KSAD Diminta Segera Buat Aturan Tertulis Dihapusnya Tes Keperawanan

Jangan lagi ada tes keperawanan calon prajurit TNI wanita

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh menyambut baik pernyataan Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Andika Perkasa yang menghapuskan tes keperawanan bagi calon prajurit perempuan yang akan masuk militer.

Tetapi pernyataan verbal saja, menurut Nihayatul, tidak cukup. Harus ada aturan tertulis yang diteken Andika agar ada payung hukum yang jelas. 

"Harus ada payung hukum yang jelas agar benar-benar bisa diimplementasikan (penghapusan tes keperawanan) bagi pihak yang berada di bawahnya, karena pelaksana di bawahnya tidak bisa melaksanakan aturan berdasarkan kata-kata verbal. Harus ada suratnya," ujar perempuan yang akrab disapa Ninik itu ketika dihubungi IDN Times, Rabu, 11 Agusts 2021. 

Meski penghapusan tes keperawanan di militer dinilai terlambat, tetapi politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut tetap mengapresiasi niat Andika. Ia menilai bila TNI dan Polri bisa menerapkan kebijakan lain yang lebih besar secara cepat, maka pembuatan aturan tertulis yang menghapus tes keperawanan tidak akan sulit. 

Nihayatul mengaku sudah aktif menyuarakan agar tes keperawanan bagi calon prajurit atau calon personel polisi perempuan disetop sejak 2015. Bahkan, dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Menteri Kesehatan ketika itu, Nila F. Moeloek, Ninik sempat meminta agar Kemenkes ikut mengadvokasi supaya praktik tes keperawanan sebagai syarat masuk instansi tertentu dihentikan. Sebab, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun sudah melarang tes tersebut. 

Sayangnya, aspirasi Ninik ketika itu tidak ditanggapi serius oleh Menkes Nila dan koleganya di Komisi IX pada saat itu. Pimpinan rapat ketika itu, Dede Yusuf malah menanggapi aspirasi Ninik terkait tes keperawanan dengan tawa dan cengengesan. 

Mengapa Ninik menentang tes keperawanan bagi perempuan sejak lama?

1. Tes keperawanan bentuk diskriminasi terhadap perempuan

KSAD Diminta Segera Buat Aturan Tertulis Dihapusnya Tes KeperawananAnggota komisi IX DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nihayatul Wafiroh (www.uninus.ac.id)

Ninik mengatakan tidak mudah menghapus praktik tes keperawanan sebagai syarat masuk ke sejumlah instansi tertentu seperti TNI dan Polri. Sebab, kebijakan tersebut harus mengubah banyak hal di dalam sistem penerimaan. Meski begitu, ia terus mengadvokasi isu tersebut lantaran tes keperawanan merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan. 

Pada praktiknya tes keperawanan dilakukan dengan kamuflase bernama tes kesehatan. Tenaga kesehatan yang melakukan pemeriksaan akan memasukkan dua jari mereka ke dalam vagina calon prajurit. Tujuannya, untuk memeriksa apakah ada kerusakan pada selaput dara. Bila ditemukan tidak dalam kondisi utuh, maka calon prajurit perempuan dinyatakan tidak lolos. 

Ninik mengatakan masih ada pemahaman kolot terkait stigma keperawanan dengan kualitas moral calon prajurit atau polwan. Apalagi, bila perempuan itu kehilangan keperawanan karena sudah berhubungan intim sebelum menikah. 

"Tetapi, balik lagi ya, seandainya perempuan itu sudah melakukan hubungan sebelum menikah, so what? Apakah yang masih perawan terjamin memiliki loyalitas yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak perawan?" tanya Ninik. 

Pola pikir yang masih konvensional itu terbukti masih tertanam ketika pada 2015, ia sempat berbincang dengan seorang perwira tinggi kepolisian. Perwira tersebut membantah ada tes keperawanan yang berlaku di instansi kepolisian. Tetapi, ia tak menampik mekanisme seleksi tersebut dibutuhkan untuk mengetahui kualitas diri seseorang. 

"Ya, kan kita perlu tahu apakah dulu dia ini perempuan nakal. Kan, yang kita terima tak mungkin seperti itu," kata Ninik, menirukan ucapan perwira Polri itu. 

Saat itu, ia menjelaskan, selaput dara perempuan bisa saja tak lagi utuh karena faktor selain berhubungan intim. Bisa saja mereka mengalami kecelakaan ketika beraktivitas. Namun, menurut perwira tinggi kepolisian tersebut, mereka tak ingin digugat warga karena menerima masuk perempuan yang dulunya terlibat prostitusi. 

"Ya, saya jawab bila demikian kenapa tak ditulis di dalam syarat pendaftarannya perempuan yang bekerja sebagai prostitusi dilarang mendaftar (sebagai calon polwan). Saya juga mempertanyakan kenapa tes serupa tak berlaku bagi laki-laki," tutur dia. 

Baca Juga: Jenderal Andika Perkasa: Diskusi Penghapusan Tes Keperawanan Sejak Mei

2. Tak semua perempuan paham mekanisme tes keperawanan

KSAD Diminta Segera Buat Aturan Tertulis Dihapusnya Tes KeperawananAnggota korps perempuan TNI sedang bersiap untuk mengikuti apel bersama Korps Prajurit Wanita di Plaza Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta pada 21 April 2021 lalu. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Di sisi lain, Ninik memahami bagi sebagian keluarga, diterima sebagai prajurit atau petugas kepolisian adalah suatu kebanggaan. Namun, tak banyak yang mengetahui calon polwan atau prajurit perempuan harus melalui tes keperawanan. 

"Mereka (panitia penerima calon polwan atau prajurit TNI) tidak akan secara blak-blakan bahwa salah satu tahapannya adalah tes keperawanan. Banyak juga yang tidak menyangka bila menolak melakukan hal itu, maka bisa gagal dan ujung-ujungnya mereka kecewa karena tak memenuhi harapan orang tua," kata dia. 

Ninik juga menilai edukasi terkait sistem reproduksi di Indonesia masih kurang. Sehingga, perempuan sering kali tak menyadari mereka bisa menolak mengikuti tes keperawanan. 

"Meskipun yang memeriksa tes keperawanan itu perempuan tidak lantas membenarkan praktik itu, bukan berarti teman perempuan kita bisa melihat kemaluan kita kan?" tanya dia. 

Tekanan sosial, kata Ninik, juga menjadi salah satu faktor mengapa perempuan tetap bersedia menjalani tes keperawanan. Meski itu membuat mereka trauma.

"Karena masih terbentuk pola pikir di masyarakat kita, menjadi prajurit TNI atau Polri itu kan pekerjaan yang prestis," ujarnya. 

3. Ninik akan gandeng koleganya di Komisi III untuk mengawasi penerapan penghapusan tes keperawanan

KSAD Diminta Segera Buat Aturan Tertulis Dihapusnya Tes KeperawananGedung DPR RI (IDN Times/Kevin Handoko)

Ke depan, Ninik akan menggandeng koleganya di Komisi III untuk melakukan pengawasan, apakah praktik tes keperawanan sudah benar-benar dihapus atau sekadar lip service. Sebab, agar kebijakan tersebut diikuti hingga di level bawah dibutuhkan dokumen resmi bukan sekadar ucapan.

Ia juga menyadari untuk bisa mewujudkan perubahan mekanisme seleksi itu tak bisa hanya ia seorang yang menyuarakan. Ninik mengakui butuh dukungan dari anggota parlemen dan pihak lainnya. 

"Pelaksana di bawah itu kan membutuhkan payung hukum, tidak bisa mengandalkan kata-kata. Jadi, jangan kebijakan lip service saja," ujar Ninik. 

Perubahan kebijakan tersebut, kata Ninik, juga harus diketahui dokter-dokter militer atau kepolisian yang menjadi bagian dari tim seleksi. "Jangan prosedur yang berubah hanya di pusat saja, sementara di daerah tetap diberlakukan ya," tutur dia. 

Ninik pun mengusulkan agar instruksi penghapusan tes keperawanan datang langsung dari Panglima TNI, bukan Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Sehingga, diharapkan praktik yang merendahkan perempuan tersebut dihapuskan dari semua matra di institusi TNI. 

Baca Juga: KSAD Temukan Gaji Siswa TNI AD Dipotong, Jumlahnya Sampai Rp585 Juta

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya