Ini Kronologi Sjamsul Nursalim Diberi Dana BLBI Hingga Jadi Tersangka

Sjamsul diduga telah rugikan keuangan negara Rp4,58 triliun

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengumumkan Sjamsul dan Itjih Nursalim sebagai tersangka rasuah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada Senin sore (10/6). Lembaga antirasuah sudah mengantongi berbagai bukti soal dugaan perbuatan keduanya hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp4,58 triliun. Salah satunya adalah pertimbangan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat no.39/Pid.Sus/Tpk/2018/PN.Jkt.Pst untuk terdakwa mantan Kepala BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional), Syafruddin Arsyad Temenggung.

 "Di dalam putusan itu disebutkan secara tegas bahwa tindakan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung telah memperkaya Sjamsul Nursalim sebesar Rp4,58 triliun," ujar Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif ketika memberikan keterangan pers pada Senin kemarin. 

Sayangnya, setiap kali penyidik KPK memanggil keduanya untuk hadir dan diperiksa, mereka selalu mangkir. Sehingga, KPK tidak pernah bisa mendengar sanggahan dari pihak mereka. Lalu, bagaimana kronologi awal Sjamsul menerima BLBI hingga ia ditetapkan jadi tersangka bersama-sama dengan istrinya, Itjih? Berikut pemaparannya.

1. Sjamsul Nursalim meneken perjanjian dengan BPPN soal pengambil alihan Bank Dagang Negara Indonesia

Ini Kronologi Sjamsul Nursalim Diberi Dana BLBI Hingga Jadi Tersangka(Terdakwa kasus BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung) ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

Masalah antara Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang sahamnya dikendalikan oleh Sjamsul Nursalim bermula ketika institusi itu ikut menerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 1997 lalu. Kucuran dana diterima oleh BDNI di tahun itu mencapai Rp37 triliun. 

Kemudian, pada 21 September 1998, BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan Sjamsul Nursalim melakukan penandatanganan penyelesaian untuk ambil alih pengelolaan BDNI. Perjanjian itu dinamakan Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA) atau bahasa sederhananya Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham. 

"Di dalam MSAA tersebut disepakati bahwa BPPN mengambil alih pengelolaan BDNI dan SJN (Sjamsul Nursalim) sebagai pemegang saham pengendali sepenuhnya bertanggung jawab untuk menyelesaikan kewajibannya baik secara tunai atau berupa penyerahan aset," ujar Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif ketika memberikan keterangan pers Senin kemarin. 

Menurut data yang dimiliki oleh KPK, jumlah kewajiban atau utang Sjamsul yang harus ia penuhi mencapai Rp47.258.000.000.000, ini termasuk di antaranya pinjaman kepada petani atau petambak sebesar Rp4,8 triliun. Di sini lah, Sjamsul mulai tidak jujur. 

"Aset senilai Rp4,8 triliun itu seolah-olah dipresentasikan SJN (Sjamsul Nursalim) sebagai piutang lancar dan tidak bermasalah," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Sudah Tinggal di Singapura, Bagaimana KPK akan Proses Tersangka BLBI?

2. BPPN kemudian mengetahui aset yang disebut Sjamsul Nursalim itu ternyata macet

Ini Kronologi Sjamsul Nursalim Diberi Dana BLBI Hingga Jadi Tersangka(Ilustrasi suap) IDN Times/Sukma Shakti

BPPN kemudian melakukan proses yang disebut Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD). Dari proses tersebut diketahui ada aset yang diserahkan oleh Sjamsul malah macet alias tak bisa menghasilkan uang. Aset yang dirujuk macet oleh BPPN adalah piutang dari para petambak udang. 

"Atas hasil LDD dan FDD itu BPPN kemudian mengirimkan surat yang intinya mengatakan SJN (Sjamsul Nursalim) telah melakukan misrepresentasi (keliru dalam penyebutan aset) dan meminta SJN (Sjamsul Nursalim) untuk menambah asetnya itu untuk menggantikan kerugian yang diderita BPPN," kata Syarif. 

Namun, Sjamsul justru menolaknya. Padahal, ia berkewajiban untuk menunjukan semua aset yang dimiliki untuk membayar pinjaman dari Bank Indonesia.

3. BPPN malah mengusulkan kepada Presiden Megawati agar sisa utang petambak udang yang dibina Sjamsul Nursalim tak perlu ditagih

Ini Kronologi Sjamsul Nursalim Diberi Dana BLBI Hingga Jadi Tersangka(Terdakwa kasus korupsi BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung) ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Uniknya, istri Sjamsul yakni Itjih pada Oktober 2003 pernah ikut rapat dengan BPPN. Di sana, ia mengatakan suaminya tidak melakukan misrepresentasi seperti yang disebut oleh BPPN. 

Lalu, pada tahun 2004, mulai didengungkan rencana agar sisa utang Sjamsul tak perlu lagi ditagih bahkan dihapuskan saja. Padahal, ia masih memiliki utang yang harus dibayarkan ke Bank Indonesia mencapai Rp4,8 triliun. 

Syafruddin Arsyad Temenggung yang pada 2004 lalu menjabat sebagai Kepala BPPN mengusulkan ide untuk menghapus sisa utang para petambak udang yang sempat dibina oleh Sjamsul, sebesar Rp220 miliar dalam rapat kabinet terbatas bersama Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun, Syafruddin tidak melaporkan kepada Presiden ketika itu, soal langkah Sjamsul yang sempat dengan sengaja melakukan representasi asetnya. 

"Ratas tersebut tidak memberikan keputusan atau tidak ada persetujuan terhadap write off (penghapus bukuan) dari BPPN," kata Syarif. 

4. Walau tidak disetujui di dalam ratas, namun BPPN malah mengeluarkan surat keterangan bahwa utang Sjamsul Nursalim telah lunas

Ini Kronologi Sjamsul Nursalim Diberi Dana BLBI Hingga Jadi Tersangka(Ilustrasi uang) IDN Times/Sukma Shakti

Yang lebih tak masuk akal, Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung malah mengambil langkah inisiatif dengan mengeluarkan surat keterangan lunas bagi Sjamsul pada 12 April 2004. 

"Syafruddin Arsyad Temenggung dan ITN (Itjih Nursalim) menandatangani akta perjanjian penyelesaian akhir yang pada pokoknya berisi pemegang saham telah menyelesaikan seluruh kewajiban seperti yang sudah diatur di dalam perjanjian MSAA," kata Syarif. 

Pada 26 April 2004, Syafruddin Arsyad Temenggung kemudian menandatangani surat no. SKL-22/PKPS-BPPN/004. Isinya terkait pemenuhan kewajiban pemegang saham kepada Sjamsul Nursalim. Artinya, ia tak perlu menagihkan utang ke petambak udang tersebut. 

BPPN kemudian menyerahkan pertanggung jawaban aset berupa hak tagih utang petambak udang ke Kementerian Keuangan pada 30 April 2004. Oleh Dirjen Anggaran Kemenkeu, hak tagih utang itu diserahkan ke PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA).

Pemerintah terkejut, ketika mereka melakukan penjualan hak tagih utang para petambak udang itu, nilainya hanya Rp220 miliar. 

"Padahal, kewajiban yang seharusnya diterima oleh negara (dari aset utang petani tambak) senilai Rp4,8 triliun. Sehingga, diduga kerugian keuangan negara yang terjadi mencapai Rp4,58 triliun," tutur Syarif memberikan penjelasan. 

5. Mantan Kepala BPPN telah divonis 15 tahun penjara

Ini Kronologi Sjamsul Nursalim Diberi Dana BLBI Hingga Jadi TersangkaANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Sejauh ini, KPK telah menjebloskan satu orang ke dalam bui yakni mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung yang telah mengeluarkan surat keterangan lunas (SKL) bagi Sjamsul Nursalim. Padahal, Sjamsul masih memiliki sisa utang yang belum dibayarkan ke negara yakni Rp4,58 triliun. 

Di tingkat pengadilan pertama, Syafruddin divonis 13 tahun penjara. Namun, ketika ia mengajukan banding, hukumannya malah bertambah berat. Pengadilan Tinggi pada (4/1) lalu menjatuhkan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. 

Kini, KPK harus memutar otak bagaimana cara memproses Sjamsul dan Itjih Nursalim secara hukum. Mengingat mereka sudah sejak lama tinggal di Singapura. Bahkan, mereka telah menjadi penduduk tetap di sana. 

Menurut Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif, institusi yang ia pimpin sudah bolak-balik memanggil pasangan suami istri tersebut. Tapi, tak digubris. 

"Kami juga bahkan melakukan pemanggilan ke kediamannya yang berada di luar negeri. Kami juga mengirimkan panggilan ke kantor perusahaan yang dianggap merupakan afilifasi kedua tersangka," kata Syarif ketika memberikan keterangan pers di gedung KPK. 

Pria yang sempat jadi aktivis lingkungan hidup itu juga menjelaskan salah satu materi konferensi pers pada Senin sore juga bentuk salah satu pemanggilan kepada pasangan suami istri tersebut. KPK, kata Syarif, tetap berharap agar baik Sjamsul dan Itjih bersikap kooperatif dan kembali ke Tanah Air. Lalu, bagaimana kalau pemanggilan secara formal itu tetap tak didengar? 

"Maka, akan kami sidangkan secara in absentia," kata dia. 

Namun, Syarif tetap berpendapat agar Sjamsul dan Itjih hadir di persidangan. Tujuannya, agar keduanya bisa membela hak-haknya. 

Baca Juga: Pengadilan Tinggi Jatuhkan Hukuman Lebih Berat bagi Terdakwa BLBI

Topik:

Berita Terkini Lainnya