KSP: Jokowi Tak Punya Pakem Rotasi Matra Dalam Tentukan Panglima TNI

Dua Panglima TNI sebelumnya berturut-turut dari TNI AD

Jakarta, IDN Times - Penasihat Kepala Staf Presiden, Andi Widjajanto mengatakan, dalam pemilihan panglima baru TNI, Presiden Joko "Jokowi" Widodo tidak menggunakan pakem rotasi matra. Hal itu terjadi ketika Jokowi mengajukan surat ke pimpinan DPR dan memilih Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo untuk menggantikan Moeldoko.

Moeldoko yang dilantik sebagai Panglima TNI di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berasal dari matra Angkatan Darat. Begitu juga Gatot yang dilantik pada 2015 lalu. Artinya, Panglima TNI selama dua periode berturut-turut berasal dari TNI AD. 

Rotasi matra baru terjadi pada 2017 lalu, ketika Jokowi memilih Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI. Hadi merupakan prajurit TNI Angkatan Udara (AU). Lantaran tidak ada pakem rotasi matra, maka Andi menilai tiga kepala staf yang menjabat saat ini berpotensi menjadi Panglima TNI. 

"Bila melihat karakternya Pak Jokowi, ketiga (kepala staf itu) mungkin ya (untuk dipilih jadi Panglima TNI). Karena Pak Jokowi gak punya pakem rotasi. Hal itu kan terlihat ketika memilih Pak Gatot untuk menggantikan Pak Moeldoko," ungkap Andi ketika berbicara di stasiun Kompas TV pada Selasa, 5 Oktober 2021. 

Ia pun menambahkan, Jokowi justru belum pernah menunjuk Panglima TNI dari matra Angkatan Laut (AL), padahal kerap berjanji ingin membangun negara poros maritim. "Jadi, nampaknya ada pertimbangan strategis lain yang dimiliki oleh Pak Jokowi ketimbang pakem-pakem yang sudah ada. Saya melihatnya ketiga calon bisa saja (dipilih jadi Panglima TNI)," tutur dia lagi. 

Ia mengatakan, alasan Jokowi memilih Gatot yang notabene dari AD sebagai Panglima TNI pada 2017 lalu karena adanya kecocokan atau chemistry. Sementara, dalam pandangan pengamat di bidang militer dari Institute for Security and Strategic Studies, Khairul Fahmi, menilai kecocokan saja tidak cukup dalam memilih panglima baru TNI. Loyalitas yang tegak lurus kepada presiden harus dijadikan salah satu pertimbangan utama. 

Apakah ada di antara ketiga calon Panglima TNI itu yang berpotensi tidak setia terhadap presiden?

1. Jokowi dinilai sempat keliru memilih Panglima TNI berdasarkan faktor kecocokan

KSP: Jokowi Tak Punya Pakem Rotasi Matra Dalam Tentukan Panglima TNIPanglima TNI dan kepala staf masing-masing matra, kecuali KSAD, hadir di TMP Kalibatan jelang peringatan HUT ke-76 TNI pada 2021 (www.instagram.com@tni_angkatan_laut)

Menurut Fahmi, Jokowi sempat keliru memilih Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI pada 2015 lalu. Sebab, belakangan Gatot sempat melakukan manuver untuk mengejar kursi RI 1 di penghujung jabatannya sebagai Panglima TNI. Padahal, mantan Gubernur DKI Jakarta itu sudah diingatkan oleh Moeldoko ketika hendak memilih Gatot. 

"Ketika nama Gatot dinotif sebagai calon kuat Panglima TNI, Pak Moeldoko sudah mengingatkan plus minusnya (bila memilih Gatot). Artinya, sudah ada masukan. Tapi, karena chemistry itu tadi akhirnya diabaikan," ungkap Fahmi ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon, Rabu (6/10/2021). 

Gatot di awal menjabat sebagai Panglima TNI memang sudah terlihat dekat dengan Jokowi. Baru memasuki 2017, Gatot telah menunjukkan gelagat aneh. "Kan sudah beda jalur waktu itu," tutur dia lagi. 

Pelajaran lain yang dipetik soal kecocokan dalam pemilihan Panglima TNI yakni pada faktanya Gatot justru tidak memiliki chemistry dengan Menhan ketika itu, Ryamizard Ryacudu. Selama Gatot menjabat, kerap melempar pernyataan yang berbeda di publik. 

Karena itu, kata Fahmi, cocok dengan presiden saja tidak cukup untuk menjabat sebagai Panglima TNI. Tapi harus memiliki loyalitas total kepada atasannya yakni presiden. 

Dugaan loyalitas yang mendua, kata Fahmi, kerap dialamatkan kepada Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Andika Perkasa. Ia mengatakan, seolah-olah ada pihak ketiga di antara Andika dan Jokowi. 

"Pihak ketiga itu bisa jadi partai politik, ada pula garansi tokoh. Salah satunya mertua Andika yakni Pak AM Hendropriyono. Sekarang orang kalau melihat Pak Andika tidak pernah lepas bahwa ia menantu Pak AM Hendropriyono. Bila berbicara mengenai Andika, pasti langsung dikaitkan dengan mertuanya itu," kata dia. 

Di sisi lain, sudah menjadi rumor lama bahwa Andika tidak cocok dengan Panglima TNI saat ini, Hadi Tjahjanto. Ketika dilakukan upacara tabur bunga di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata pada 4 Oktober 2021, Andika terlihat absen. 

Perbedaan kebijakan di antara keduanya juga terlihat ketika menyikapi pengembangan Vaksin Nusantara. Mabes TNI menyebut penelitian Vaksin Nusantara bukan inisiatif mereka. Sedangkan, TNI AD malah memberikan tempat bagi vaksin COVID-19 yang diinisiasi oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu untuk dikembangkan. 

Baca Juga: Komisi I: Presiden Punya Waktu Pilih Panglima TNI Hingga Awal November

2. Momen yang tepat bagi Jokowi pilih Panglima TNI dari AL untuk wujudkan negara poros maritim

KSP: Jokowi Tak Punya Pakem Rotasi Matra Dalam Tentukan Panglima TNIPresiden Joko Widodo berada di geladak heli KRI Usman Harun 359 saat kunjungan kerja di Faslabuh Lanal Ranai, Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau, pada 8 Januari 2020. Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi meninjau kesiapan KRI tambahan yang akan bergabung untuk melakukan operasi pengendalian wilayah laut, khususnya di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) laut Natuna Utara. ANTARA FOTO/HO/Dispen Koarmada

Di sisi lain, menurut Fahmi, ini saat yang tepat bagi Jokowi untuk mewujudkan poros negara maritim dengan memilih Panglima TNI dari matra AL. TNI AL pun belum mencapai target renstra untuk Minimum Essential Force (MEF). 

"Sejauh ini TNI AL baru mencapai 60 persen dari target MEF. Sedangkan, TNI AD sudah mencapai 80 persen dari MEF. TNI AU baru mencapai 50 persen dari target MEF," kata dia.

Menurut Fahmi, dengan memiliki Panglima TNI dari matra AL maka diharapkan bisa berkontribusi ikut memberikan arahan kepada presiden realisasi konsep poros negara maritim. Apalagi saat ini tantangan di laut tergolong tinggi. Mulai dari sikap China yang kembali berulah di Laut Natuna Utara, hingga negara tetangga terdekat Australia yang ingin memiliki kapal selam berkekuatan nuklir.

Bila merujuk kepada penunjukkan Panglima TNI di era SBY, selama 10 tahun berkuasa, pakem rotasi matra benar-benar diterapkan. "Meski tiga Panglima TNI berasal dari TNI AD, tetapi Angkatan Laut dan Angkatan Udara masih kebagian (ditunjuk jadi Panglima TNI)," katanya lagi.

Sementara, sudah tujuh tahun berkuasa, Jokowi belum menunjuk Panglima TNI dari matra AL.  

3. Rotasi antar matra bisa redam kecemburuan di TNI

KSP: Jokowi Tak Punya Pakem Rotasi Matra Dalam Tentukan Panglima TNIIlustrasi prajurit TNI (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Di sisi lain, adanya rotasi antar matra di lingkungan TNI dinilai bisa meredam kecemburuan. Sehingga, masing-masing matra diberikan peluang yang sama untuk bisa mencapai level tertinggi yakni Panglima TNI. 

Fahmi juga menyebut bila Andika yang terpilih menjadi Panglima TNI, maka ia praktis hanya menduduki posisi itu selama satu tahun. Sebab, Andika bakal memasuki masa pensiun di tahun 2022. 

"Semua pejabat kan butuh legacy. Waktunya terlalu pendek untuk memimpin organisasi hanya setahun," kata dia. 

Panglima TNI dari matra AD pun, menurut Fahmi, belum tentu menjamin bisa meredam kisruh yang terjadi di Papua. Sebab, terbukti sudah beberapa Panglima TNI dari AD namun belum bisa mencari solusi agar Papua menjadi damai dan kondusif. 

Sementara, DPR berharap Presiden Jokowi sudah mengirimkan surat presiden berisi penunjukan Panglima TNI sebelum tanggal 9 November 2021. Sehingga, Komisi I punya waktu yang cukup untuk melakukan uji kepatutan dan kelayakan. 

Baca Juga: Ditanya Soal Calon Panglima TNI, KSAL: Itu Hak Prerogatif Presiden 

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya