KSP: KKB adalah Dalang 80 Persen Kasus Kekerasan di Papua 10 Tahun Ini

Pemerintah resmi labeli KKB Papua sebagai grup teroris

Jakarta, IDN Times - Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani membela keputusan pemerintah yang resmi memasukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua ke dalam grup teroris. Sebab, berdasarkan data yang ia miliki, mayoritas kasus kekerasan yang terjadi di Papua selama 10 tahun terakhir dilakukan oleh KKB. 

Jaleswari juga mencatat selama 2021 ini, sudah ada 10 tindak kekerasan di Papua yang menyebabkan guru, tukang ojek hingga perwira tinggi Badan Intelijen Negara (BIN) tewas. 

"Penyebutan KKB sebagai organisasi atau individu teroris diambil dengan pertimbangan yang matang, memperhatikan masukan dan analisis dari berbagai pihak. Baik di dalam maupun di luar pemerintah, berdasarkan fakta-fakta tindakan kekerasan secara brutal dan masif di Provinsi Papua selama beberapa waktu terakhir yang menyasar masyarakat sipil, (termasuk pelajar, guru, tokoh adat) dan aparat, yang dilakukan oleh KKB," ungkap Jaleswari dalam keterangan tertulis pada Jumat (30/4/2021). 

Namun, menurut pendapat beberapa organisasi pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) termasuk Setara Institute penyematan label teroris itu tak akan menyelesaikan masalah. Wakil organisasi Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos mengatakan pelabelan teroris bagi KKB di Papua didorong karena kemarahan pemerintah atas tewasnya Kepala BIN di Papua, Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha pada Minggu, 25 April 2021. 

Apa benar demikian? Apa konsekuensinya bila KKB dimasukan ke dalam kelompok teroris?

Baca Juga: KKB Dicap Teroris, Polri Siap Terjunkan Densus 88 ke Papua

1. Data Fisipol UGM sebut 118 kasus kekerasan di Papua didalangi KKB

KSP: KKB adalah Dalang 80 Persen Kasus Kekerasan di Papua 10 Tahun IniIlustrasi Papua (IDN Times/Mardya Shakti)

Senada dengan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, KSP, Jaleswari menilai KKB dapat dianggap sebagai grup teroris seperti yang tertulis di dalam UU nomor 5 tahun 2018 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.

Jaleswari kemudian menggunakan data dari Gugus Tugas PPKK Fisipol Universitas Gadjah Mada yang menunjukkan pada periode 2010-2020 telah terjadi 146 kasus kekerasan di Papua. Sekitar 80 persen di antaranya dilakukan oleh KKB.

"Pelaku kekerasan berdasarkan data itu sebanyak 118 kasus adalah KKB. Bandingkan, 15 kasus (kekerasan) yang dilakukan oleh TNI dan 13 kasus oleh Polri," tutur Jaleswari. 

Selain itu, ia menambahkan, berdasarkan riset yang sama, warga sipil yang menjadi korban tindak kekerasan di Papua mencapai 356. Di dalamnya juga termasuk korban dari pihak militer dan kepolisian. Itu, kata Jaleswari, setara dengan 93 persen. 

"Sisanya sebanyak 7 persen adalah anggota KKB," kata dia lagi. 

Baca Juga: Setara Institute: Pelabelan Teroris ke KKB Bukan Solusi Isu di Papua

2. 10 tindak kekerasan sudah terjadi di Papua sejak awal 2021

KSP: KKB adalah Dalang 80 Persen Kasus Kekerasan di Papua 10 Tahun IniIlustrasi Baju Adat Irian, Papua (IDN Times/Mardya Shakti)

KSP juga mengutip data yang pernah disampaikan oleh Bupati di Kabupaten Puncak, Willem Wandik. Ia memaparkan selama periode Januari hingga April 2021 sudah terjadi setidaknya 10 tindak kekerasan. Berikut data yang berhasil dikumpulkan: 

  • 9 Februari 2021: pembunuhan tukang ojek di Kampung Ilambet, Ilaga
  • 18 Februari 2021: pembacokan perempuan di Kampung Juguloma, Beoga
  • 19 Februari 2021: kontak tembak antara Paskhas dengan KKB di Bandara Amingganu
  • 8 dan 9 April 2021: pembunuhan dua orang guru SD dan SMP di Kampung Juguloma
  • 11 April 2021: pembakaran helikopter milik PT. Arsa Air di Bandara Aminggaru, Ilaga 
  • 13 April 2021: pembakaran rumah Kepala Sekolah SMP dan anggota DPRD di Kampung Juguloma, Beoga 
  • 14 April 2021: pembunuhan tukang ojek di Kampung Eromaga, Distrik Omukia
  • 15 April 2021: pembunuhan pelajar SMAN 1 Ilaga di Kampung Ulomi
  • 17 April 2021: pembakaran rumah Kepala Suku dan guru di Kampung Dambet, Beoga
  • 25 April 2021: penembakan Kabinda Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha
    di Kampung Dambet, Beoga 

3. KSP klaim pemberantasan KKB tak akan menyasar warga sipil

KSP: KKB adalah Dalang 80 Persen Kasus Kekerasan di Papua 10 Tahun IniJaleswari Pramodhawardani, Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) (Dok. Istimewa)

Di dalam keterangan tertulisnya Jaleswari juga menegaskan bahwa tindakan hukum yang akan diberlakukan di Papua tidak akan semena-mena. Aparat keamanan, kata dia, hanya akan menyasar kepada KKB dan bukan warga sipil. 

"Kami berharap organisasi masyarakat sipil, masyarakat adat dan gereja tidak khawatir dan tetap beraktivitas seperti biasa dalam melakukan kerja-kerja pengabdian masyarakat sesuai hukum yang berlaku," ujarnya. 

Ia bahkan mengajak publik untuk ikut memantau agar aksi penegakan hukum di Papua sesuai dengan aturan dan HAM. "Sehingga, harapan kita semua untuk bisa menciptakan Provinsi Papua yang damai dan sejahtera, bisa segera terwujud," tutur dia lagi. 

Ia mengatakan pemerintah saat ini sedang menyiapkan skema dan kerangka operasi yang komprehensif dalam melawan KKB. KSP mengklaim kerangka itu akan tetap memperhatikan secara ketat prinsip-prinsip penegakan HAM. 

"Kepentingan kami yang utama tetap agar bisa memulihkan keamanan dan menghentikan teror yang meningkat akhir-akhir ini di Papua," katanya. 

Di sisi lain, pemerintah juga akan mengatasi isu di Papua melalui pendekatan kesejahteraan sesuai dengan Instruksi Presiden nomor 9 tahun 2020. 

4. Pemerintah seharusnya membuka dialog dan mendengarkan saran Majelis Rakyat Papua

KSP: KKB adalah Dalang 80 Persen Kasus Kekerasan di Papua 10 Tahun IniIlustrasi (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Wakil organisasi Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos mengusulkan alih-alih menyematkan label teroris kepada KKB Papua, pemerintah sebaiknya membuka dialog dan mendengarkan masukan dari Majelis Rakyat Papua (MRP). Mereka menjadi perwakilan warga dari kelompok adat, perempuan dan agama. 

"Pemerintah juga bisa mulai dialog dengan DRP (Dewan Rakyat Papua) dan tujuh kelompok adat besar. Dialog itu harus dimulai secara bertahap, pelan-pelan dan sektoral," kata dia. 

Sayangnya, Bonar melanjutkan, pemerintah sejak dulu kerap mencurigai MRP lantaran dianggap bersimpati terhadap KKB. "Padahal, ini kan bagian dari demokrasi," ujarnya. 

Namun, ia mewanti-wanti agar pertemuan dan dialog tidak dijadikan formalitas. Pemerintah perlu mendengar masukan dari MRP dan DRP menyangkut isu kekerasan di Papua. 

Baca Juga: [BREAKING] Pemerintah Resmi Masukkan KKB Papua ke Dalam Kelompok Teroris

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya