-19 yang akan tiba di Tanah Air pada November mendatang. Keempat vaksin itu buatan perusahaan farmasi Tiongkok dan Inggris yakni Sinovac Biotech, Cansino, Sinopharm/G42 dan AstraZeneca. 

Menurut Pandu, hingga saat ini para ahli, termasuk epidemiolog, tidak pernah diajak untuk berdiskusi dan membahas mengenai keampuhan dan keamanan keempat vaksin tersebut. Saat ini, satu-satunya vaksin COVID-19 yang menjalani uji klinis di Indonesia hanya buatan Sinovac Biotech. Proses uji klinis tahap ketiga masih berlangsung di Bandung dan akan berjalan selama tujuh bulan. 

Ketua Tim Riset Uji Klinis tahap ketiga Vaksin COVID-19 dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Kusnandi Rusmil dalam sebuah diskusi virtual pernah mengatakan proses uji klinis tahap ketiga ditargetkan akan rampung pada Maret 2021. Namun, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan, justru menyebut proses imunisasi sudah bisa dilakukan mulai November 2020. 

Pandu mempertanyakan langkah buru-buru Pemerintah Indonesia ini. Sebab, hasil uji klinis terhadap keempat vaksin itu belum rampung. 

"Pemerintah tidak pernah mengajak masyarakat ilmiah dan para ahli mengenai hasil studi vaksin-vaksin ini. Kalau hasil studi (uji klinis) belum ada untuk apa vaksinnya sudah dibeli dan akan didatangkan ke Indonesia?" tanya pengajar di Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat (FKM) ketika dihubungi oleh IDN Times pada Selasa, 13 Oktober 2020 lalu. 

Hal lain yang menjadi tanda tanya di kepala Pandu yaitu, mengapa vaksin diberikan ke penduduk Indonesia dengan didasarkan izin penggunaan darurat yang dikeluarkan oleh Tiongkok. Apakah ini menandakan vaksin COVID-19 tersebut tidak aman untuk dikonsumsi oleh publik?

1. Epidemiolog mengingatkan pemerintah yang akan didatangkan ke RI baru berstatus bakal vaksin

Kritik Vaksin COVID-19 dari Luar Negeri, Epidemiolog: Belum Pasti AmanIlustrasi imunisasi vaksin COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, melalui akun Twitternya, Pandu mengingatkan pemerintah bahwa vaksin yang diimpor masih berstatus bakal vaksin. Hal ini lantaran hasil uji klinis tahap ketiga belum rampung. 

"Kenapa sih beli tiga kandidat vaksin dari negara yang sama? Inget lho ketiganya masih berstatus kandidat dan belum diyakini akan jadi vaksin pilihan yang efektif dan aman. Evaluasi uji klinis ketiga pun juga belum selesai, hasilnya juga belum dievaluasi. Ini bukan berbasis sains dan bisa berbahaya," cuit Pandu pada Selasa kemarin. 

IDN Times telah meminta izin kepada Pandu untuk mengutip ulang cuitan tersebut. 

Hal yang menjadi sorotan Pandu yakni yang menjadi dasar pemilihan vaksin buatan Tiongkok lantaran pemerintah Negeri Tirai Bambu sudah memberikan izin penggunaan darurat vaksin COVID-19 bagi warganya. Pandu mempertanyakan apakah izin penggunaan darurat itu berlaku di Tanah Air. 

"Kalau peraturan Pemerintah China berlaku di Indonesia itu apa ya artinya?" tanya Pandu lagi. 

Ia mendorong pemerintah sebelum memutuskan untuk membeli vaksin tertentu, hasil uji klinisnya dibuka ke publik. "Supaya jangan terjadi pemaksaan politis," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Bio Farma akan Ajukan Izin Penggunaan Darurat Vaksin Sinovac ke BPOM

2. Ini syarat vaksin COVID-19 aman dan memenuhi syarat untuk diberikan ke publik menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

Kritik Vaksin COVID-19 dari Luar Negeri, Epidemiolog: Belum Pasti AmanIlustrasi vaksin COVID-19 buatan Sinovac (Dokumentasi Sinovac)

Sementara, Wakil Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Slamet Budiarto mengatakan, salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menandakan vaksin aman diberikan ke publik yakni vaksin tersebut sudah diberikan ke warga negara produsennya. Sebagai contoh, Tiongkok sudah memberikan warganya vaksin buatan perusahaan farmasi Sinovac Biotech, Cansino, dan Sinopharm/G42. 

"Vaksin ini sudah aman dikonsumsi oleh penduduk dunia bila sudah direkomendasikan oleh WHO. Saya kira itu sudah selesai," ujar Slamet ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Rabu (14/10/2020). 

Ia menilai hasil uji klinis tahap ketiga yang kini dilakukan di Bandung perlu juga didaftarkan ke WHO. IDI, kata Slamet, tidak mempermasalahkan bila proses pemberian imunisasi vaksin COVID-19 dilakukan lebih cepat, asal memenuhi syarat. 

3. Vaksin COVID-19 mulai tiba di Indonesia pada November dengan jumlah 100 ribu hingga 1,5 juta dosis

Kritik Vaksin COVID-19 dari Luar Negeri, Epidemiolog: Belum Pasti AmanSimulasi uji coba vaksin/ dok Kemkes

Sebelumnya, Luhut sudah memastikan vaksin COVID-19 buatan perusahaan farmasi Sinopharm dan Cansino akan mulai tiba di Indonesia pada November mendatang.

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi itu mendapat jaminan dari Sinopharm, yang menggandeng perusahaan Uni Emirat Arab (G42), bisa mengirimkan 5 juta dosis (dual dose). Sedangkan Cansino menyanggupi untuk mengirim 100 ribu dosis (single dose). 

Kepastian itu diperoleh Luhut ketika melakukan kunjungan ke Tiongkok untuk menemui Menteri Luar Negeri Wang Yi pada 9-11 Oktober 2020. Dalam kunjungan itu, Luhut turut didampingi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan Direktur PT Bio Farma, Honesti Basyir. 

"Untuk Cansino, sisa 15-20 juta vaksin akan dikirim pada 2021. Sedangkan sisa vaksin G42/Sinopharm akan dikirim pada tahun ini," demikian keterangan tertulis yang disampaikan oleh Kemenko Marves Luhut, Senin, 12 Oktober 2020. 

Sementara, vaksin buatan perusahaan farmasi Sinovac Biotech yang kini sedang dilakukan uji klinis di Bandung, akan mulai dikirimkan secara bertahap dari periode November hingga Desember 2020. Jumlahnya sebanyak 3 juta dosis vaksin. 

"Dengan komitmen pengiriman 1,5 juta dosis vaksin (single dose vials) pada minggu pertama November dan 1,5 juta dosis vaksin (single dose vials) pada minggu pertama Desember 2020. Itu belum termasuk 15 juta dosis vaksin dalam bentuk bulk," kata Luhut lagi. 

Selain vaksin dari Tiongkok, pemerintah juga tengah melakukan finalisasi untuk mendapatkan vaksin COVID-19 buatan AstraZeneca yang bekerja sama dengan Universitas Oxford. 

4. PT Bio Farma memprediksi harva vaksin Sinovac berkisar Rp200 ribu

Kritik Vaksin COVID-19 dari Luar Negeri, Epidemiolog: Belum Pasti AmanIlustrasi melacak perkembangan vaksin COVID-19 di dunia (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir memastikan harga vaksin COVID-19 Sinovac di Indonesia tidak akan memberatkan pemerintah. Kisaran harganya ditaksir mencapai Rp200 ribu.

Bio Farma berkomitmen untuk mendukung upaya pemerintah menghadirkan vaksin COVID-19 dengan harga yang terjangkau untuk memberi perlindungan bagi penduduk.

Menurutnya, ada beberapa faktor yang bisa menentukan harga sebuah vaksin, termasuk COVID-19. Salah satu faktornya adalah tergantung pada investasi pada studi klinis fase 3 terutama dalam uji efikasi dalam skala besar.

"Demikian juga dengan penentuan harga di Indonesia, mengikuti prinsip tadi. Dengan kata lain, skema pemberian harga vaksin COVID-19 ini, tidak dapat disamakan," ujar Honesty dalam keterangan tertulis pada Selasa kemarin. 

Baca Juga: WHO: Imunisasi Massal Vaksin COVID-19 Baru Terjadi Pertengahan 2021

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya